Pilkada Serentak 2020
Bamsoet: Kebijakan Penyelenggaran Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19 Keputusan Dilematis
Menurut Bamsoet, penyelenggaraan pilkada di masa pandemi di Indonesia juga merujuk pada penyelenggaraan Pemilu di belahan dunia.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pemerintah yang tetap menyelenggarakan Pilkada Serentak di tengah pandemi Covid-19, menimbulkan polemik di masyarakat.
Meski begitu, Bamsoet meyakini keputusan tersebut diambil setelah melewati banyak pertimbangan.
Hal itu disampaikan saat webinar bertajuk 'Pilkada Berkualitas Dengan Protokol Kesehatan: Utopia Atau Realita', Rabu (30/9/2020).
"Saya yakin pemerintah sudah mempertimbangkan berbagai masukan baik dari yang pro maupun kontra. Kebijakan untuk menggelar pilkada memang menempatkan pada posisi dilematis," kata Bamsoet.
Baca: MUI Keluarkan 5 Taklimat untuk Pemerintah yang Tetap Gelar Pilkada 2020 saat Covid-19
Bamsoet menjelaskan, pandemi penyebaran Covid-19 menimbulkan kekhawatiran di masyarakat.
Terlebih, penyebaran virus corona di Indonesia telah menginfeksi lebih dari 287.000 orang.
"Tapi di sisi lain, hak politik publik dan hak konstitusional juga harus dijaga untuk memfasilitasi terwujudnya demokrasi yang sehat," ujar Bamsoet.
Baca: Busyro Muqoddas Soroti Cukong dan Politik Dinasti Dalam Pilkada 2020
Menurut Bamsoet, penyelenggaraan pilkada di masa pandemi di Indonesia juga merujuk pada penyelenggaraan Pemilu di belahan dunia.
Terhitung, sejak adanya pandemi sedikitnya sudah ada 56 negara yang menyelenggarakan Pemilu di tingkat lokal maupun nasional.
"Pada bulan Agustus, pemilu juga digelar di Mesir, Uganda, dan Australia juga menggelar pemilu. Itu kira-kira peta dunia yang menggelar pemilu. Kita harus satu pandangan untuk melihat peningkatan covid," jelas Bamsoet.
4 Alasan Presiden Jokowi Tetap Lanjutkan Pelaksanaan Pilkada
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menjelaskan alasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap melanjutkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 .
Pertama, menurut Mahfud yakni menjamin hak konstitusional rakyat untuk dipilih dan memilih sesuai dengan agenda yang telah diatur dalam undang-undang dan atau dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Kedua, pandemi Covid-19 belum bisa diketahui kapan akan berakhir.
Baca: Anggaran Melonjak Rp 20,46 Triliun Jika Pilkada Serentak Jadi Digelar
Karena itu, apabila Pilkada ditunda sampai Pandemi selesai, maka akan menimbulkan ketidakpastian.
"Karena tidak ada satupun orang atau lembaga yang bisa memastikan kapan Covid-19 akan berakhir. Di negara-negara yang serangan Covid-19 lebih besar seperti Amerika sekalipun Pemilu juga tidak ditunda. diberbagai negara juga berlangsung, pemilu tidak ditunda," kata Mahfud MD saat membuka rapat koordinasi bersama KPU dan seluruh Sekjen partai politik, Selasa (22/9/2020).
Ketiga, Presiden juga menurut Mahfud tidak ingin daerah yang menggelar Pilkada hanya dipimpin pelaksana tugas alias Plt dalam waktu bersamaan.
Baca: KPU Finalisasi Draf Revisi PKPU Tentang Penyelenggaraan Pilkada Saat Pandemi Covid-19
Karena Plt itu tidak boleh mengambil kebijakan-kebijakan strategis.
"Sedangkan situasi sekarang di dalam Covid-19 kebijakan-kebijakan strategis yang berimplikasi pada penggerakan birokrasi dan sumber daya lain seperti dana itu memerlukan pengambilan keputusan dan langkah-langkah yang sifatnya strategis," katanya.
Baca: Jika Pilkada Tak Ditunda, Epidemiolog Minta KPU Rombak Aturan: Hilangkan Pertemuan Tatap Muka
Keempat, menurut Mahfud, pemerintah telah menunda Pilkada sebelumnya dari 23 September ke 9 Desember.
Karena itu, yang harus dilakukan sekarang adalah mengantisipasi masifnya penyebaran Covid-19, bukan menundanya lagi.
"Penundaan sebenarnya sudah pernah dilakukan untuk menjawab suara-suara masyarakat yang menginginkan tunda itu. Nah yang diperlukan sekarang sebagai antisipasi masih masifnya penularan Covid-19 seperti dikhawatirkan baik oleh pemerintah maupun oleh kelompok atau masyarakat yang menginginkan agar ditunda yang diperhatikan sama yaitu masifnya penularan Covid-19," katanya.