Uang Rp 141 Miliar, Mobil Hingga Rumah Jaringan Penipuan BEC Internasional Disita Polisi
Menurut Listyo, uang itu dibelikan jaringan itu dengan pembelian valuta asing, tanah mobil hingga rumah.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo menyatakan jaringan penipuan internasional dengan modus business email compromise (BEC) dengan total kerugian Rp 276 miliar ternyata menggunakan hasil kejahatannya untuk sejumlah peruntukan.
Menurut Listyo, uang itu dibelikan jaringan itu dengan pembelian valuta asing, tanah mobil hingga rumah.
"Dari hasil kejahatan itu, tersangka memanfaatkan hasil kejahatan itu dengan membeli valas, aset, tanah, mobil, rumah dan lain lain," kata Komjen Listyo di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (16/12/2020).
Dalam kasus ini, Listyo menyampaikan penyidik telah menyita aset senilai Rp 141 miliar dan aset tersangka lainnya untuk mengembalikan hasil kejahatannya tersebut.
Baca juga: Banyak Penipuan Pakai Namanya, Baim Wong Ingatkan Netizen: Saya Nggak Pernah Minta Uang Sepeserpun
Di sisi lain, Listyo meminta seluruh pihak untuk waspada adanya kasus penipuan dengan bermodus business email compromise (BEC).
"Waspada kejahatan ini karena mereka pintar bahkan negara negara maju pun bisa jadi korban mereka. Terhadap masyarakat yang mendapati hal tersebut dan merasa merugikan dan mendapat kejadian serupa untuk melaporkan ke Bareskrim Polri," pungkasnya.
Bareskrim Polri mengungkap perkara penipuan dengan modus business email compromise (BEC) dengan total kerugian Rp 276 miliar. Total, ada 5 negara yang mengalami kerugian dalam kasus tersebut.
Kelima negara yang menjadi korban penipuan itu adalah Italia, Argentina, Yunani, Belanda dan Jerman. Penipuan itu dikendalikan oleh warga negara asing (WNA) asing asal Nigeria bernama Emeka sejak 2018 lalu.
Baca juga: Wanita Anggota LSM Raup Rp 76 Juta Dari Penipuan dan Penggelapan, Anak Tiri Sering Didatangi Korban
Kabareskrim Polri Komjen pol Listyo Sigit Prabowo menyampaikan pengungkapan kasus itu bermula laporan Divhubinter Polri terkait adanya penipuan dengan modus BEC milik email perusahaan Belanda PT Mediphos Medical Supplies B.V (MMS) pada 3 November 2020.
Perusahaan Belanda itu, kata Listyo, menerima email yang mengaku sebagai perusahaan Korea atas nama SD Biosensor. Isi emailnya adalah perubahan nomor rekening pembayaran peralatan rapid tes covid-19.
Kemudian, korban mentransfer ke rekening atas nama CV Biosensor yang ternyata fiktif dibuat oleh tersangka. Atas kejadian itu, korban mengalami kerugian USD 3,597,875.00 atau senilai Rp 52.337.829.812.
"Modus operandi dilakukan dengan cara mereka mengirim email terkait perubahan nomor rekening. Sehingga kemudian korban transfer ke rekening atas nama CV Biosensor dimana ini perusahaan fiktif sejumlah USD 3,5 juta atau Rp 52,3 miliar," kata Listyo di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (16/12/2020).
Baca juga: Sepanjang Mei-Oktober, Telepon Penipuan yang Terdeteksi Meningkat, Pelaku Kerap Minta OTP Korban
Listyo menyampaikan penyidik Subdit TPPU Dittiidksus pun menggelar penyelidikan. Dalam waktu sebulan, penyidik menangkap dua orang sebagai tersangka.
Pertama, Hafiz selaku Direktur CV SD Biosensor Inc Indonesia yang berperan sebagai pembuat dokumen dan rekening perusahaan fiktif. Kedua, Belen Adhiwijaya alias Dani yang bertugas sebagai pengambil dana valas.
Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Pol Helmy Santika menyampaikan tersangka Hafiz dan Dani ternyata satu jaringan yang dikendalikan oleh WNA Nigeria Emeka.