Rabu, 1 Oktober 2025

Virus Corona

4 Faktor yang Membuat Dunia Alami Disrupsi Politik dan Ekonomi

Wamenlu memaparkan ada 4 faktor pengguncang dunia saat ini atau disrupsi, baik itu dari segi ekonomi maupun politik.

Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Johnson Simanjuntak
Dok Kemlu
Wamenlu Mahendra Siregar dalam konferensi pers daring dengan media, Jumat (17/1/2020). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saat ini dunia menghadapi disrupsi yang begitu banyak dan begitu berat yang terjadi pada saat yang bersamaan.

Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu), Mahendra Siregar menyebut situasi politik dan ekonomi saat ini sebagai perfect storm.

“Yaitu semua variabel negatif yang mungkin terjadi pada saat bersamaan dan dalam intensitas yang tinggi,” ujar Wamenlu dalam konferensi pers daring dengan media, Jumat (17/1/2020).

Wamenlu memaparkan ada 4 faktor pengguncang dunia saat ini atau disrupsi, baik itu dari segi ekonomi maupun politik.

Pertama karena adanya pandemi Covid-19 itu sendiri dan kedua karena adanya resesi ekonomi global.

Baca: Diduga Ada Rumah Sakit Akali Data Pasien Positif Covid-19 Agar dapat Anggaran hingga Rp 90 Juta

Ia berujar banyak yang membandingkan resesi global kali ini dengan resesi global krisis keuangan 10 sampai 12 tahun lalu. Ada pula yang membandingkannya dengan krisis moneter Asia.

Namun krisis global kali ini lebih tepat seperti istilah yang digunakan International Monetary Fund (IMF) menurutnya, yaitu ‘A crisis like no other’.

“A crisis like no other, artinya dari segi kompleksitas dan intensitas tidak ada presedennya krisis yang dihadapi saat ini, karena terjadi kondisi resesi global pada saat pandemi.

Mahendra Siregar mengatakan ekonomi global diperkirakan akan menyusut antara minus 4,9% sampai minus 7,5% di tahun ini. Rebound tahun ini diharapkan lebih meningkat di tahun depan.

Namun hal itu juga bergantung pada seberapa cepat dunia bisa mengatasi pandemi, termasuk keberadaan pasokan vaksin.

Selain pandemi Covid-19 dan resesi global, faktor lain yang juga bersamaan menyebabkan disruptif adalah adanya perang dagang (trade war) antara Amerika Serikat (AS) dengan China (RRT).

Semula persaingan kedua negara lebih berupa persaingan ataupun keinginan AS untuk mengatasi defisit perdagangan barang mereka yang mencapai USD 500 miliar dengan China.

Namun sekarang sudah meluas dan sudah masuk ke perang dagang yang juga meliputi telekomunikasi, hingga perusahaan aplikasi.

Belum lagi proses investasi, akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan RRT di mancanegara terutama di Amerika yang mulai diboikot.

Sekarang diawasi dan disoroti tajam, juga melebar sampai pada perusahaan-perusahaan yang masuk dalam pencatatan di bursa saham New York.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved