Rabu, 1 Oktober 2025

Pemuda Muhammadiyah Jateng Sebut Ade Armando Serang Kehormatan Din Syamsuddin

Namun, Andika juga mempertanyakan apa hak dari Ade Armando untuk menyebut Din Syamsuddin sebagai si dungu

Ria Anatasia/Tribunnews.com
Ade Armando saat ditemui di kantor DPP PSI, Jakarta, Jumat (15/2/2019). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Akademisi Universitas Indonesia (UI) Ade Armando menolak permintaan Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Jawa Tengah dalam somasi untuk meminta maaf kepada Din Syamsuddin setelah menyebutnya dengan kata 'si dungu'.

Terkait hal itu, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Jawa Tengah Andika Budi Riswanto mempersilakan jika memang itu sikap dari Ade.

"Dalam hal ini sepertinya pak Ade memang beranggapan seperti itu (menolak meminta maaf), ya silahkan saja," ujar Andika, ketika dihubungi Tribunnews.com, Selasa (2/6/2020).

Namun, Andika juga mempertanyakan apa hak dari Ade Armando untuk menyebut Din Syamsuddin sebagai si dungu.

Karena hal tersebut menyerang kehormatan dan pribadi Din Syamsuddin.

"Tentunya perlu dipahami apa hak pak Ade menyebut si dungu kepada Prof. Din Syamsudin? Dan seharusnya kapasitas pak Ade tidak sampai sana yang menyerang kehormatan serta pribadi Prof Din Syamsudin," tandasnya.

Ade Armando Ogah Minta Maaf

Akademisi Universitas Indonesia (UI), Ade Armando menolak untuk meminta maaf kepada Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin karena menyebutnya dungu.

Diketahui, Ade menyinggung nama Din Syamsuddin di akun Facebook-nya.

Baca: Menaker Ida Pastikan Tenaga Medis Hingga Relawan Covid-19 Dilindungi JKK

Dalam postingan itu, Ade menulis, "isu pemakzulan Presiden digulirkan Muhammadiyah. Keynote Speakernya Din Syamsudin, si dungu yang bilang konser virtual Corona menunjukkan pemerintah bergembira di atas penderitaan rakyat".

"Kalau saya diminta untuk menarik ucapan saya dan meminta maaf ke Din Syamsuddin saya menolak," ujar Ade ketika dihubungi Tribunnews.com, Selasa (2/6/2020).

"Harusnya Din Syamsuddin yang meminta maaf ke publik dan pemerintah Indonesia menurut saya," kata Ade.

Ade meminta Din Syamsuddin untuk meminta maaf atas dua pernyataan yang bersangkutan.

Pertama, terkait pernyataan Din Syamsudin yang dianggap Ade menuduh pemerintah bergembira di atas rakyat yang menderita di tengah pandemi Covid-19, karena BPIP menyelenggarakan konser virtual penggalangan dana untuk membantu korban terdampak Covid-19 pada 17 mei lalu.

Kedua, Din Syamsuddin dianggap Ade telah menyatakan pemerintah Indonesia memenuhi syarat untuk dimakzulkan.

Pernyataan itu diungkap Din Syamsuddin dalam webinar 'Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Covid-19'.

"Pak Din Syamsuddin sekarang sudah dua malah kasusnya kan. Pertama yang gembira itu, kedua pernyataan pak Din di webinar itu yang menyatakan bahwa pemerintah Indonesia sudah memenuhi syarat untuk dimakzulkan," ungkapnya.

"Ada dua pernyataan (Din Syamsuddin) yang menurut saya sangat harus dipertanggungjawabkan oleh dia di depan publik," imbuh Ade.

Selain itu, dia menilai Pemuda Muhammadiyah Jawa Tengah juga harus menanggapi pernyataan Din Syamsudin tersebut.

Karena baginya dua pernyataan itu menyebabkan semua pihak mempertanyakan kapasitas Din Syamsuddin sebagai tokoh yang diteladani di Muhammadiyah.

