Nasdem Heran PDIP Ngotot Tolak Proporsional Terbuka: Padahal Mereka Diuntungkan
Ia menambahkan sejumlah Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan dapat menjadi anggota legislatif dengan sistem proporsional terbuka.
Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saksi ahli dari Partai Nasdem I Gusti Putu Artha mengaku heran dengan pandangan PDI Perjuangan yang bersikukuh menolak sistem proporsional terbuka di Pemilu.
Padahal, lanjut dia, partai berlambang banteng moncong putih itu kerap diuntungkan dengan sistem proporsional terbuka.
“Sistem proporsional terbuka ini sangat dinikmati oleh PDIP karena dia punya basis massa yang sangat kuat di bawah dan branding, kemudian partai yang sangat kuat sehingga saya juga heran kenapa PDIP menolak sistem proporsional terbuka,” kata Putu Artha saat sidang di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (23/5/2023).
Ketua Komisi Saksi Nasional DPP Nasdem itu menambahkan sejumlah Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan dapat menjadi anggota legislatif dengan sistem proporsional terbuka.
Bahkan sejumlah anggota legislatif itu mampu merepresentasikan berbagai latar belakang mulai dari mantan guru bimbingan belajar atau bimbel hingga aktivis perjuangan anak muda yang sederhana.
Para kader tersebut, lanjut Putu, bukan orang yang jika dilihat dari segi finansial berpotensi mampu melakukan politik uang.
Baca juga: Partai Garuda: Sistem Proporsional Tertutup Adalah Haram
Kader-kader itu juga merintis karirnya mulai dari DPRD Kabuaten, Provinsi hingga DPR RI.
“Hampir semua 6 orang yang dari Bali dari PDIP bukan orang yang kemudian jadi pengusaha segala macam, tetapi dia dipercaya oleh rakyat Bali karena rekam jejaknya sebagai aktivis pergerakan dan pelayanannya kepada rakyat,” katanya.
Perjalanan Sidang Uji Materiil Sistem Proporsional Terbuka
Adapun materi perkara nomor 114/PUU-XX/2022 berkaitan dengan pengujian Pasal 168 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 mengenai sistem proporsional daftar terbuka masih bergulir di Mahkamah Konstitusi.
Sebelumnya diberitakan, bergulirnya isu sistem proporsional tertutup untuk diterapkan pada Pemilu 2024 bermula dari langkah enam orang yang mengajukan gugatan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke MK.
Keenam penggugat, yakni Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI). Para pemohon mengajukan gugatan atas Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017.
Dalam pasal itu diatur bahwa pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
Para pemohon mengajukan gugatan atas Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017. Dalam pasal itu diatur bahwa pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
Para pemohon meminta MK mengganti sistem proporsional terbuka yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945 dan telah menimbulkan masalah multidimensi seperti politik uang.
Untuk itu, para pemohon menginginkan MK dapat mengganti sistem proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup.
Kemudian ada delapan parpol menolak sistem proporsional tertutup. Mereka yakni Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Hanya saja, PDI Perjuangan meminta MK mengabulkan gugatan terkait sistem proporsional terbuka ini.
Dalam sidang yang digelar pada Kamis (26/1/2023) lalu, Pemerintah menyatakan bahwa sistem proporsional terbuka merupakan mekanisme terbaik dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia.
Hal ini disampaikan Dirjen Politik dan PUM Kemendagri Bahtiar yang mewakili Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menkumham Yasonna Laoly sekaligus Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Sidang Pleno Pengujian Materil Undang-Undang Pemilihan Umum di Mahkamah Konstitusi.
Anggota DPR RI Fraksi PDIP Arteria Dahlan menyatakan pihaknya mendukung penerapan sistem proporsional tertutup.
“Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDIP lebih memilih sistem proporsional tertutup. Sikap ini berbeda dengan sikap 8 fraksi partai di DPR RI,” kata Arteria Dahlan di hadapan Hakim MK.
Sementara Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Golkar, Supriansa membacakan pandangan 8 Fraksi partai politik di DPR RI, yang menolak penerapan sistem proporsional tertutup dalam Pemilu.
“Kami menolak sistem proporsional tertutup. Sistem Proporsional tertutup merupakan kemunduran demokrasi kita,” kata Supriansa di hadapan Hakim Konstitusi.
Supriansa menjelaskan sejumlah argumentasi lain, di antaranya bahwa sistem proporsional terbuka yang diterapkan sejak era reformasi ini sudah tepat dilakukan.
Sehingga ia berharap Mahkamah Konstitusi tetap mempertahankan sistem ini di Pemilu 2024 mendatang.
Masyarakat Pati Bersatu Bertekad Lengserkan Bupati Sudewo, Siang ini Demo di DPRD Pati |
![]() |
---|
Putri Gus Dur dan Aktivis HAM Fatia Masuk Jajaran Nama Pemohon Uji UU TNI yang Ditolak MK |
![]() |
---|
Profil Hendrar Prihadi, Politisi PDIP Dicopot Prabowo dari Jabatan Kepala LKPP, Partai Tak Masalah |
![]() |
---|
Hendrar Prihadi Dicopot Sebagai Kepala LKPP, PDIP Dukung Prabowo |
![]() |
---|
Sikap PDIP Setelah Prabowo Ganti Hendrar Prihadi dari Kepala LKPP |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.