Komnas Perempuan Sebut Hukum di RI Belum Lindungi Korban Pelecahan Seksual
Komnas Perempuan menyebut hukum di Indonesia belum memberikan perlindungan bagi perempuan yang mengalami kekerasan seksual.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Nasional (Komnas) Perempuan menyebut hukum di Indonesia belum memberikan perlindungan bagi perempuan yang mengalami kekerasan seksual.
Oleh sebab itu, diperlukan pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).
Komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor menjelaskan, hukum yang ada dalam menangani persoalan kekerasan seksual terhadap perempuan yaitu mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Sementara di KUHP tidak memberikan kepastian hukum yang menyeluruh buat korban," kata Maria dalam diskusi secara virtual terkait Pro-Kontra RUU PKS : Mau Dibawa Kemana?, Jakarta, Kamis (23/7/2020) malam.
Baca: Komnas Perempuan Sebut Selama 9 Tahun Ada 46 Ribu Lebih Kasus Kekerasan Seksual
Menurutnya, bentuk kekerasan seksual yang semakin berkembang pada saat ini belum dapat dikenali sistem hukum di Indonesia, termasuk dalam KUHP.
"Kalau mengacu KUHP, misalnya hanya mengenali kekerasan, pencabulan dan persetubuhan," ucapnya.
Baca: Komnas Perempuan Sebut Selama 9 Tahun Ada 46 Ribu Lebih Kasus Kekerasan Seksual
Tindak pidana pemerkosaan dalam KUHP, kata Maria, perumusannya juga tidak memberikan perlindungan terhadap perempuan yang jadi korban kekerasan seksual.
"Dalam KUHP hanya pemaksaan hubungan seksual yang berbentuk penetrasi penis ke vagina, itu pun harus menunjukkan bukti kekerasan fisik akibat penetrasi tersebut," paparnya.
"Padahal dalam kekerasan seksual ada banyak beragam pengalaman perempuan terkait pemerkosaan, seperti penetrasi melaluk anal, oral, memasukan buah atau alat ke vagina," sambungnya.