Kamis, 2 Oktober 2025

Kontroversi ACT

Dalam Dakwaan, Ahyudin Cs Dapat Gaji Fantastis hingga Rp100 juta karena Dirikan Yayasan Ini

Dalam sidang tersebut, jaksa membeberkan perolehan gaji para terdakwa termasuk Ahyudin selama menjabat sebagai petinggi ACT.

Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
Sidang perdana kasus dugaan penggelapan dana donasi yayasan filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk terdakwa Ahyudin selaku mantan Presiden ACT yang dihadirkan secara online dari Rutan Bareskrim Polri, Selasa (15/11/2022). 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan surat dakwaan untuk terdakwa kasus dugaan penggelapan dana donasi korban Lion Air yakni pendiri sekaligus mantan Presiden yayasan filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT), Ahyudin, Selasa (15/11/2022).

Dalam sidang tersebut, jaksa membeberkan perolehan gaji para terdakwa termasuk Ahyudin selama menjabat sebagai petinggi ACT.

Sedikitnya kata jaksa, para petinggi termasuk tersangka lain yakni Presiden ACT Ibnu Khajar dan Dewan Pembina ACT Hariyana Hermain memperoleh gaji puluhan juta perbulannya.

Mulanya, jaksa menjelaskan awal mula yayasan ACT itu berdiri, kata jaksa, yayasan tersebut didirikan Ahyudin berdasar hukum dari Kementerian Hukum dan HAM adalah Akta Nomor 2 tanggal 21 April 2005 dengan Nomor SK : C-1714.HT.01.02.TH 2005, Tanggal 1 November 2005.

"Yayasan Aksi Cepat Tanggap merupakan yayasan sosial kemanusiaan yang bergerak membantu korban bencana alam, korban konflik sosial, fakir miskin baik di perkotaan dan perdesaan, kaum lansia dan disabilitas, membantu guru honorer dan kegiatan sosial lainnya," kata jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Baca juga: ACT Klaim Ditunjuk Langsung dari Boeing untuk Kelola Dana Sosial Keluarga Korban Lion Air JT-610

Ahyudin selaku Pendiri, Pembina, Pengurus, sekaligus pengawas mulanya menawarkan program bantuan sosial atau donasi kemanusiaan kepada para donatur.

Adapun program donasi yang ditawarkan yakni program reguler bantuan paket pangan, bantuan layanan kesehatan, hingga program spesifik bantuan emergency bagi korban bencana alam, korban konflik sosial dan lain sebagainya.

Kemudian donasi infaq dan shadaqah, dengan program bantuan santunan kepada fakir dan miskin; Program bantuan santunan dan paket pangan kepada lansia, jompo dan disabilitas; Program bantuan paket pangan kepada santri dan pesantren; lalu Program bantuan paket pangan dan santunan kepada dai, alim ulama atau mubaligh dan guru honorer.

Tak hanya itu program donasi Corporate Social Responsibility (CSR) atau pertanggungjawaban sosial korporasi juga ada dalam program yang ditawarkan oleh Ahyudin.

Dari situ, Ahyudin memperluas yayasannya dengan membentuk Global Islamic Philanthropy yang di dalamnya terdiri dari beberapa yayasan.

"Bahwa selanjutnya untuk memperluas lapangan kegiatannya pada tahun 2021 Ahyudin membentuk Global Islamic Philanthropy berdasarkan SK KEMENKUMHAM Nomor AHU-0001374.AH.01.08 Tahun 2021," kata jaksa.

Adapun yayasan sosial yang berada di bawah pengawasan Ahyudin yakni, Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT), Yayasan Global Zakat, Yayasan Global Wakaf dan Yayasan Global Qurban.

Saat itu, kata jaksa ada beberapa nama selain Ahyudin sebagai pendiri sekaligu presiden yang menjabat sebagai petinggi Global Islamic Philanthropy.

Mereka adalah Ibnu Khajar selaku Senior Vice President Partnership Network Department, H. Novariyadi Imam Akbari selaku Senior Vice President Humanity Network Department dan Hariyana binti Hermain selaku Senior Vice President Operasional yang kini keseluruhannya menjadi tersangka dalam perkara yang sama.

Berdasarkan jabatan yang diemban itu, para tersangka disebut meraup gaji dalam jumlah besar atau masing-masingnya diperkirakan mencapai puluhan juta hingga tertinggi didapat oleh Ahyudin yakni sebesar Rp100 juta perbulan.

"Gaji untuk President Global Islamic Philantrophy Drs. Ahyudin sebesar Rp 100.000.000.00," kata jaksa.

Sementara untuk pejabat lain yang turut menjadi tersangka masing-masing mendapat gaji Rp70 juta.

Dakwaan Jaksa

Eks Presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT), Ahyudin didakwa melakukan penggelapan dana donasi dari Boeing untuk keluaga atau ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610.

Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU), Ahyudin melakukan penggelapan dana donasi itu bersama Presiden ACT, Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain selaku Dewan Pembina ACT.

"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, barang tersebut ada dalam kekuasaannya karena ada hubungan kerja atau karena pencahariannya atau karena mendapat upah untuk itu," kata Jaksa di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (15/11/2022).

Jaksa menyebut perkara ini bermula pada tanggal 29 Oktober 2018, maskapai Lion Air dengan nomor penerbangan 610, dengan pesawat Boeing 737 Max 8, telah jatuh setelah lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta Jakarta, Indonesia. Kejadian tersebut mengakibatkan 189 penumpang dan kru meninggal dunia.

"Atas peristiwa tersebut Boeing menyediakan dana sebesar USD 25.000.000 sebagai Boeing Financial Assistance Fund (BFAF) untuk memberikan bantuan finansial yang diterima langsung oleh para keluarga (ahli waris) dari para korban kecelakaan Lion Air 610," ucap Jaksa.

"Selain itu Boeing juga memberikan dana sebesar USD 25.000.000 sebagai Boeing Community Investment Fund (BCIF) yang merupakan bantuan filantropis kepada komunitas lokal yang terdampak dari kecelakaan," sambungnya.

Namun, uang donasi BCIF tersebut tidak langsung diterima oleh ahli waris, namun diterima oleh organisasi amal, atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh ahli waris korban.

ACT, sebagai pihak ketiga mengaku ditunjuk langsung oleh Boeing untuk menjadi lembaga pengelola dana donasi BCIF tersebut

Dalam perjalanannya, ACT meminta pihak keluarga korban menyetujui dana sosial BCIF sebesar USD 144.500 dari Boeing.

Namun, uang donasi BCIF tersebut digunakan oleh terdakwa Ahyudin bersama Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain sebesar Rp117 miliar bukan untuk peruntukannya.

"Telah menggunakan dana BCIF sebesar Rp 117.982.530.997,diluar dari peruntukannya yaitu untuk kegiatan di luar implementasi Boeing adalah tanpa seizin dan sepengetahuan dari ahli waris korban kecelakaan Maskapai Lion Air pesawat Boeing 737 Max 8 maupun dari pihak Perusahaan Boeing sendiri," ucap Jaksa.

Atas perbuatannya, terdakwa Ahyudin didakwa pasal 374 subsider 372 KUHP juncto pasal 55 ayat ke 1 ke 1 KUHP soal Tindak Pidana Penggelapan dan/atau Penggelapan Dalam Jabatan dan/atau Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Tindak Pidana Yayasan.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved