Senin, 6 Oktober 2025

Korupsi Helikopter AW

Pukat UGM Sebut Penanganan Korupsi Pengadaan Helikopter AW-101 Potensi jadi Preseden Buruk KPK

Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gajah Mada (Pukat UGM) menyoroti sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terhadap penanganan korupsi AW-101.

Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Penyidik KPK melakukan pemeriksaan fisik pada Helikopter Agusta Westland (AW) 101 di Hanggar Skadron Teknik 021 Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (24/8/2017). Pemeriksaan fisik dilakukan terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pembelian helikopter buatan Inggris dan Italia tersebut. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gajah Mada (Pukat UGM) menyoroti sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terhadap penanganan perkara dugaan korupsi pengadaan Helikopter Agusta Wesland atau AW-101 oleh TNI AU.

Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman mengatakan, proses penanganan ini berpotensi menjadi preseden buruk bagi KPK jika lembaga antirasuah tersebut juga turut menghentikan proses penyidikan.

"Menurut saya kalau ini sampai dihentikan ini menjadi preseden buruk penanganan perkara bersama, tetapi sendiri-sendiri ya, KPK dengan TNI, ternyata kalau memang dihentikan terjadi kegagalan," kata Zaenur saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Rabu (29/12/2021).

Adapun preseden buruk yang dimaksud oleh Zaenur yakni terjadinya kegagalan pengungkapan perkara korupsi oleh KPK.

Padahal kata dia, perkara ini sendiri berkaitan dengan adanya pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) TNI yang notabenenya merupakan perangkat negara.

Terlebih, dalam upaya membongkar perkara korupsi ini, KPK telah menetapkan terlebih dahulu beberapa pihak swasta sebagai tersangka.

"Kegagalan pengungkapan perkara korupsi, dan ini menjadi preseden buruk ke depan di mana metode KPK untuk membongkar sebuah kasus korupsi terkait pengadaan alat alutsista dengan terlbih dahulu menjerat pelaku swastanya ternyata juga tidak berjalan mulus," ujar Zaenur.

Baca juga: Pukat UGM Minta TNI Jelaskan Alasan Penghentian Penyidikan Dugaan Korupsi Helikopter AW-101

Sebelumnya, Zaenur turut mengatakan, dalam menghentikan penyidikan suatu kasus korupsi setidaknya ada tiga kondisi yang harus diperhatikan.

"Iya penghentian penyidikan itu harus dalam kondisi tertentu. Yang pertama itu tidak memperoleh alat bukti, yang kedua bukan merupakan tindak pidana, yang ketiga demi alasan hukum," kata Zaenur.

Atas hal itu dirinya menanyakan terkait dengan keputusan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI AU yang menghentikan proses penyidikan kasus tersebut.

"Jadi dalam kasus pengadaan helikopter tersebut, hal mana yang menghentikan penyidikan. Apakah tidak cukup alat bukti, ataukah bukan tindak pidana. Kalau demi alasan hukum kan tidak mungkin ya," kata Zaenur.

Baca juga: MAKI Minta KPK Bentuk Tim Koneksitas dengan TNI AU Usut Dugaan Korupsi Pengadaan Helikopter AW-101

Lebih lanjut, dia mengimbau kepada TNI dalam hal ini Angkatan Udara (AU) untuk menjelaskan alasan penghentian penyidikan perkara itu.

Terlebih dalam sepengetahuan dirinya, perkara pengadaan Helikopter AW-101 ini masih berjalan di KPK dengan beberapa pihak swasta telah ditetapkan sebagai tersangka.

"Nah ini menjadi tugas dari TNI untuk menjelaskan alasan penghentian penyidikan tersebut. Dalam hal penyertaan, satu tindak pidana yang dilakukan bersama-sama antara seorang penyelenggara negara dengan swasta di KPK kasusnya masih berjalan," kata Zaenur.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved