Prajurit TNI Dikerahkan untuk Menjaga Gedung Mahkamah Agung, Ini Respons Komisi Yudisial
Komisi Yudisial (KY) turut merespons soal kebijakan baru dari pimpinan Mahkamah Agung (MA) terkait tugas prajurit TNI menjaga gedung MA.
"MA kan punya 4 pilar yaitu pengadilan umum, pengadilan tata usaha, pengadilan agama dan pengadilan militer," sambung dia.
Diberitakan, Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro membenarkan bahwa saat ini Gedung MA dijaga prajurit TNI yang diambil dari Pengadilan Militer.
Menurut Andi, tindakan ini diambil setelah dilakukan evaluasi terkait pengamanan di Gedung MA.
Mereka menilai, pengamanan yang sejauh ini diterapkan belum memadai.
Andi mengklaim pengerahan aparat militer menjaga Gedung MA untuk memastikan pihak-pihak yang masuk wilayah MA memang layak.
Selain itu, dan mencegah peristiwa yang tidak diinginkan.
“Sudah lama dipikirkan sebab aspek keamanan bagi kami di MA penting bukan untuk menakut-nakuti,” kata Andi saat dihubungi awak media, Rabu (9/11/2022).
Respons LSM
Imparsial turut menyoroti soal penempatan anggota TNI untuk menjaga Gedung Mahkamah Agung (MA). Mereka menilai penjagaan oleh TNI di Gedung MA dapat mengganggu profesionalitas TNI.
Kebijakan itu juga menurut peneliti Imparsial, Al Araf bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang (UU) tentang TNI.
"Kebijakan MA untuk melibatkan prajurit TNI sebagai satuan pengamanan di lingkungan MA bertentangan dengan UU TNI dan mengganggu profesionalitas TNI," kata Al Araf dalam keterangan tertulisnya kepada awak media, Jumat (11/11/2022).
Pihaknya menilai, dengan ditempatkannya anggota TNI tersebut maka telah menarik jauh TNI ke dalam tugas-tugas sipil di luar tugas pokok dan fungsinya.
Sebab, dalam tugas pokok dan fungsi TNI sebagaimana telah diatur dalam Pasal 6 dan 7 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI tidak ada aturan soal menjaga peran dan fungsi pejabat MA termasuk para hakim.
Lebih lanjut kata dia, jika pelibatan prajurit TNI sebagai satuan pengamanan di lingkungan MA dijalankan dalam rangka tugas pokok terkait operasi militer selain perang, seharusnya hal tersebut didasarkan pada keputusan politik negara pada Pasal 7 ayat 3 UU TNI, bukan keputusan MA.
"Yang dimaksud dengan keputusan politik negara adalah kebijakan politik pemerintah bersama-sama dengan DPR yang dirumuskan melalui mekanisme hubungan kerja antara pemerintah dan DPR atau pada penjelasan Pasal 5 UU TNI," ujar Al Araf.