Kamis, 2 Oktober 2025

Pihak RCTI: Program Kita Banyak Kolaborasi dengan Teman Kreatif, Mana Mungkin Mempersulit Mereka

Pihak RCTI dan InewsTV membantah mempersulit konten kreator di media sosial atas permohonan uji materiil UU Penyiaran yang diajukan ke MK.

Penulis: Inza Maliana
Editor: Tiara Shelavie
AARP
Hyppe dihadirkan sebagai aplikasi media sosial yang akan menjawab keluhan pembajakan konten. 

Serta Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) Nomor 13 Tahun 2019 tentang Penyelenggara Jasa Komunikasi.

Namun, kedua aturan tersebut hanya sebatas sanksi pidana atau pemblokiran konten yang dipublikasikan.

"Pengaturan konten secara persuasif dimungkinkan lewat UU Penyiaran, karena rezim konten ada di sini."

"Oleh karenanya, kami minta MK untuk menafsirkan penyiaran juga menyangkut platform internet," tegasnya.

Taufik juga menilai UU ITE dan Permenkominfo Nomor 13 Tahun 2019 kurang kekinian.

Hyppe dihadirkan sebagai aplikasi media sosial yang akan menjawab keluhan pembajakan konten.
Hyppe dihadirkan sebagai aplikasi media sosial yang akan menjawab keluhan pembajakan konten. (AARP)

Baca: RCTI Bantah Uji Materi UU Penyiaran ke MK Berimbas Larangan Live Streaming di Media Sosial

Oleh karena itu, pihaknya mendesak perlu ada yang diatur dalam UU Penyiaran.

Ia juga menegaskan, pihak RCTI dan iNews TV hanya ingin ada kesetaraan atau keadilan.

Terkait penyiaran konvensional berbasis frekuensi publik dan platform internet.

"Bukan harus sama, tapi tidak fair jika platform internet harus dihadapkan dengan blokir dan sanksi pidana," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, permohonan uji materiil UU Penyiaran diajukan oleh RCTI dan iNews TV.

Pihak pemohon menggugat Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran yang menyebut, "Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran."

Baca: Kronologi & Duduk Perkara Gugatan RCTI Terhadap UU Penyiaran, Ancam Kebebasan Siaran Live di Medsos

Pemohon menilai pasal itu menyebabkan perlakuan yang berbeda.

Yakni antara penyelenggara penyiaran konvensional yang menggunakan frekuensi radio, dengan penyelenggara penyiaran yang menggunakan internet seperti YouTube dan Netflix.

Sebab, Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran itu hanya mengatur penyelenggara penyiaran konvensional.

Dalam pasal tersebut tidak mengatur pengelenggara penyiaran yang menggunakan internet.

Namun, menurut pemerintah, jika permohonan itu dikabulkan masyarakat tidak akan bisa lagi mengakses media sosial secara bebas.

Sebab, layanan over the top (OTT) yang menggunakan internet akan disamakan dengan layanan penyiaran.

Sehingga, tayangan audio visual akan diklasifikasikan sebagai kegiatan penyiaran yang harus memiliki izin siar.

(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/Sania Mashabi)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved