Rabu, 1 Oktober 2025

Edhy Prabowo Tersangka

KPK Rangkul PPATK Telusuri Aliran Duit Suap Benur Edhy Prabowo

KPK akan mengembangkan penyidikan kasus ini guna menemukan aliran uang suap ke pihak lainnya

Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan merangkul Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran duit suap dalam kasus perizinan ekspor benih lobster atau benur yang menjerat Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan.

"Tentu KPK akan melibatkan pihak lain termasuk pihak perbankan maupun PPATK dalam penelusuran dugaan aliran dana dalam perkara tersebut," kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri lewat pesan singkat, Rabu (2/12/2020).

KPK, ditegaskan Ali, bakalan mengembangkan penyidikan kasus ini guna menemukan aliran uang suap ke pihak lainnya.

"Terkait aliran dana dugaan suap, kami memastikan akan menelusuri dan mengembangkan lebih lanjut dalam proses penyidikan dan pengumpulan bukti berdasarkan keterangan para saksi yang akan dipanggil KPK," tegas dia.

Baca juga: Peluang KPK Terapkan Pasal TPPU di Kasus Suap Benih Lobster Edhy Prabowo

Sebelumnya, Kepala PPATK Dian Ediana Rae mengatakan pihaknya pasti akan selalu berkoordinasi untuk menangani perkara korupsi, termasuk kasus Edhy Prabowo.

"Nanti KPK tentu akan menyampaikan permintaan kepada kita mengenai apa-apa saja yang perlu diketahui dari aliran dana tersangka," kata Dian, Jumat (27/11/2020).

Ia menyatakan, PPATK secara otomatis sudah melakukan analisis dan pemeriksaan begitu terjadi kasus suap seperti yang menimpa Edhy Prabowo.

"Tapi PPATK sudah mulai melakukan analisis, dan pada waktunya akan melakukan pemeriksaan," ungkap dia.

Dalam perkara ini KPK menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka.

Enam orang sebagai penerima suap yakni Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misata; Pengurus PT ACK, Siswadi; staf istri Menteri KP, Ainul Faqih; dan Amiril Mukminin (swasta).

Baca juga: KPK Buka Peluang Dalami Keterlibatan Ngabalin dalam Kasus Edhy Prabowo

Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.

Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam kasusnya, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT Aero Citra Kargo bila ingin melakukan ekspor. Salah satunya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.

Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.

Baca juga: KPPU Endus Ada Monopoli Pengiriman Ekspor, Perusahaan Logistik Benur Terancam Denda Rp 1 Miliar

Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.

Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo. Salah satunya ialah untuk keperluan saat ia berada di Hawaii, AS.

Ia diduga menerima uang Rp3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya.

Selain itu, ia juga diduga pernah menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap. Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp9,8 miliar.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved