Jumat, 3 Oktober 2025

KPK Soroti Praktik Ketuk Palu yang Biasa Terjadi Kalangan Kepala Daerah

Firli Bahuri menerangkan, praktik rasuah biasanya muncul salah satunya bersumber dari 'ketuk palu' dalam rangka pengesahan APBD.

Editor: Johnson Simanjuntak
Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama
Ketua KPK Firli Bahuri 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta kepada penyelenggara negara di setiap daerah untuk mencegah potensi munculnya kasus korupsi

Ketua KPK Firli Bahuri menerangkan, praktik rasuah biasanya muncul salah satunya bersumber dari 'ketuk palu' dalam rangka pengesahan APBD.

"Tolong jangan ada lagi ketok palu dalam rangka pengesahan APBD provinsi kabupaten dan kota," kata Firli dalam acara diskusi interaktif dengan gubernur se-Indonesia, Rabu (24/6/2020).

Baca: KPK Sudah Jerat 184 Anggota DPRD di 22 Wilayah

Mantan Kapolda Sumatera Selatan itu kemudian bercerita, sewaktu menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK, ia bersama pimpinan kala itu mengunjungi suatu daerah untuk mengingatkan jangan ada lagi uang ketok palu. 

Namun usai KPK melaksanakan kegiatan itu, rupanya imbauan tersebut hanya masuk telinga kanan, keluar telinga kiri.

"Setelah tiga hari, kemudian yang punya palu menyampaikan kepada badan-badan eksekutif ini mengatakan 'jangan ini nggak boleh kemarin KPK datang ke sini'. Apa jawabannya? Dia bilang 'itu kan kemarin pak orang KPK sudah pulang'," kata Firli.

Firli juga membeberkan potensi terjadinya korupsi pada sejumlah hal lainnya, seperti pemberian izin usaha tambang, terjebak fee proyek atau mark-up proyek. 

Kemudian rasuah di lahan reformasi birokrasi, khususnya mutasi atau rotasi rekrutmen pegawai.

"Ingat korupsi itu karena bisa saja orang telah menerima hadiah atau janji untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan jabatan dan kewenangan," ucap Firli.

Firli menegaskan, pihaknya terus melakukan pendekatan dengan berbagai unsur guna mencegah munculnya koruptor. KPK melakukan pendekatan dengan cara mendidik masyarakat.

Sasarannya jenjang pendidikan, BUMN/D, swasta, penyelenggara negara, birokrat dan partai politik. Sebab kalangan itu sering terendus melakukan korupsi

"Kita kedepannya bisa mempengaruhi mind set dan culture set supaya tidak ingin melakukan korupsi," kata Firli.
 

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved