Rabu, 1 Oktober 2025

Guru Besar UI: Sudah Saatnya Indonesia Punya KUHP Buatan Sendiri

KUHP yang saat ini digunakan merupakan produk peninggalan kolonial Belanda.

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Erik S
Tangkapan layar webinar
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia Harkristuti Harkrisnowo menilai Indonesia sudah saatnya Indonesia memiliki Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang dibuat sendiri. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia Harkristuti Harkrisnowo menilai Indonesia sudah saatnya Indonesia memiliki Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang dibuat sendiri.

Menurutnya, KUHP yang saat ini digunakan merupakan produk peninggalan kolonial Belanda.

Baca juga: Analisis Pasal 55 dan 56 KUHP, Guru Besar Hukum Pidana Unsoed: Pembunuhan Libatkan Beberapa Orang

"Kalau kita berpikir KUHP umurnya sudah lebih dari 100 tahun dan itu peninggalan kolonial Belanda. Jadi sudah masanya kita punya KUHP Nasional yang memang dibuat oleh orang-orang Indonesia," kata Hakristuti kepada wartawan, Jumat (5/8/2022).

Dirinya mendorong agar Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) segera disahkan. Hakristuti menerangkan, KUHP yang sekarang ini terdapat 628 pasal. Adapun, isinya lebih banyak pembaruan terhadap hukum pidana di Indonesia.

Sehingga penerapan sanksi pidana dinilai menjadi tidak terarah pada satu pola tertentu.

Menurutnya, hal itu dikarenakan setiap ada undang-undang, ada sanksi pidananya.

"Ini yang mau kita bereskan agar tidak terjadi bermacam-macam interpretasi, macam-macam pikiran, macam-macam sistem, jadi nanti hanya ada satu hukum pidana, itu yang penting, bukan pasal per pasal, tapi sistemnya dulu yang kita bangun. Itulah kenapa urgensi yang diperlukan sehingga mengapa RKHUP ini perlu mendapat perhatian semuanya," tuturnya.

Perbedaan antara RKUHP dengan KUHP yang sekarang, menurutnya, hanya bisa dirasakan oleh ahli hukum.

Sementara, orang awam hanya mengetahui RKUHP mengubah pasal-pasal penghinaan presiden, perzinaan, dan lain-lain.

Baca juga: Jadi Sorotan Dewan Pers, Ini Sederet Pasal di RUU KUHP yang Berpotensi Ancam Kemerdekaan Pers

"Orang awam tidak akan melihat apa sih perbedaannya, tapi bagi ahli hukum pasti lihat perbedaannya, bisa dibaca di 187 pasal tersebut," jelasnya.

"Intinya itu saya bilang ada tujuan pemidanaan, tujuan penjatuhan pidana, ada denda yang tidak dimasukan nominal misal denda Rp 5 juta, adanya denda kategori I, kategori VIII, itu pembaruan," tambahnya.

Meski begitu, Hakristuti menilai RKUHP belum sempurna karena masih buatan manusia.

Dirinya menilai pembahasan RKUHP harus dibahas oleh masyarakat. 

"Jadi bukan harga mati," pungkasnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved