Sabtu, 4 Oktober 2025

MAKI Bongkar Fenomena Transaksional di Masyarakat, Sering Kali Pencalonan Habiskan Dana Miliaran

Fenomena transaksional ini, menurut Boyamin, sudah mengakar di masyarakat, maka kalau ada yang membawa uang harus dikasih upah

Tangkapan Layar: Kanal Youtube Kemenko Polhukam RI
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman usai melakukan audiensi dengan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD di kantor Kemenko Polhukam RI Jakarta Pusat pada Jumat (16/9/2022). 

"Rp 40 sampai Rp 50 miliar di kursi DPR, kalau Kepala Daerah, Bupati, Wali Kota atau Gubernur itu sekitar Rp 200 miliar katanya angka-angkanya disitu."

"Itu yang memang level-level tinggi, tapi kalau yang (level) bawah ya 50 miliar, ada yang katanya 20 miliar tapi saya nggak percaya," terang Boyamin.

Boyamin Bongkar Fenomena Transaksional di Masyarakat
Boyamin Bongkar Fenomena Transaksional di Masyarakat, YouTube PPATK Indonesia dalam Tema Fenomena Korupsi Kepala Daerah, Jumat (30/9/2022).

Baca juga: Periksa Boyamin Soal TPPU Bupati Budhi Sarwono, KPK Cecar Kewenangannya Selaku Direktur PT Bumi Rejo

Boyamin pun menceritakan dirinya pernah bertemu dengan seseorang yang kalah dalam pencalonan.

"Kalau di daerah Jawa, kira-kira Rp 20 -50 miliar, makanya sampai hutang-hutang."

"Saya pernah bertemu dengan orang yang kalah (pencalonan) itu hidupnya jadi betul-betul miskin, padahal dulu kaya."

"Kalau yang jadi (pencalonan) itu saya tanya, katanya modalnya kembali itu sudah bagus daripada dipenjara," jelas Boyamin.

Para Pemodal Pemilihan

Sementara itu, uang-uang tersebut, lanjut Boyamin, adalah hasil penggalangan dari banyak atau bebrapa pihak pemodal yang tak lain adalah petaruh dan bandar.

"Mereka yang mencarikan dana adalah para petaruh, untuk judi, untuk taruhan, seperti tinju, siapa menang siapa kalah."

"Itulah maka bandar ini berupaya untuk memenangkan taruhannya, maka kemudian mereka meminjami jumlah uang yang banyak kepada calon, dan akan ditagih nanti," ujar Boyamin.

Bahkan para bandar ini terkadang mendapatkan jaminan sertifikat tanah si pencalon.

"Ada pula yang menjadikan sertifikat tanahnya menjadi jaminan, dan telah diberikan kepada si bandar atau petaruh tadi."

"Sebenarnya dia (si bandar) juga sudah menang, tapi masih menggorok orang yang dijagokan (orang yang mencalonkan diri atas posisi tertentu) juga."

"Jadi kira-kira si bandar atau petaruh ini memantau kepada calon yang kira-kira tidak akan jadi (menang dalam pemilihan)."

"Bandar-bandar ini lah yang kemudian melakukan serangan fajar, dan membalik ramalan orang, sehingga (lawan) lainnya menjadi kalah," jelas Boyamin.

Baca juga: MAKI Desak KPK Jemput Paksa Lukas Enembe, Singgung Kasus Setya Novanto: Terkesan Tebang Pilih

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved