Jumat, 3 Oktober 2025

Stunting dan Obesitas Masih Jadi Permasalahan di Indonesia, Ini Hal yang Harus Dilakukan Para Ibu

Stunting dan obesitas masih menjadi permasalahan di Indonesia. Berikut hal yang harus dilakukan para ibu.

Penulis: Katarina Retri Yudita
Editor: Daryono
freepik.com
Ilustrasi bayi - Stunting dan obesitas masih menjadi permasalahan di Indonesia. Berikut hal yang harus dilakukan para ibu. 

TRIBUNEWS.COM - Stunting dan obesitas masih menjadi permasalahan di Indonesia.

Ada beberapa upaya yang harus dilakukan oleh seorang ibu baik sebelum maupun setelah bayi lahir dalam mencegah stunting dan obesitas.

Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI, Dr. Dhian Probhoyekti, SKM, MA mengatakan bahwa permasalahan gizi tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di dunia.

Permasalahan gizi bahkan menjadi fokus secara global.

Baca juga: 5,3 Juta Balita Terkena Stunting, KSP Dorong Program Tepat Sasaran bagi Balita dan Ibu Hamil

Berdasarkan survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, prevalensi stunting di Indonesia sebesar 24,4 persen.

Angka ini masih jauh dari angka prevalensi yang ditargetkan dalam rpjmn 2020-2024, yakni 14 persen.

Sementara itu, berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi obesitas pada balita sebanyak 3,8 persen dan obesitas usia 18 tahun ke atas sebesar 21,8 persen.

Target angka obesitas di 2024 tetap sama 21,8 persen dengan upaya diarahkan untuk mempertahankan obesitas tidak naik.

Stunting dan obesitas menyebabkan dampak jangka pendek hingga panjang

“Dampak masalah gizi stunting dan obesitas berdampak jangka pendek dan jangka panjang karena kedua masalah gizi ini menjadi indikator pembangunan kesehatan bangsa yang berpengaruh terhadap kualitas generasi penerus,” ujar Dr. Dhian, Selasa (18/1/2022), dikutip dari kemkes.go.id.

Terjadinya stunting pada anak menyebabkan pertumbuhan yang gagal.

Hal ini ditunjukkan dengan tinggi badan yang pendek dan perkembangan intelektual terhambat.

Kemudian, dalam jangka panjang dapat berdampak pada gangguan metabolik yang meningkatkan risiko individu obesitas, diabetes, stroke, dan jantung.

Penerapan gizi seimbang

Penerapan gizi seimbang dilakukan dengan mengkonsumsi aneka ragam makanan, membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat, mempertahankan berat badan normal, dan melakukan aktivitas fisik di semua kelompok umur.

Kementerian Kesehatan melakukan intervensi spesifik untuk melaksanakan penerapan gizi seimbang.

“Saat ini memang kita berfokus pada remaja dan 1000 hari pertama kehidupan dengan tujuan memperkuat intervensi,” ucap Dr. Dhian.

Dalam intervensi spesifik terdapat 6 intervensi yang dilakukan, antara lain:

- Promosi dan konseling pemberian makan bayi dan anak (PMBA);

- Promosi dan konseling menyusui;

- Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak;

- Pemberian suplemen tablet tambah darah (TTD) bagi ibu hamil dan remaja serta pemberian vitamin A;

- Penanganan masalah gizi dan pemberian makanan tambahan;

- Tatalaksana gizi buruk.

“Intervensi spesifik diikuti dengan strategi peningkatan kapasitas SDM, peningkatan kualitas program, penguatan edukasi gizi dan penguatan manajemen intervensi gizi di Puskesmas dan Posyandu,” kata dr. Dhian.

Ilustrasi bayi - Stunting dan obesitas masih menjadi permasalahan di Indonesia. Berikut hal yang harus dilakukan para ibu.
Ilustrasi bayi - Stunting dan obesitas masih menjadi permasalahan di Indonesia. Berikut hal yang harus dilakukan para ibu. (Tribunnews.com)

Peran penting ibu dalam mencegah stunting dan obesitas

Selain upaya pemerintah, peran keluarga terutama ibu berperan penting dalam mencegah anak stunting dan obesitas.

Guru Besar Ilmu Gizi FEMA IPB Prof. Dr. Hardiansyah mengatakan untuk bisa mencegah secara dini, baik itu stunting maupun obesitas perlu memahami bahwa kedua masalah tersebut harus segera dicegah.

Ibu memegang peran penting dalam menentukan makanan pada saat hamil dan pemberian gizi serta pola asuh pada anak setelah lahir.

Calon ibu juga disarankan melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum hamil dan rutin melakukan pemeriksaan saat hamil.

Perlu diketahui, untuk mencegah stunting sejak awal adalah jangan sampai penambahan berat badan ibu hamil tidak mencukupi.

Hal ini dikarenakan penambahan berat badan ibu hamil itu merupakan faktor utama.

Prof. Hardiansyah mengatakan, bertambahnya usia kehamilan harus diiringi dengan bertambahnya berat badan.

Ciri sederhananya adalah saat bayi lahir dan ketika bertambah umur, bayi juga harus bertambah berat badan.

"Kalau mengalami berat badan yang stagnan tidak bertambah, maka pertambahan panjang atau tinggi badan bayi akan mengalami gangguan. Jadi, sebelum mengalami gangguan maka cegahlah gangguan tersebut,” jelasnya.

Berat dan panjang badan minimal bayi saat lahir

Saat bayi lahir, hal yang harus diperhatikan oleh ibu adalah berat badan bayi minimal di atas 2,5 kg dengan panjang badan di atas 47 cm.

Selain itu, seorang ibu juga wajib memberikan ASI eksklusif hingga 6 bulan.

Apabila tidak diberikan ASI eksklusif dan anak pernah diare berkali-kali, hal itu sudah menjadi pertanda akan terjadi gangguan stunting jika tidak segera diatasi.

Makanan pencegah stuting

Ada beberapa makanan yang terbukti mencegah stunting saat ibu hamil, di antaranya susu, telur, ikan, pangan hewani, dan lauk-pauk.

Selain itu, pangan yang terbukti mencegah stunting setelah bayi lahir adalah ASI eksklusif, susu pertumbuhan, telur, ikan, pangan hewani, lauk pauk, dan berbagai makanan pendamping ASI (MP ASI) yang diperkaya gizi.

“Berikan ASI dan MP ASI yang cukup dengan baik, ASI eksklusif sampai 6 bulan, lanjutkan pemberian ASI 6 sampai 23 bulan, berikan MP ASI yang cukup dan baik pada usia 6 sampai 23 bulan. Jaga kesehatan bayi dan anak melalui imunisasi, kebersihan, stimulasi, kebiasaan baik makan sayur, buah, lauk pauk, dan protein tinggi,” jelas Prof. Dr. Hardiansyah.

Penyebab obesitas

Obesitas bukan hanya disebabkan karena kurang aktivitas fisik dan makanan, tetapi ada banyak penyebabnya.

Prof. Dr. Hardiansyah mengatakan, obesitas pada orang dewasa atau remaja bisa disebabkan karena stres yang menimbulkan inflamasi, inflamasi menimbulkan penumpukan lemak.

Selain itu, kurang tidur atau kelebihan tidur yang meningkatkan hormon ghrelin yang menyebabkan rasa lapar.

“Mulailah dengan mengelola faktor penyebab utama seperti jangan sampai stres, harus perbanyak aktivitas fisik dan mengatur waktu tidur, serta pantau berat badan dan lingkar pinggang,” tutup Prof. Dr. Hardiansyah.

(Tribunnews.com/Katarina Retri)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved