Eks Penyidik KPK: Penurunan IPK Merupakan Tanggung Jawab Jokowi Sebagai Kepala Negara
Indonesia berada di posisi 110 dari 180 negara yang disurvei atau melorot 14 tangga dari tahun sebelumnya yang mencapai rangking 96
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Corruption Perception Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2022 merosot empat poin menjadi 34 dari sebelumnya 38 pada 2021.
Skor dari 0 berarti sangat korup dan 100 sangat bersih.
Dengan raihan tersebut, Indonesia berada di posisi 110 dari 180 negara yang disurvei atau melorot 14 tangga dari tahun sebelumnya yang mencapai rangking 96.
Menurut mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Praswad Nugraha, penurunan IPK tersebut merupakan tanggung jawab Presiden Jokowi selaku kepala negara.
"Kata-kata Presiden Joko Widodo terkait kerja, kerja dan kerja dalam kampanye calon presiden pada 2019 yang lalu akhirnya menjadi kenyataan. Ironisnya kerja tersebut dikongkritkan Presiden Joko Widodo secara nyata melalui kerja pelemahan pemberantasan korupsi," kata Praswad lewat keterangan tertulis, Selasa (31/1/2023).
Baca juga: Pemilih Usia Muda di Pemilu 2024 Mencapai 60 Persen, Presiden Jokowi: Ini Harus Disasar PSI
Diketahui, penurunan skor IPK ini diikuti pula dengan turunnya komponen PRS International Country Risk Guide, PERC Asia, dan sub-komponen lain secara signifikan.
Beberapa komponen dimaksud mencerminkan terpuruknya performa kinerja pemberantasan korupsi hampir di semua aspek, termasuk competitiveness yang selalu digadang-gadang dalam sektor investasi.
Alih-alih melakukan berbagai upaya penguatan, menurut Praswad, Jokowi tidak ada hentinya mengeluarkan paket kebijakan yang secara vulgar memukul mundur kinerja pemberantasan korupsi.
Seperti pemberlakuan revisi UU KPK, tidak terungkapnya pelaku intelektual penyerangan Novel Baswedan, serta pemberhentian pegawai KPK melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dengan melanggar HAM dan maladministrasi.
"Hal itu ditambah dengan semakin menurunnya kualitas kasus yang ditangani KPK adalah contoh nyata proses pelemahan tersebut," kata Praswad.
"Diperburuk lagi, tontonan drama klasik dinasti politik semakin membabi buta telah bisa dilihat oleh publik secara kasat mata tanpa malu-malu lagi," lanjut Ketua IM57+ Institute itu.
Praswad juga mengatakan Presiden Jokowi tidak menepati janji kampanye untuk memperkuat KPK dalam pemberantasan korupsi yang berkontribusi secara signifikan dalam penurunan skor IPK terburuk pasca-reformasi.
Bahkan, diingatkannya, Jokowi pernah menyampaikan akan menambah 1000 penyidik untuk memperkuat KPK.
"Akan tetapi, alih-alih memperkuat, pelemahan terhadap sendi-sendi anti-korupsi terus dilakukan, termasuk malah mengurangi jumlah pegawai KPK melalui pemecatan. Hasilnya, saat ini janji penguatan hanya sekedar menjadi basa-basi belaka," sindirnya.
Kasus Dugaan Aliran Dana Korupsi Haji, KPK Buka Kemungkinan Panggil Ketum PBNU |
![]() |
---|
KPK Periksa Satori dan Heri Gunawan Tersangka Korupsi CSR BI-OJK, Ini yang Didalami Penyidik |
![]() |
---|
Gugat Praperadilan Lawan KPK, Bambang Tanoesoedibjo Minta Status Tersangka Korupsi Bansos Tidak Sah |
![]() |
---|
Eks Wakil Ketua KPK Laode M Syarif: Reformasi Internal Polri Tidak Jalan dalam 10 Tahun Terakhir |
![]() |
---|
Wacana Reformasi Polri, Eks Pimpinan KPK: Prabowo Sudah Pertimbangkan, Tinggal Teken Keppres |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.