Perjanjian FIR RI dengan Singapura
Respons Menhub Budi Karya Sumadi Sikapi Pro Kontra Soal Perjanjian FIR Dengan Singapura
Budi Karya Sumadi menilai pro kontra terhadap perjanjian FIR tersebut adalah hal wajar.
Penulis:
Gita Irawan
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi merespons pro kontra perjanjian penyesuaian ruang udara Flight Information Region (FIR) antara Indonesia dan Singapura yang ditandatangani beberapa waktu lalu.
Budi Karya Sumadi menilai pro kontra terhadap perjanjian FIR tersebut adalah hal wajar.
Hal itu disampaikannya pada Diskusi Salemba bertajuk "Menakar Perjanjian Flight Information Region (FIR) Indonesia-Singapura, Bermanfaatkah Untuk Indonesia?" Minggu (6/2/2022).
"Oleh karenanya kalau sekarang kita ada beda pandangan, beda pendapat, atau kritik kami bersedia. Dari UI juga kami bisa menerima nanti kita buat tim-tim kecil untuk melakukan kegiatan-kegiatan diskusi," kata dia.
Ia berharap adanya satu pandangan yang sama terkait dengan perjanjian FIR antara Indonesia dan Singapura tersebut.
Hal tersebut, kata dia, agar Indonesia semakin dihormati di dunia internasional.
Baca juga: Forum Diskusi Ini Ajak Publik Menakar Manfaat Perjanjian FIR Indonesia-Singapura
"Saya ingin ini menjadi satu pandangan yang sama, menjadi satu kekompakan, agar Indonesia makin dihargai dan kita bisa mengambil alih atau menyesuaikan FIR yang memang menjadi kedaulatan kita," kata dia.
Ia mengungkapkan proses negosiasi di balik penandatanganan MoU antara Indonesia dan Singapura tersebut berjalan alot.
Sejak 2015, kata dia, Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan jajarannya untuk melakukan pengambil alihan ruang udara seluas 249.575 Km² itu dengan sebaik-baiknya dari Singapura.
Sejak itu, kata dia, sudah lebih dari 40 kali perundingan dengan pemerintah Singapura baik secara multilateral, bilateral, maupun regional.
Baca juga: Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura Dinilai Memudahkan untuk Tangkap Koruptor
Pertemuan-pertemuan tersebut, lanjut dia, juga melibatkan lintas Kementerian dan lembaga di antaranya Kemenko Marinvest, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia dan Kementerian Perhubungan serta stakeholder terkait.
"Lebih dari 40 kali kami melalukan negosiasi yang tidak mudah, alot, dan akhirnya menunjukkan hasil. Jadi ini sebuah upaya yang tidak ringan," kata dia.