"Saya tidak akan menarik pernyataan bahwa pak Din itu dungu. Saya justru ingin mempertanyakan sikap Pemuda Muhammadiyah kalau seniornya dan orang yang diteladani di Muhammadiyah mengatakan hal seperti itu, apakah itu pantas. Jadi Pemuda Muhammadiyah juga harus memberikan respon terhadap itu," tandasnya.

Sebelumnya diberitakan, akademisi Universitas Indonesia (UI) Ade Armando disomasi oleh Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Jawa Tengah.

Ade dianggap memfitnah dan mencemarkan nama baik Muhammadiyah dan Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin.

Terkait somasi itu, Ade menyampaikan klarifikasinya yang juga ditulis melalui akun Facebook-nya.

"Saya memperoleh kabar bahwa saya disomasi oleh Pimpinan Wilayah (PW) Pemuda Muhammadiyah Jawa Tengah karena unggahan saya di Facebook (1 Juni 2020 ) dianggap mendiskreditkan Muhammadiyah dan Din Syamsudin (mantan Ketua Umum Muhammadiyah)," ujar Ade, dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com dari Ade, Selasa (2/6/2020).

Ade menyebutkan Wakil Ketua PM Pemuda Muhammadiyah Jawa Tengah Andika Budi Riswanto menganggap postingannya merupakan pencemaran nama baik dan fitnah yang sangat menyakitkan bagi warga Muhammadiyah.

Postingan itu merujuk pada komentar Ade terhadap sebuah webinar yang diselenggarakan Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (MAHUTAMA) dan Kolegium Jurist Institute (KJI) berjudul 'Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Covid-19'.

"Andika menuntut saya mencabut postingan itu serta menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada Persyarikatan Muhammadiyah dan kepada Prof Din Syamsudin melalui lima media massa televisi nasional, lima media massa cetak nasional, lima media massa berbasis jaringan internet nasional, dan di halaman media-media sosial saya," tulis Ade lagi.

Kemudian Ade menyampaikan penjelasan dan sikapnya terkait somasi dari Andika melalui sejumlah poin. Berikut poin-poin tersebut :

1. Saya menghargai kebebasan setiap warga negara untuk menyampaikan pandangan politiknya di negara ini. Karena itu saya tidak pernah meminta pihak manapun untuk menindak penyelengaraan diskusi tersebut. Adalah hak MAHUTAMA dan KJI untuk menggulirkan isu pemakzulan presiden.

2. Dalam postingan saya, saya tidak menuduh MAHUTAMA dan KJI berinisiatif untuk menggulingkan Presiden. Saya hanya menyatakan bahwa isu pemakzulan Presiden digulirkan Muhammadiyah, mengingat MAHUTAMA menggunakan kata Muhammadiyah dalam nama resminya. Tapi kembali saya tekankan, saya tidak menuduh MAHUTAMA berinisiatif menggulingkan Presiden. Yang dilakukan MAHUTAMA adalah menggulirkan isu pemakzulan Presiden. Dua hal tersebut jelas berbeda.

3. Saya baru saja memperoleh informasi, bahwa acara itu sendiri sebenarnya tidak disetujui Pimpinan Muhammadiyah. Adapun Ade mengutip salah satu media nasional terkait pernyataan poin ini, dimana Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas ternyata menyesalkan pengunaan nama Muhammadiyah dalam penyelenggaran webinar tersebut. Menurut Anwar, penggunaan nama Muhammadiyah dalam acara tersebut dilakukan tanpa sepengetahuan PP Muhammadiyah. Anwar menyatakan penggunaan nama Muhammadiyah tanpa sepengetahuan PP Muhammadiyah tersebut “bisa merusak nama baik dan mempersulit posisi Muhammadiyah”.

Dia mengingatkan penyematan nama Muhammadiyah dalam diskusi itu harus melalui izin dari organisasi, karena topik diskusinya menyangkut hal yang sangat sensitif.

