Rabu, 1 Oktober 2025

Wakil Ketua MPR: Konstitusi Harus Mampu Mengantisipasi Dampak Proses Akulturasi

Wakil Ketua MPR menilai budaya dan kehidupan berbangsa dan bernegara termuat secara utuh dalam konstitusi UUD 1945.

Editor: Hasanudin Aco
Ist
Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, memberikan sambutan pada diskusi daring bertema Konstitusi dan Proses Akulturasi Bangsa Indonesia yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 bersama Center for Prehistory and Austronesian Studies, Rabu (24/8). 

Karena, tegas Bahtiar, proses akulturasi terjadi setiap saat dan setiap waktu akibat interaksi warga bangsa dengan warga dunia yang lebih intens lewat pemanfaatan teknologi.

Pada kondisi ini, menurut Bahtiar, pentingnya peran negara untuk melakukan pemeliharaan dan penguatan agar setiap warga negara tetap memiliki jati diri bangsa yang tinggi.

Bahtiar berharap kepala daerah terpilih pada Pemilu serentak pada 2024 memiliki visi kebudayaan yang baik.

Ahli Arkeologi Prasejarah, Harry Widianto mengungkapkan keberagaman yang dimiliki bangsa Indonesia, seperti beragamnya bahasa dan etnis merupakan modal penting.

Etnis yang berkembang di Indonesia, menurut Harry, terbentuk dari proses migrasi ras Mongoloid dari Taiwan menuju kawasan Pasifik yang merupakan migrasi terakhir ke Kepulauan Nusantara pada ribuan tahun lalu.

Peneliti Arkeologi Universitas Indonesia, Andriyati Rahayu mengungkapkan proses akulturasi bangsa Indonesia berlangsung sejak abad ke-4 sampai sekarang.

Berdasarkan penelitian terhadap prasasti yang ada, menurut Andriyati, terjadi akulturasi kebudayaan India di Nusantara lewat kehadiran aksara dan agama Hindu serta Budha.

Andriyati mengungkapkan di masa lalu bangsa Indonesia punya kepandaian asli antara lain seperti kemampuan berlayar dan mengenal arah angin, bersawah dan bercocok tanah, mengenal prinsip dasar pertunjukan wayang, mengenal alat musik gamelan, kepandaian membatik dan membuat pola seni ornamen, kemampuan membuat barang dari logam, menggunakan alat ukur, mengenal alat tukar dan sistem perbintangan dan telah terbentuk susunan masyarakat yang teratur.

Peneliti Budaya Tionghoa-Indonesia, Udaya Halim mengungkapkan bahwa nama Indonesia saja dicetuskan bukan oleh etnis yang ada di Nusantara, tetapi James Richardson Logan, warga Skotlandia dan George Windsor Earl pada 1849.

Menurut Udaya, Indonesia lahir sebagai negara bangsa dibangun atas dasar kesadaran berbangsa dan bernegara.

"Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang sukses mempersatukan bangsa," ujar Udaya.
Dia berpendapat, kebangsaan itu berada dalam pikiran, bukan pada warna kulit dan etnis.

Peneliti Center for Prehistory and Austronesian Studies, Truman Simanjuntak berpendapat akulturasi merupakan topik yang selalu menarik untuk dibahas.

Migrasi yang terjadi ribuan tahun lalu di Nusantara, ujar Truman, mendorong terjadinya akulturasi. Gelombang migrasi ke Nusantara, tambahnya, hampir pasti membawa kebudayaan pendatang lewat aksi beri dan ambil sehingga menghasilkan berbagai keragaman.

Peneliti Ahli Utama BRIN, I Made Geria berharap nilai kearifan lokal dalam menghadapi produk akulturasi jangan sampai hilang agar jati diri bangsa tetap terjaga.

Menurut I Made Geria akulturasi terjadi harus ada toleransi dalam kesetaraan. Negara Indonesia meski berbeda tetap rukun dengan jembatan toleransi.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved