Legislator Golkar Minta Pemerintah Segera Beresin Data Kependudukan
Untuk proses-proses aktivitas era digital yang seperti itu maka mau tidak mau yang dibutuhkan adalah data kependudukan yang valid.
RIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI, Agun Gunandjar Sudarsa mendorong pemerintah segera membereskan data kependudukan yang saat ini masih carut-marut.
Menurutnya, adanya kebijakan yang kurang responsif, bantuan sosial masyarakat yang tidak tepat sasaran, hingga sulitnya kita menjadi negara kompetitif lantaran data penduduk yang ada saat ini tidak kunjung beres.
"Sekarang data itu menjadi sangat penting apalagi di era digital hari ini, terjadi perubahan paradigma dari hal-hal yang tadinya konvensional sekarang sudah serba digital. Itu terjadi karena pergerakan orang saat ini banyak bergerak di tempat, baik dalam konteks politik, ekonomi juga sosial budaya," kata kata Agun disela-sela kaderisasi Coaching Pendidikan Politik Partai Golkar bertajuk 'Dampak Covid-19 Terhadap Hubungan Politik Dengan Konstituen Serta Strategi Pengelolaannya' di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (22/8/2020).
Menurut dia, untuk proses-proses aktivitas era digital yang seperti itu maka mau tidak mau yang dibutuhkan adalah data kependudukan yang valid.
"Kalau bicara partai ya data anggota," kata Agun.
Baca: Jaksa Agung dan Mendagri Tandatangani Nota Kerja Sama Pemanfaatan Data Kependudukan
Sebab dengan data itulah, lanjut politisi senior Partai Golkar ini, pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang dapat langsung menyentuh ke masyarakat.
Begitu juga dengan partai, dengan data base anggota, dapat menyusun kebijakan-kebijakan yang langsung menyentuh akar rumput.
"Kalau pakai cara-cara konvensional kan sudah tidak mungkin. Sehingga ke depan yang haruis dibangun dan dilakukan itu adalah data. Kalau negara ya data kependudukan yang benar. Kalau partai itu data keanggotaan yang benar," katanya.
"Itu yang harus dipersiapkan sehingga ada kontrol, bisa berdampak langsung ke masyarakat. Begitu juga partai, kegiatan-kegiatan kaderisai, sosialisasi, edukasi itu akan serta merta ekfektif berjalan," ujar Agun menambahkan.
Sayangnya, kata Agun, tidak ada upaya massif dari pemerintah untuk menuntaskan masalah data ini. Justru, penyelesaian masalah data ini dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang sekedar seremonial dan mengejar proyek belaka seperti Sensus Penduduk.
"Jadi jangan sensus. Kalau menurut saya, sensus bukan lagi pendataan kependudukan yang dilakukan oleh petugas-petugas yang sifatnya proyek. Akhirnya dia menyuruh orang, honornya dibagi dua. Yang terjadi di lapangan kan seperti itu," tegasnya.
Agun menuturkan, selama ini pengolahan data kependudukan dilakukan secara proyek yang pengerjaannya malah dilakukan pihak ketiga.
Sementara sistem pemerintahan yang paling bawah seperti pengurus RT, tidak dilibatkan. Memang RT terlibat, tapi oleh petugas petugas sensus atau petugas cacah jiwa hanya sekedar datang menemui pengurus RT hanya sekedar mengambil data saja.
"Tapi datanya data yang lama, yang sudah tertulis fotokopi, ini yang meninggal, ini yang belum. Mana ada orang yang ingat. Yang terjadi ka seperti itu. Tapi kalau pendataan dibebankan kepada kepala desa melibatkan RT-RW disertai supervisi pengawasan yang ketat, kalau tidak benar dikenakan sanksi, maka data kita bisa benar," katanya.
Untuk itu, dia meminta pemerintah harus berani memberikan beban tanggungjawab kepada kepala desa dengan libatkan RT dan RW untuk menuntaskan masalah kesemrawutan data kependudukan.
Pelibatan tersebut tentu bisa dalam bentuk supervisi pengawasan di tingkat pemerintatahan yang ada diatasnya seperti camat.
"Kalau data itu dicek di desa salah maka yang dihukum itu bukan sekedar kepala desanya, tapi camatnya juga. Jadi berikan kepercayaan dan tugas itu kepada perangkat terbawah untuk melakukan pendataan secara benar sehingga tidak akan ada lagi data orang meninggal masih ada dalam data kependudukan," tegasnya.
Dia mengingatkan, dengan program dana desa yang kini pendanaannya makin besar, maka sudah seharusnya tidak ada lagi kesemrawutan di data kependudukan. Menurut hitungannya, semestinya penyelesaian data penduduk bisa tuntas dalam waktu satu tahun.
"Sekarang saja dana desa semakin besar, masa bikin pendataan warga saja tidak mampu sih. Masa dalam waktu satu tahun tidak bisa selesai. Kan aneh. Buat saya, hitung data penduduk satu tahun, secara serentak bekerja, seluruh desa melakukan data penduduk," kata dia.
"Diberi tempo misalkan satu bulan, masa data kependudukan satu bulan, paling berapa RT-RW camat mengontrol. Kan bisa dihitung pekerjaan seperti itu. Sama juga dengan mengurus partai. Kalau salah ya dicopot, kalau benar diberi hadiah. Tapi kalau semuanya hanya sekedar jalan, proyek, ya sepanjang itu pula kita tidak akan mampu menjadi negara besar, partai besar. Akan selalu tertinggal dan tertinggal," tegasnya.
Ditambahkan dia, jika data kependudukan beres, maka kebijakan yang diambil bisa jauh lebih murah. Tidak seperti sekarang, malah semakin semrawut. Kebijakan yang disertai data, juga memberikan manfaat besar kepada masyarakat juga negara.
"Yang mahal itu membangun sistemnya. Tapi tidak apa-apa, mahal di sistem tapi dalam konteks opersionalnya semua orang bisa memanfaatkan bahkan itu bisa menjadi sarana media komuikasi bagi pemerintah untuk semakin terbuka dan semakin transparan," ujarnya.
Karena di ruang ruang publik itu, menurut Agun, semua orang bisa bercerita dengan lebih leluiasa. Sehingga fenomena-fenomena yang terbangun maka orang nanti akan terbiasa kritik.
"Tidak marah lagi kalau dikritik. Jadi akan terbiasa dengan sendirina. Karena suddah terbiasa main di ruang publik. Begitu juga dengan partai," tambah dia.