Pilkada Serentak
Pengamat: Menunda Pilkada Bukan Berarti Tak Jamin Hak-hak Politik Konstitusional Warga Negara
Yusa’ Farchan menegaskan opsi menunda pilkada sebenarnya bukan berarti tidak menjamin hak-hak politik konstitusional warga negara.
"Sedangkan situasi sekarang di dalam Covid-19 kebijakan-kebijakan strategis yang berimplikasi pada penggerakan birokrasi dan sumber daya lain seperti dana itu memerlukan pengambilan keputusan dan langkah-langkah yang sifatnya strategis," katanya.
Baca: Jika Pilkada Tak Ditunda, Epidemiolog Minta KPU Rombak Aturan: Hilangkan Pertemuan Tatap Muka
Keempat, menurut Mahfud, pemerintah telah menunda Pilkada sebelumnya dari 23 September ke 9 Desember.
Karena itu, yang harus dilakukan sekarang adalah mengantisipasi masifnya penyebaran Covid-19, bukan menundanya lagi.
"Penundaan sebenarnya sudah pernah dilakukan untuk menjawab suara-suara masyarakat yang menginginkan tunda itu. Nah yang diperlukan sekarang sebagai antisipasi masih masifnya penularan Covid-19 seperti dikhawatirkan baik oleh pemerintah maupun oleh kelompok atau masyarakat yang menginginkan agar ditunda yang diperhatikan sama yaitu masifnya penularan Covid-19," katanya.
Alasan Pilkada harus tetap dilanjutkan
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian ungkap alasan Pilkada Serentak tetap dilanjutkan meskipun di tengah pandemi Covid-19.
Menurutnya Pilkada Serentak yang dijadwalkan September ini sudah dilakukan penundaan, sehingga pelaksanaanya di bulan Desember sudah ditetapkan sebagai gantinya.
“Kita sudah menunda dari bulan September sesuai undang-undang menjadi bulan Desember 2020. Hingga kemudian dikeluarkan Perppu nomor 2 tentang penundaan itu yang sudah ditetapkan menjadi undang-undang nomor 6 tahun 2020,” ujar Tito dalam Rakor Pilkada Serentak secara virtual, Selasa (22/9/2020).
Disebutnya Perppu merupakan peraturan yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bulan Mei lalu untuk penundaan tersebut.
Tito menegaskan Pilkada akan tetap digelar pada 9 Desember 2020 dengan penegakan disiplin dan sanksi hukum terhadap pelanggaran protokol kesehatan Covid-19.
Baca: Jika Pilkada Tak Ditunda, Epidemiolog Minta KPU Rombak Aturan: Hilangkan Pertemuan Tatap Muka
Pelaksanaan Pilkada juga sudah ditetapkan dalam Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dihadiri Mendagri, KPU, Bawaslu, DKPP, dan Komisi II DPR RI, Senin (21/9/2020) lalu
“Tahapan sudah dilakukan sejak bulan Juni. Semuanya sudah mulai bergerak tanpa ada kluster yang signifikan,” katanya.
Tito berujar pandemi belum akan usai dan tidak ada yang bisa memprediksi kapan akan berakhir.
Sejumlah negara juga diketahui telah melangsungkan pemilihan umum dengan sukses tanpa adanya kluster.
Diantaranya seperti yang dilangsungkan di Korea Selatan, Jerman, Perancis, Polandia, Malaysia, hingga Amerika Serikat.
Berkaitan dengan hal ini, KPU telah mengajukan alternative pelaksanaan Pilkada termasuk yang pada tanggal 9 Desember 2020.
“Tahun 2021 juga tidak ada yang menjamin pandemi akan selesai, maka kita mengambil skenario optimis dengan mengambil opsi menunda dari September 2020 ke Desember 2020, jadi kita sudah menunda Pilkada sesuai undang-undang,” kata Tito.