Kamis, 2 Oktober 2025

Polisi Tembak Polisi

Komnas HAM Jelaskan Beda Penanganan Kasus Tewasnya Brigadir J dengan Penembakan Laskar FPI di KM 50

Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik mengungkap ada perbedaan penanganan kasus Brigadir J dengan kasus Laskar FPI.

Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM/GITA IRAWAN
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik saat konferensi pers bersama Komisioner Komnas HAM RI Beka Ulung Hapsara dan Komisioner Komnas HAM RI M Choirul Anam di kantor Komnas HAM RI Jakarta Pusat pada Selasa (9/8/2022). Komnas HAM menyinggung beda penanganan kasus Brigadir J dengan kasus penembakan laskar FPI di KM 50. 

Dan pada saat dini hari Senin 7 Desember 2020, terlihat dua mobil Chevrolet dan Toyota Avanza berusaha menghalang-halangi mobil yang dikemudikan Bripka Faisal di daerah jalan pintu keluar Tol Karawang Timur.

Mobil itu dikemudikan oleh anggota FPI, dan tampak menyerempet mobil polisi Bripka Faisal.

Karena hal tersebut Bripka Faisal mengejar mobil anggota FPI tersebut.

Setelah terjadi kejar-kejaran, empat orang anggota FPI turun dari mobil dan membawa senjata tajam dan sempat melakukan perusakan ke mobil polisi.

Melihat hal tersebut, Briptu Faisal menurunkan kaca mobil dan melepaskan tembakan sebanyak satu kali.

Kemudian dijelaskan bahwa kemudian anggota FPI tersebut sempat berusaha kabur.

Hingga akhirnya empat anggota laskar FPI berhasil ditangkap oleh polisi.

Tetapi di perjalanan laskar FPI sempat melakukan perlawanan dan merebut senjata polisi.

Kemudian saat itu Almarhum Ipda Elwira Priadi Z dan Briptu Fikri menembak empat Laskar FPI di dalam mobil hingga tewas karena melihat adanya perlawawan.

Hasil Putusan Sidang

Dari hasil putusan sidang, Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin Ohorella didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Keduanya terbukti bersalah karena telah melakukan penganiayaan hingga membuat orang meninggal dunia.

Tetapi keduanya tidak dijatuhi hukuman karena alasan pembenaran.

Alasan tersebut dikarenakan perbuatan terdakwa adalah merupakan tindakan pembelaan.

Menurut Hakim Ketua, Muhammad Arif Nuryatna, dalam KUHP dijelaskan tentang alasan pembenaran yang terdiri dari beberapa poin, satua diantaranya karena perbuatan yang dilakuakn atas dasar pembelaan terpaksa.

Aturan tersebut termaktub dalam Pasal 49 ayat 1 KUHP.

Maka hakim memutuskan untuk melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum.

Putusan ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum yang ingin keduanya dihukum dengan pidana enam tahun penjara.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved