Pemilu 2024
Tito Beralasan Masa Kampanye Pemilu 2024 Selama 75 Hari Demi Hindari Keterbelahan, Ini Kata Pengamat
Pengamat menilai keterbelahan di masyarakat saat Pemilu 2024 ada banyak faktor seperti politisasi hingga presidential treshold.
“Politisasi itu karena dibuat atau diciptakan oleh masing-masing capres dan cawapres,” jelas Ujang.
Baca juga: DPR dan KPU Sepakat Biaya Pemilu 2024 Sebesar Rp 76,6 Triliun
Dirinya pun mencontohkan keterbelahan di masyarakat terjadi ketika istilah kampret dan cebong muncul ketika pemilu 2019 lalu.
Kemudian, ia pun berharap agar partai politik (parpol) dan masyarakat dapat memanfaatkan masa kampanye yang telah disetujui oleh KPU dan DPR ini.
“Gunakan sebaik dan seefektif mungkin untuk sosialisasi visi, misi, dan program. Rakyat mesti jeli memilih yang terbaik programnya dan jangan memilih yang ngasih uang,” jelas Ujang.
Keterbelahan itu Terjadi Lantaran hanya Ada Dua Capres

Sementara pendiri lembaga survei, KedaiKOPI, Hendri Satrio menganggap keterbelahan di masyarakat terjadi lantaran selama Pemilu 2014 dan 2019 hanya terdiri dari dua capres yang berkontestasi.
Sehingga Hendri menginginkan agar Tito justru mengajak parpol agar turut mengusung lebih banyak capres.
“Sebetulnya keterbelahan itu ada karena langsung dari awal kita cuma dua pasang calon. Sebenarnya pak Tito, jika ingin keterbelahannya gak ada, coba aja diencourage partai politik itu untuk mencalonkan lebih dari dua calon.”
“Kalau lebih dari dua pasang calon sih menurut saya akan terhindar secara langsung (keterbelahan),” tuturnya saat dihubungi Tribunnews, Selasa (7/6/2022).
Hendri menambahkan keterbelahan masyarakat juga disebabkan adanya aturan presidential treshold atau ambang batas yaitu 20 persen.
Baca juga: KPU Dicecar Komisi II DPR Lantaran Tak Datang Rapat Pekan Lalu Bahas Persiapan Pemilu 2024
Sehingga, kata Hendri, aturan ambang batas ini lebih baik tidak ada.
“Sebenarnya jika tidak mau ada pembelahan lagi, presidential treshold itu tidak ada. Jadi bakal lebih banyak lagi calon presiden. Jadi tidak tergantung pada parpol.”
“Selain parpol, Mahkamah Konstitusi juga harus berani menghilangkan atau mengurangi presidential treshold itu,” pungkasnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Kompas.com/Vitorio Mantalean)
Artikel lain terkait Pemilu 2024