Anwar juga menyatakan pihaknya sama sekali belum menerima permohonan konsultasi atau informasi dari penyelenggara acara tersebut bahwa akan menyematkan Muhammadiyah.

Dia baru mengetahui dari tautan sejumlah pihak lewat pesan aplikasi Whatsapp.

"Untuk itu saya sangat menyesalkan dan mengimbau para pihak kalau akan menyelenggarakan acara yang akan menyeret-nyeret nama Muhammadiyah ke ranah politik semestinya sebelum melaksanakan, hendaknya bertanya dan berkonsultasi dulu dengan pimpinan pusat dan atau pimpinan wilayah Muhammadiyah setempat," katanya.

4. Terkait dengan klarifikasi Anwar, saya merasa perlu menyampaikan permintaan maaf kepada PP Muhammadiyah karena saya tidak memperoleh informasi bahwa sebenarnya kegiatan MAHUTAMA tersebut dilakukan tanpa seizin PP Muhammadiyah. Saya sendiri heran mengapa MAHUTAMA secara gegabah melakukan acara yang bisa merusak nama baik Muhammadiyah. Tapi saya lega bahwa PP Muhammadiyah menolak acara tersebut.

5. Terkait dengan nama Din Syamsudin, saya bersedia mencabut pernyataan saya dan meminta maaf kepadanya, selama dia juga menjelaskan kepada publik mengapa dia, melalui media massa, menuduh pemerintah bergembira di atas rakyat yang menderita di tengah pandemic Covid-19 karena BPIP menyelenggarakan konser virtual penggalangan dana untuk membantu korban terdampak Covid-19 pada 17 mei lalu.

Tuduhan semacam itulah yang saya anggap ‘dungu’. Bagaimana mungkin langkah pemerintah berusaha menggalang dana untuk membantu mereka yang menderita dianggap sebagai bukti bahwa pemerintah bergembira?

6. Terakhir saya rasa ada baiknya PW Pemuda Muhammdiyah Jateng mengomentari pernyataan Din Syamsudin sebagai keynote speaker di Webinar 1 Juni tersebut.

Setelahnya, Ade mengomentari perihal pernyataan Din Syamsuddin dalam webinar seperti di poin keenam.

"Din menyatakan saat ini, dengan merujuk teoritikus Islam Al Mawardi, sudah terpenunuhi syarat-syarat untuk memakzulkan Presiden. Ada tiga syarat yang harus dipenuhi untuk memakzulkan Presiden: ketiadaan keadilan, ketiadaan ilmu pengetahuan, dan ketiadaan kewibawaan. Din juga menyatakan pemakzulan pemimpin sangat mungkin dilakukan apabila terjadi kepemimpinan represif hingga cenderung diktator," kata Ade.

Ade juga mengatakan bahwa Din menyebut pemerintah Indonesia belakangan ini tak berbeda jauh dengan kondisi tersebut. Menurutnya, pemerintah saat ini tengah membangun kediktatoran konstitusional.

Menurutnya, Din meminta agar masyarakat tak segan melawan kepemimpinan yang zalim apalagi jika melanggar konstitusi merujuk pada pemikir Islam modern Rasyid Ridho.

Baca: Hasil Autopsi Independen: George Floyd Meninggal Karena Dibunuh

"Daya menganggap pandangan Din bahwa sudah terpenuhi syarat-syarat untuk memakzulkan Presiden adalah pandangan yang ‘dungu’. Namun, saya juga bersedia mencabut anggapan bahwa Din adalah tokoh yang ‘dungu’, bila PW Pemuda Muhammadiyah Jateng bisa menjelaskan apa yang dimaksud oleh pernyataan Din Syamsudin tersebut," ungkap Ade.

"Demikian penjelasan saya. Saya berharap sekali tidak ada petualang politik di Indonesia yang berusaha memanfaatkan kondisi memprihatinkan saat ini untuk memecah belah bangsa dan menciptakan ketegangan politik untuk tujuan memakzulkan pemerintah," pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved