Selasa, 30 September 2025

Pemilu 2024

Formappi: Idealnya Tidak Perlu Ada Presidential Threshold pada Pilpres

Presidential Threshold atau ambang batas pencalonan presiden yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Penulis: Naufal Lanten
Editor: Hasanudin Aco
Tribun Jogja/Suluh Pamungkas.
Ilustrasi Pemilu./Formappin mengkritik Presidential Threshold atau ambang batas pencalonan presiden yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presidential Threshold atau ambang batas pencalonan presiden yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ramai diperbincangkan.

Adapun Pasal 222 UU No. 7 tahun 2017 tentang Presidential Threshold mengatur bahwa ambang batas pencalonan presiden adalah harus memiliki 20 persen kursi DPR dan 25 persen suara nasional.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai sebaiknya Presidential Threshold ditiadakan karena dianggap membatasi kepesertaan pemilu.

“Saya kira memang idealnya tidak perlu ada itu presidential treshold. Apa sih membatasi,” kata Lucius Karius dalam sebuah diskusi virtual yang diselenggarakan The Indonesian Institute (TII), Jumat (8/7/2022).

Baca juga: Gerindra Tak Ingin Ikuti Jejak PKS Mengajukan Judicial Review ke MK terkait Presidential Treshold

“Jangankan penduduk umumnya, partai politik yang sudah menjadi peserta pemilu pun dibatasi,” ujarnya menambahkan.

Luis, sapaan akrabnya, menambahkan bahwa ketentuan amban batas pencalonan presiden tidak relevan dengan situasi saat ini.

Sebab aturan tersebut masih menggunakan hasil pada Pemilu periode lalu.

Sedangkan Indonesia saat ini tengah mencoba Pemilu serentak yang akan dihelat pada 2024 mendatang.

“Ini kan logika sesat begitu ya. Kita sedang bikin Pemilu baru tapi menggunakan hasil pemilu yang lama,” ucap Luis.

“Pada saat yang sama dia menerima ada peserta baru. Jadi itu aja sulit untuk dipahami. Jadi mestinya tidak penting itu treshold itu,'' katanya menambahkan.

Ia mengungkap sejumlah alasan yang menyebabkan bahwa tidak perlu ada Presidential Treshold.

Dengan pembatasan tersebut, lanjut dia, nantinya akan memunculkan calon presiden (capres) yang sedikit sehingga rawan terhadap konflik hingga polarisasi.

Menurutnya, jika aturan ambang batas itu dicabut maka akan memunculkan banyak capres yang dapat maju di Pilpres, sehingga masyarakat punya banyak alternatif untuk memilih.

“Jadi saya kira idealnya tidak perlu begitu ya. Kalau mau membatasi ya parlementary treshold itu masih mungkin begitu ya untuk penguatan sistem presidential. Tapi presidential trehsold saya kira memang idealnya tidak perlu ada.”

“Tidak perlu berapa persen, berapa persen. Nol persen saja begitu ya seperti yang diusulkan sejumlah orang yang lernah juga mengajukan judicial review ke MK.”

Senada, Peneliti Bidang Politik The Indonesian Institute Ahmad Hidayah pun mempertanyakan aturan Presidential Treshold.

Dia heran, aturan yang sama dengan Pemilu 2019 diterapkan pada Pemilu 2024 mendatang. Padahal mekanisme pemilihan antar-periode tersebut berbeda.

Ia pun melihat bahwa Presidential Treshold itu bisa saja dibuat agar Presiden terpilih nantinya bisa punya kekuatan yang setara dengan Parlemen.

“Nah itu bisa dilakukan di logika saya. Kalau Pilpres tidak dilakukan secara serentak. Jadi hasil misalnya legislatif dulu 2024 baru akhirnya pilpres. Itu masih masuk,” ucap Ahmad.

“Tapi kalau pakai 2019, saya pikir ini juga logika yang aneh, tidak masuk,” lanjutnya.

Sebab, sambung Ahmad, tidak menutup kemungkinan jika Presiden yang memenangkan Pemilu nanti berbeda dengan penguasa Parlemen, maka akan mempersulit langkah Kepala Negara.

“Karena selalau diawasi oleh legislatif misalnya. Tapi enggak juga kalau melihat 2019-2024, buktinya parpol yang kalah yang katanya dioposisi sekarang merapat semua di presiden.”

“Jadi bagi saya kekuasaan itu kayak gula ya, nanti orang-orang yang kalah juga, semut-semut pasti berkerumun ke situ. Jadi enggak usah ditakutin,” tuturnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved