Polisi Tembak Polisi
Sidang Hendra Kurniawan, Eks Wakapolri Sebut Surat Perintah Tanpa Tanggal Bukan Hal Prinsipil
Mantan Wakapolri Komjen Pol (Purn) Oegroseno mengungkap bahwa surat perintah tanpa adanya tanggal bukan hal prinsipil.
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Divisi Propam Polri sekaligus mantan Wakapolri Komjen Pol (Purn) Oegroseno mengungkap bahwa surat perintah tanpa adanya tanggal bukan hal prinsipil yang harus dipenuhi.
Pertanyaan tersebut disampaikan Oegroseno saat dihadirikan sebagai saksi A De Charge atau meringankan untuk terdakwa Hendra Kurniawan di Pengadilan Negeri Jakarta, Jumat (20/1/2023) malam dalam kasus perintangan penyelidikan tewasnya Brigadir J di Duren Tiga.
"Jadi ada satu hal yang menarik mungkin saya tidak tahu apa memang terjadi pada saat bapak menjadi Kadiv Propam pada saat itu. Pemberlakuan surat perintah ini wajib dengan tanggal. Pada saat bapak menjabat ada surat perintah yang dikosongkan pada tanggal berlaku kapan sampai selesai, apakah itu pernah terjadi," tanya penasihat hukum di persidangan.
"Menurut saya itu bukan hal prinsipil yang harus dipenuhi. Jadi yang penting surat perintah itu sudah ditandatangani. Kemudian diberikan tanggal kapan ditandatangani biasa ada dan nomer itu sudah cukup," jawab Oegroseno.
Baca juga: Mantan Wakapolri Oegroseno Sebut Hendra Kurniawan Sosok Berintegritas Tinggi dan Berprinsip
"Kalau dilihat nanti misalnya berlakunya kapan biasanya sudah ada bulanannya. Tapi kita kalau ada kaitannya dengan administrasi pertanggungjawaban keuangan tidak bisa ditulis satu bulan penuh. Biasanya dikosongkan untuk pertanggungjawaban administrasi keuangan," jelasnya.
"Jadi itu pertanggungjawaban terkait dengan adanya penyeledikan adanya anggaran untuk penyelidikan tersebut ya pak?" tanya penasihat hukum.
"Jadi surat perintah itu seperti yang saya katakan tadi, itu sah tanggal itu bisanya dikaitkan dengan waktu dan anggaran yang diminta untuk pertanggungjawaban," jawab saksi.
Adapun pada persidangan sebelumnya staf terdakwa Hendra Kurniawan bernama Mario bersaksi dalam persidangan bahwa dikosongkannya tanggal pada surat perintah merupakan hal yang biasa.
Baca juga: Mantan Wakapolri Hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Bakal Bersaksi untuk Hendra Kurniawan
Kesaksian tersebut disampaikan Mario ketika dihadirkan di persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023).
"Tadikan sudah sama-sama lihat surat perintah ini. Kemarin terjadi pembahasan yang cukup krusial ketika terdakwa Hendra Kurniawan diperiksa. Di situ ada tulisan nomer tiga surat perintah ini berlaku mulai tanggal dikosongkan terus sampai dengan dikosongkan Juli 2022. Mungkin saudara saksi bisa menjelaskan," tanya Penasihat Hukum Hendra Kurniawan di persidangan.
"Mohon izin Yang Mulia sebelumnya saya ingin memberitahukan bahwa sebelum saya jadi staf Karo Paminal saya di Biro Paminal sudah dari tahun 2015 dan sudah pernah menjalani sebagai tim pelaksana," jawab Mario di persidangan.
"Jadi untuk surat perintah seperti itu hal yang biasa untuk dikosongkan karena sebelum kita jalan. Kita belum tahu kendala apa yang kita hadapi di lapangan. Sehingga kita belum tahu berapa lama proses penyelidikan terhadap perkara yang kita tangani sehingga kita kosongkan terlebih dahulu," lanjut dia.
Mario melanjutkan sehingga hingga selesai nanti melaksanakan penyelidikan, setelah pulang dan membuat laporan nota dinas baru diberikan tanggal atas tanggal berlaku tersebut.
"Untuk apa agar bisa dipertanggungjawabkan secara waktu soal keuangan karena ada perjalanan dinas yang harus dipertanggung jawabkan. Jadi saya rasa tidak mungkin tanggal itu kosong pasti nanti pasti akan diisi," tutupnya.
Diketahui, Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir J tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Brigadir J.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada dituntut melanggar pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.