Jumat, 3 Oktober 2025

Rekomendasi Komnas Perempuan Dalam Rangka Peringati 36 Tahun Pengesahan CEDAW

Pihaknya merekomendasikan pemerintah untuk memperkuat keberadaan Komnas Perempuan sebagai Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia (LNHAM)

Tribunnews/JEPRIMA
Sejumlah masa aksi saat melakukan demontrasi dalam mempringati hari perempuan sedunia di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Minggu (8/3/2020). Dalam aksi tersebut mereka menuntut pentingnya perubahan sistemik untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan. Tribunnews/Jeprima 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komnas Perempuan membuat sejumlah rekomendasi kepada pemerintah dan DPR RI dalam rangka memperingati 36 tahun pengesahan konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan atau The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) pada Jumat (24/7/2020).

Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini mengatakan pertama pihaknya merekomendasikan pemerintah untuk memperkuat keberadaan Komnas Perempuan sebagai Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia (LNHAM).

Baca: Komnas Perempuan Sebut Hukum di RI Belum Lindungi Korban Pelecahan Seksual

"Pemerintah Indonesia agar memperkuat keberadaan Komnas Perempuan sebagai Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia yang menjalankan mandat untuk memastikan mekanisme HAM Perempuan berjalan sesuai dengan CEDAW yang merupakan kewajiban yang mengikat negara pihak," kata Theresia dalam konferensi pers secara virtual pada Jumat (24/7/2020).

Selain itu Komnas Perempuan juga merekomendasikan KPPPA mengembangkan langkah-langkah yang lebih terukur dalam melaksanakan implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan dalam program-program yang dikembangkan oleh pemerintah agar dapat memenuhi pencapaian kesetaraan dan keadilan gender.

Sedangkan kepada DPR RI, Komnas Perempuan merekomendasikan agar DPR RI mengintegrasikan prinsip-prinsip dan norma-normaCEDAW dalam memastikan RUU Prolegnas 2020 dengan tidak menunda pengesahan sejumlah Rancangan Undang-Undang.

Pertama adalah RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (P-KS) sebagai payung hukum yang memastikan akses korban kepada keadilan substantif.

Kedua Undang-Undang PPRT sebagai pengakuan atas kerja pekerja rumah tangga dan perlindungan bagi mereka.

Ketiga RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender yang menjadi dasar pencapaian kesetaraan antara perempuan dan laki-laki di semua proses pembangunan.

Selain itu Komnas Perempuan juga merekomendasikan agar Organisasi masyarakat sipil untuk terus berpartisipasi dengan melakukan pengawasan pelaksanaan dan pemenuhan hak asasi perempuan.

"Seluruh lapisan masyarakat termasuk pemimpin agama, pemuka masyarakat, pihak swasta agar menghormati dan mendorong implementasi prinsip-prinsip CEDAW serta turut mengawal Prolegnas 2020 sampai 2024 dan mendorong pengembangan kerangka hukum yang mendukung penghapusan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan," kata Theresia.

Berdasarkan catatan Komnas Perempuan, CEDAW telah disahkan Indonesia sejak 24 Juli 1984 melalui Undang-Undang nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.

CEDAW adalah konvensi yang mendefinisikan prinsip-prinsip tentang Hak Asasi Perempuan, norma-norma dan standar-standar kewajiban, serta tanggung jawab negara dalam penghapusan diskriminasi terhadap perempuan yang ditetapkan pada tahun 1979 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Perjanjian tersebut mulai berlaku pada tanggal 3 September 1981 dan sejauh ini telah diratifikasi oleh 189 negara, termasuk Indonesia.

Sepanjang 36 tahun ini, CEDAW telah turut berkontribusi untuk mendorong kebijakan-kebijakan persamaan hak antara perempuan dengan laki-laki, dan menguatkan gerakan perempuan di Indonesia.

Secara institusional CEDAW melahirkan dua institusi “national women machineries” yang berperan untuk memastikan hak asasi perempuan baik di ranah hak sipil dan politik (sipol), maupun ranah hak ekonomi, sosial dan budaya (ekosob).

Kedua institusi tersebut adalah, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak (KPPPA) sebagai eksekutif pelaksana pengarusutamaan gender dalam pembangunan di Indonesia dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) sebagai LNHAM yang memantau pelaksanaan CEDAW sekaligus sebagai dasar kerja-kerjanya dengan fokus pada isu kekerasan terhadap perempuan.

Sebagai negara pihak, Indonesia berkewajiban memberikan laporan pelaksanaan CEDAW setiap 4 tahun ke Komite CEDAW PBB.

Indonesia telah memberikan laporan pelaksanaan CEDAW yang terakhir tahun 2019.

Atas laporan tersebut Komite CEDAW telah mengeluarkan daftar isu (list of issues) yang meliputi berbagai permasalahan potensial yang menghambat pencapaian pemenuhan hak asasi perempuan, kesetaraan dan keadilan gender.

Untuk itu Komnas Perempuan berpendapat terdapat hal-hal yang patut menjadi fokus perhatian untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan antara lain mengakhiri stereotipe dan melarang praktik berbahaya, seperti semua bentuk pelukaan dan pemotongan genital perempuan (Female Genital Mutilation), pernikahan anak, pemaksaan perkawinan dan poligami.

Kedua mencegah dan menangani kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual.

Ketiga memastikan pendidikan inklusif bagi perempuan dan anak perempuan penyandang disabilitas.

Keempat menurunkan angka kematian ibu.

Kelima, akses terhadap aborsi yang aman setidaknya dalam kasus perkosaan, inses, ancaman terhadap kehidupan atau kesehatan perempuan hamil atau kerusakan janin dan mendekriminalisasi semua kasus yang sudah diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 dan diperkuat oleh Peraturan Menteri Kesehatan nomor 3 tahun 2016.

Baca: Rahayu Saraswati Akan Fokus Tangani Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Tangsel

Keenam, masih adanya peraturan perundang-undangan yangmenghambat penghapusan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan, seperti UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

"Ketujuh, RUU yang diharapkan menghapuskan kekerasan terhadap perempuan dan mendorong persamaan dan keadilan antara laki-laki dan perempuan tidak disegerakan pengesahannya. Yaitu RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender," kata Komisioner Komnas Perempuan Rainy Hutabarat.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved