Kamis, 2 Oktober 2025

Pilkada Serentak 2020

Calon Tunggal Lawan Kotak Kosong Berpotensi Terjadi di 31 Daerah, Dianggap Tak Sehatnya Demokrasi

Sejumlah calon tunggal di 31 daerah diprediksi berpotensi melawan kotak kosong pada pemilihan kepala daerah (pilkada) pada 9 Desember 2020 mendatang.

Penulis: Chaerul Umam
Kompas.com/PRIYOMBODO
Ilustrasi 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah calon tunggal di 31 daerah diprediksi berpotensi melawan kotak kosong pada pemilihan kepala daerah (pilkada) pada 9 Desember 2020 mendatang.

Anggota Komisi II DPR RI fraksi PAN Guspardi Gaus mengaku prihatin dengan kondisi tersebut.

"Ini menurut saya merupakan preseden buruk dalam rangka pendidikan politik dan pendidikan demokrasi," kata Guspardi kepada wartawan, Minggu (9/8/2020).

Guspardi menjelaskan pilkada adalah kompetisi tentang visi dan misi antar kepala daerah.

Banyaknya calon tunggal tersebut menyebabkan tidak terwujudnya substansi dari pilkada.

"Karena yang dihadapi kotak, kotak artinya dia tidak punya otak, dia tidak punya visi dan misi, padahal kita punya penduduk terbesar, empat terbesar dunia," ujarnya.

Menurut Guspardi adanya kemungkinan calon tunggal di daerah 31 daerah tersebut membuktikan bahwa upaya untuk melakukan pendidikan politik, dan demokasi tersebut telah mengalami pasang surut dalam memilih pemimpin masa depan.

Baca: Popularitas dan Modal Sosial yang Dimiliki Gibran Belum Menjamin Bakal Menang Melawan Kotak Kosong

Baca: Ramaikan Pilkada Tangsel, Presenter Ramzi Beranikan Diri Hadapi Putri Wapres dan Keponakan Prabowo

Warga megikuti simulasi pemungutan suara pemilihan serentak 2020 di gedung KPU, Jakarta, Rabu (22/7/2020). Simulasi tersebut digelar untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait proses pemungutan dan penghitungan suara Pilkada serentak 2020 yang akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan COVID-19. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Warga megikuti simulasi pemungutan suara pemilihan serentak 2020 di gedung KPU, Jakarta, Rabu (22/7/2020). Simulasi tersebut digelar untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait proses pemungutan dan penghitungan suara Pilkada serentak 2020 yang akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan COVID-19. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Dan hal ini juga sebagai pertanda demokrasi itu tidak sehat. Menurutnya perlu ada terobosan yang dilakukan melalui undang-undang yang berkaitan pilkada atau pemilu.

"Fenomena calon tunggal yang melaju sendiri alias menghadapi kotak kosong di pilkada menambah daftar metode culas yang berdampak buruk bagi demokrasi tersebut," ucapnya.

Guspardi mendesak agar cara seperti itu tak dilakukan jika ingin membangun daerah dengan baik.

Anggota dewan asal Sumbar ini pun menegaskan kalah dan menang tak bisa dijadikan esensi utama dalam pilkada.

Tapi, menghadirkan khazanah demokrasi yang lurus dan bersih agar tercipta pendidikan politik masyarakat yang baik adalah esensi yang sebenarnya. Tujuannya dari semua itu adalah kesejahteraan masyarakat.

"Kian banyaknya calon tunggal tanda demokrasi yang tidak sehat. Turunkan threshold untuk pilkada itu salah satu cara. Syarat 5-10 persen kursi sudah cukup. Itu memudahkan banyaknya partai mencalonkan pasangan. Kita malu, masak yang menjadi lawan bukan yang berotak, tapi kotak," pungkas anggota Baleg DPR RI tersebut.

Sebelumnya Perludem memperkirakan, calon tunggal melawan kotak kosong akan terjadi di 31 daerah pada Pilkada 2020 mendatang.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved