Surya Darmadi Buronan KPK dan Kejagung
Tiba di Indonesia, Tersangka Kasus Korupsi Rp 78 Triliun Surya Darmadi Dibawa ke Kejaksaan Agung
Tersangka kasus korupsi yang juga pemilik PT Duta Palma, Surya Darmadi, tiba di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta Selatan.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fandi Permana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tersangka kasus korupsi yang juga pemilik PT Duta Palma, Surya Darmadi, tiba di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta Selatan.
Kedatangan Surya Darmadi sebagai tersangka kasus korupsi yang tengah diburu oleh KPK dan Kejagung.
Surya datang menggunakan mobil minibus dan dikawal ketat jaksa penyidik.
Dia datang sekitar 13.58 WIB dengan iring-iringan mobil penjemput dan dikawal kereta petugas keamanan Kejagung.
Surya Darmadi yang mengenakan kemeja warna putih langsung masuk Gedung Bundar Kejaksaan Agung tanpa memberi pernyataan sedikit pun kepada wartawan.
Baca juga: BREAKING NEWS: Surya Darmadi Buronan Kasus Korupsi Rp 78 Triliun Tiba di Indonesia
Juniver Girsang selaku penasihat hukum Surya Darmadi turut mendampingi di Kejagung.
Dalam kasusnya, Surya Darmadi dijerat sebagai tersangka oleh Kejagung bersama dengan Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008, Raja Thamsir Rachman.
Keduanya dinilai terlibat kasus korupsi yang merugikan perekonomian negara. Nilainya disebut hingga Rp78 triliun.
Pada tahun 2003, Surya Darmadi selaku Pemilik PT Duta Palma Group (di antaranya PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Seberida Subur, PT Palma Satu dan PT Kencana Amal Tani) diduga melakukan kesepakatan dengan Raja Thamsir Rachman.
Kesepakatan itu diduga untuk mempermudah dan memuluskan perizinan kegiatan usaha budidaya perkebunan kelapa sawit dan kegiatan usaha pengolahan kelapa sawit maupun persyaratan penerbitan hak guna usaha (HGU) kepada perusahaan-perusahaan milik Surya Darmadi di Kabupaten Indragiri Hulu.
Padahal lahan yang diduga diincar itu berada dalam kawasan hutan.
Baik HPK (Hutan Produksi yang dapat dikonversi), HPT (Hutan Produksi Terbatas) dan HPL (Hutan Penggunaan Lainnya) di Kabupaten Indragiri Hulu.
Kedua pihak diduga berkongkalikong untuk mengatur perizinan tersebut secara melawan hukum.
Kelengkapan perizinan terkait Izin Lokasi dan Izin Usaha Perkebunan dibuat secara melawan hukum dan tanpa didahului dengan adanya Izin Prinsip, AMDAL.