Omnibus Law Cipta Kerja
Draf RUU Cipta Kerja Dinilai Minim Mengatur Soal Pengembangan Riset dan Inovasi
Anggota Badan Legislasi DPR fraksi PKS, Mulyanto menilai pemerintah belum punya gambaran kelembagaan riset dan inovasi.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Draf RUU Cipta Kerja (Ciptaker) yang sekarang dibahas DPR dinilai sangat minim mengatur soal pengembangan riset dan inovasi.
Apa yang tercantum dalam RUU Ciptaker ini masih sangat normatif dan belum memberi kejelasan soal kelembagaan riset dan inovasi.
Anggota Badan Legislasi DPR fraksi PKS, Mulyanto menilai pemerintah belum punya gambaran kelembagaan riset dan inovasi.
Padahal soal ini sangat penting dalam melaksanakan kebijakan penelitian, pengembangan dan inovasi teknologi.
"Soal kelembagaan adalah soal wadah bagi para aktor inovasi. Saat ini, di berbagai negara, pengembangan produk dan jasa berbasis riset dan inovasi sedang gencar dilaksanakan," kata Mulyanto kepada wartawan, Jumat (5/6/2020).
Baca: Stadion Pakansari Siap Gelar Piala Dunia U-20 2021
"Umumnya mereka sadar untuk membangun bangsa yang berdaya saing tinggi di era competitiveness seperti sekarang ini membutuhkan struktur inovasi bangsa yang kokoh," imbuhnya.
Wakil Ketua fraksi PKS DPR RI ini menyesalkan draf RUU Omnibus Law ini sangat minim membahas soal tata aturan riset dan inovasi.
Dalam RUU Cipta Kerja, Klaster inovasi hanya terdiri dari 1 pasal (setengah halaman) dari total 1.027 halaman, yang memberi tambahan peran kepada BUMN.

Dalam pasal 66 ayat (1) berbunyi: "Pemerintah Pusat dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum, penelitian dan pengembangan, serta inovasi dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN serta mempertimbangkan kemampuan BUMN."
Pada ayat (2) berbunyi: "Setiap penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan RUPS/ Menteri."
Baca: Salat Jumat di Masjid Sudah Diperbolehkan, Ini Protokol Kesehatannya: Tidak Menggunakan Karpet
"Pasal ini mengamanatkan BUMN untuk mengambil peran dalam hilirisasi hasil inovasi teknologi, dalam bingkai penugasan. Itu artinya, BUMN kita masih belum kokoh berdiri di atas tiang penelitian, pengembangan dan inovasi teknologi," ucapnya.
"Aktivitas riset dan inovasi BUMN seolah baru bisa jalan kalau ada penugasan khusus dari pemerintah pusat," lanjutnya.
Mantan Sekretaris Menteri Riset dan Teknologi era Presiden SBY ini menyebutkan hal penting yang perlu dilakukan pemerintah adalah menata dan memperjelas peran masing-masing lembaga riset dan inovasi.
Sebab menurutnya, kelembagaan inovasi masih tidak jelas, sebagaimana diamanatkan UU No. 11 tahun 2019 tentang Sistem Nasional Iptek belum terbentuk.
Baca: Orang Tua Ferdian Paleka Ternyata Sudah Berdamai dengan Korban Prank Sampah Sejak 19 Mei 2020
"Sampai hari ini, bentuk kelembagaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) belum mewujud, padahal pemerintah berkomitmen akhir tahun 2019 sudah rampung. Ini tentu membuat para peneliti resah. Apalagi rencananya Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) akan dilebur ke dalam BRIN," ujarnya.
Mulyanto menegaskan pemerintah perlu serius mempersiapkan kelembagaan inovasi ini, jangan sampai pembangunan Iptek dan inovasi bangsa ini mundur.