Seleksi Kepegawaian di KPK
KPK Jawab Analisa Febri Diansyah yang Sebut Polemik TWK Berkaitan Kontestasi Politik 2024
KPK hargai analisa yang ditelurkan Febri Diansyah, namun pengkaitan polemik TWK pegawai KPK dengan kontestasi politik 2024 jauh di luar nalar.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjawab analisa eks Juru Bicara Febri Diansyah yang menyebut polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) berkaitan dengan kontestasi politik 2024.
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, menyatakan lembaga antirasuah menghargai analisa yang ditelurkan Febri Diansyah.
Tetapi, sambungnya, pengkaitan polemik TWK pegawai KPK dengan kontestasi politik 2024 jauh di luar nalar.
"Sebagai sebuah analisa, siapapun boleh berpendapat dan kita hargai. Namun terlalu jauh jika mengkaitkan pelaksanaan TWK bagi seluruh pegawai tetap maupun tidak tetap KPK ini dengan konstestasi politik 2024," kata Ali dalam keterangannya, Senin (7/6/2021).
Baca juga: Legislator Demokrat Usul Ada Tes Wawasan Kebangsaan di Polri, Kejaksaan dan Kemenkumham
Kata Ali, KPK selalu berprinsip, sebagai satu di antara aparat penegak hukum, akan selalu berpedoman pada undang-undang, serta patuh terhadap koridor dan tidak melanggar hukum.
Independensi, ia menekankan, menjadi hal mutlak yang harus dimiliki oleh lembaga penegak hukum.
"Dan hingga saat ini Independensi itu masih menjadi prinsip kerja kami sebagaimana amanat UU KPK. KPK tentu akan tegak lurus pada jalurnya sebagai penegak hukum," tegasnya.
Baca juga: 75 Pegawai Tak Lolos TWK Mulai Terima E-mail soal Nasibnya di KPK
Ali menggarisbawahi, penanganan sebuah perkara tidak melihat latar belakang politik dan sosial pelakunya, namun berdasarkan adanya kecukupan alat bukti sebagaimana ketentuan hukum.
"Perlu kami tegaskan tugas pokok fungsi KPK tidak hanya bidang penidakan semata, namun ada tugas pencegahan, monitoring, koordinasi, supervisi dan pendidikan peran serta masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi," jelasnya.
Sebelumnya, Febri Diansyah mengaitkan TWK pegawai KPK dengan kontestasi politik 2024.
Ia khawatir sengkarut TWK akan berisiko membuat KPK dijadikan alat untuk bertempur
pada 2024.
Hal ini disampaikan Febri saat menjadi narasumber diskusi 'Teka Teki Pemberantasan Korupsi' yang ditayangkan Gusdurian Tv pada Jumat (4/6/2021) lalu.

Febri mulanya menyampaikan kekhawatirannya jika KPK tidak independen dan dikuasai kekuatan politik tertentu.
"Kalau kita bicara dalam konteks 2024, ada yang lebih berbahaya sebenarnya ketika KPK tidak independen, kalau KPK bisa dikuasai oleh kekuatan-kekuatan tertentu, kalau KPK bisa dikuasai kekuatan politik tertentu sehingga dia tidak independen," kata Febri.
Menurut Febri, ketidakindependenan KPK itu bisa membuat kontestasi politik di 2024 berjalan secara tidak fair.
Ia menjelaskan kontestasi politik yang dimaksud bukan hanya Pilpres, tapi juga Pileg dan Pilkada.
"Kita tidak bisa bayangkan kontestasi politik akan berjalan secara fair di 2024 nanti, kontestasi politik ini jangan... orang kan berpikir hanya pilpres saja, padahal ada tiga kan sebenarnya di 2024. Kita tidak pernah bisa bayangkan sebuah lembaga antikorupsi yang independen digunakan untuk menghajar lawan-lawan politik," tuturnya.
Baca juga: Debat Ketua KPK dengan Direktur KPK Giri Suprapdiono Batal, Firli Tak Kunjung Hadir, Kemana ?
Febri mengaku tidak bisa membayangkan jika KPK dikuasai kelompok tertentu yang kemudian menggunakan lembaga antirasuah itu untuk menghajar sang lawan politik.
Jika itu terjadi, lanjutnya, oligarki, pemerintahan dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu, akan semakin kuat.
"Maka yang terjadi adalah oligarki akan semakin kuat, karena tidak ada kontestasi politik yang fair, tidak ada keseimbangan oposisi yang kuat dan tidak ada pihak-pihak yang bisa berbeda dengan kekuasaan. Karena mereka bisa saja dihajar, salah satunya dengan tools lembaga pemberantasan korupsi yang tidak independen," papar Febri.
Baca juga: Kasus Korupsi Tanah Munjul, KPK Periksa Pegawai PT Adonara Propertindo
Karena itulah Febri menilai pentingnya independensi KPK.
Ia khawatir polemik alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) berujung hilangnya independensi KPK.
"Ini risiko-risiko yang saya kira perlu dihitung serius, sehingga kita bisa bilang ini bukan soal 75 saja, 75 adalah poin penting yang kita perjuangkan. Tapi ada yang lebih besar yaitu independensi KPK, karena ini bisa ke mana-mana sebenarnya, pandangan saya begitu dari 2 sisi," kata dia.