Senin, 6 Oktober 2025

UU Cipta Kerja

Tiga Organisasi Islam Keluarkan Maklumat Terkait UU Cipta Kerja: MUI, NU Hingga Muhammadiyah

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga mengeluarkan sembilan poin pernyataan sikap terkait UU Cipta Kerja yang disahkan DPR RI.

Editor: Dewi Agustina
WARTA KOTA/WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN
Polisi mendata para pemuda yang di amankan dalam demo yang berakhir kerusuhan sejumlah tempat di Polda Metrojaya, Jalan Sudirman, Jakarta Selatan, Jumat(9/10/2020). Lebih seribu orang diamankan polisi dan di data peranan dalam demo yang berakhir perusakan fasilitas umum aeperti halte busway dan rambu lalulintas. Sementara orang tua dan kerabat berdatangan untuk mencari tau nasib anaknya atau kerabatnya. Wart Kota/henry lopulalan 

1. Nahdlatul Ulama menghargai setiap upaya yang dilakukan negara untuk memenuhi hak dasar warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Lapangan pekerjaan tercipta dengan tersedianya kesempatan berusaha. Kesempatan berusaha tumbuh bersama iklim usaha yang baik dan kondusif. Iklim usaha yang baik membutuhkan kemudahan izin dan simplisitas birokrasi.

2. Nahdlatul Ulama menyesalkan proses legislasi UU Ciptaker yang terburu-buru, tertutup, dan enggan membuka diri terhadap aspirasi publik.

Untuk mengatur bidang yang sangat luas, yang mencakup 76 UU, dibutuhkan kesabaran, ketelitian, kehati-hatian, dan partisipasi luas para pemangku kepentingan.

3. Niat baik membuka lapangan kerja tidak boleh diciderai dengan membuka semua hal menjadi lapangan komersial yang terbuka bagi perizinan berusaha.

Sektor pendidikan termasuk bidang yang semestinya tidak boleh dikelola dengan motif komersial murni, karena termasuk hak dasar yang harus disediakan negara.

Nahdlatul Ulama menyesalkan munculnya Pasal 65 UU Ciptaker, yang memasukkan pendidikan ke dalam bidang yang terbuka terhadap perizinan berusaha. Ini akan menjerumuskan Indonesia ke dalam kapitalisme pendidikan.

4. Upaya menarik investasi juga harus disertai dengan perlindungan terhadap hak-hak pekerja.

Pemberlakuan pasar tenaga kerja fleksibel (labor market flexibility) yang diwujudkan dengan perluasan sistem PKWT (Pekerja Kontrak Waktu Tertentu) dan alih daya akan merugikan mayoritas tenaga kerja RI yang masih didominasi oleh pekerja dengan skil terbatas.

Nahdlatul Ulama memahami kerisauan para buruh dan pekerja terhadap Pasal 81 UU Ciptaker yang mengubah beberapa ketentuan di dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Penghapusan jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun bagi pekerja PKWT (Pasal 59) meningkatkan risiko pekerja menjadi pekerja tidak tetap sepanjang berlangsungnya industri.

Pengurangan komponen hak-hak pekerja seperti uang pesangon, uang penghargaan, dan uang penggantian mungkin menyenangkan investor, tetapi merugikan jaminan hidup layak bagi kaum buruh dan pekerja.

Baca: Buruh Tolak UU Cipta Kerja, Pengusaha Sampaikan Keheranan

5. Upaya menarik investasi juga harus disertai dengan perlindungan lingkungan hidup dan konservasi sumber daya alam. Meng-anak emas-kan sektor ekstraktif dengan sejumlah insentif dan diskresi kepada pelaku usaha tambang, seperti pengenaan tarif royalti 0 persen sebagaimana tertuang di dalam Pasal 39 UU Cipta Kerja, mengancam lingkungan hidup dan mengabaikan ketahanan energi.

Alih-alih mengubah isi UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba yang mengokohkan dominasi negara dan oligarki, UU Cipta Kerja memperpanjang dan memperlebar karpet merah bagi pelaku usaha.

Pemerintah menjamin investasi dan diskresi menteri tanpa batas bagi pelaku usaha tambang yang menjalankan usaha hulu-hilir secara terintegrasi untuk mengekstraksi cadangan mineral hingga habis.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved