Kasus Novel Baswedan
Tim Advokasi Laporkan Jaksa yang Menangani Perkara Penganiayaan Novel Baswedan ke Kejaksaan Agung
Tim Advokasi Novel Baswedan melaporkan Jaksa Penuntut Umum yang menyidangkan sidang perkara penganiayaan Novel Baswedan ke Kejaksaan Agung.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Advokasi Novel Baswedan melaporkan Jaksa Penuntut Umum yang menyidangkan sidang perkara penganiayaan yang dialami Novel Baswedan ke Kejaksaan Agung.
Koordinator Tim Advokasi Novel Baswedan, Arif Maulana mengatakan upaya pelaporan itu karena pihaknya melihat ada sejumlah hal penting yang luput ditangani Jaksa
"Kami meminta Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas,-red) untuk turun mengawasi dan memeriksa tim Jaksa menangani kasus. Melihat ada beberapa hal penting sangat krusial itu menjadi dugaan pelanggaran serius," ujarnya, di acara diskusi daring "Menyoal Persidangan Penyiraman Air Keras Terhadap Novel Baswedan", yang disiarkan melalui live streaming Facebook Page Sahabat ICW, Senin (18/5/2020).
Baca: Kata Walkot Jakpus soal Pasar Tanah Abang dan Pasar Jiung Kemayoran yang Ramai Pedagang saat PSBB
Dia membeberkan hal-hal penting itu seperti yang pernah disampaikan Novel Baswedan bahwa ada skenario pengusutan perkara hanya sampai pada pelaku penganiayaan di lapangan.
"Misalkan Mas Novel menjelaskan dari sisi dakwaan. Ini sudah membentuk skenario untuk bagaimana kasus berhenti di pelaku lapangan. Dan (menjerat pelaku,-red) pasal penganiayaan saja. Tidak sesuai temuan yang ada," kata dia.
Selain itu, kata dia, ada sejumlah saksi yang dapat dikategorikan sebagai saksi penting atau saksi fakta yang sudah diperiksa beberapa kali di kepolisian, namun oleh pihak Jaksa tidak masuk ke berkas perkara di pengadilan.
Baca: Kecewa Jalannya Sidang, Novel Baswedan Beberkan 4 Kejanggalan Terkait Kasus Penganiayaan Terhadapnya
"Ini aneh dan mengerikan. Bisa jadi korupsi berkas peradilan untuk pengungkapan kebenaran materiil," ujarnya.
Selain meminta kepada Jaksa Agung agar melakukan pengawasan, pihaknya juga sudah mengirimkan surat kepada Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung agar mengawasi jalannya persidangan tersebut.
"Sudah meminta kepada KY dan Bawas (Badan Pengawasan,-red) Mahkamah Agung untuk mengawasi sidang. Dan kalau ditemukan ada kesengajaan harus dikenakan sanksi," tuturnya.
Dalam kesempatan itu, dia meminta, majelis hakim agar bekerja secara profesional dan independen untuk mengungkap kebenara dari perkara yang mengakibatkan Novel Baswedan kehilangan penglihatan.
"Hakim untuk mengungkap sesuai mandat kekuasaan kehakiman menggali keadilan di masyarakat," katanya.
Untuk diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette bersama-sama telah melakukan penganiayaan berat kepada penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan pada 11 April 2017 lalu.
Hal itu diungkapkan JPU saat membacakan surat dakwaan di sidang perdana dua terdakwa kasus penyiraman Novel Baswedan di Ruang Kusumah Atmadja, Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Kamis (19/3/2020).
Sidang ini dihadiri langsung kedua terdakwa penyiraman Novel.
Dalam surat dakwaan, JPU mendakwa Pasal 355 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan atau Pasal 351 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penganiayaan berat.
Novel ungkap 4 kejanggalan
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, mengaku kecewa dengan jalannya persidangan perkara penganiayaan yang menimpa dirinya.
Dia melihat dan mengamati seolah-olah persidangan sedang membuat pembentukan opini di masyarakat mengenai peristiwa yang dialaminya.
Bahkan, Novel Baswedan melihat secara langsung jalannya persidangan pada saat memberikan keterangan sebagai saksi korban yang sidangnya digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, pada April lalu.
Baca: Novel Baswedan: Penegak Hukum Meniadakan Keterangan Saksi Penting di Persidangan
"Saya melihat sepertinya sedang mengarahkan, membuat kesimpulan seolah penyerangan motif pribadi. Seolah penyerangan menggunakan air aki dan disiramkan ke badan, memercik sebagian ke muka. Tergambar demikian," kata Novel Baswedan, di acara diskusi daring "Menyoal Persidangan Penyiraman Air Keras Terhadap Novel Baswedan", yang disiarkan melalui live streaming Facebook Page Sahabat ICW, Senin (18/5/2020).
Dia mengungkapkan sejumlah skenario yang terbentuk selama persidangan itu berlangsung.
Pertama, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, terdakwa pelaku penganiayaan dibuat seolah-olah mempunyai dendam kepada Novel Baswedan.
Baca: Saksi Sempat Lihat Orang Asing di Sekitar Rumah Novel: Parkir Motor di Depan Tukang Sate
"Seolah-olah motif dendam pribadi. Seolah-olah, saya sudah melihat dan mengamati. Saya menggambarkan. Diarahkan dendam pribadi," ujarnya.
Kedua, terdakwa penganiayaan menyiram air aki ke arah Novel Baswedan setelah pulang dari menunaikan ibadah salat subuh di masjid dekat tempat tinggalnya di Jalan Deposito, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
"Ada kesan digambarkan penyerang itu menggunakan air aki. Hal ini saya ketahui dakwaaan jaksa mengatakan demikian. Hakim mengatakan air aki. Ini aneh karena sidang seharusnya membuktikan tetapi ada kekompakan," kata dia.
Baca: Bantu Bersihkan Wajah Novel Baswedan, Saksi Ini Merasa Gatal-gatal
Ketiga, barang bukti berupa baju gamis yang dikenakan Novel pada saat insiden penyiraman.
Dia mengungkapkan, ada bekas guntingan di baju tersebut.
"Baju di bagian depan ada bekas guntingan. Ini hal aneh. Saya membuka baju sendiri dan meletakkan di tempat kejadian perkara. Ini hal aneh. Kenapa barang bukti dipotong dan potongan dimana? Ini upaya menyembunyikan fakta," tuturnya.
Keempat, pernyataan Jaksa kepada Novel di persidangan untuk menganalisa atau menjelaskan bagaimana kalau ada seseorang mengaku pelaku kejahatan apakah akan memproses atau tidak.
Baca: Soal Pengeroyokan di Kasus Novel Baswedan, Sumartini Bantah Keterangan Jaksa Penuntut
"Jaksa bertanya kepada saya. Pertanyaan aneh. Walaupun itu bukan pertanyaan terkait fakta, tetapi analisa," ujarnya.
Melihat serangkaian kejanggalan itu, dia merasa khawatir sidang itu hanya sebagai formalitas.
"Dikhawatirkan sekedar sidang sehingga tidak ada lagi tuntutan dan kepada yang bersangkutan diberi hukuman ringan (penjara,-red) 2 tahun atau di bawah 2 tahun," tuturnya.
Dia mengkhawatirkan apabila di persidangan sudah ada skenario upaya untuk menghilangkan jejak pelaku intelektual atau otak pelaku penyerangan.
"Dugaan saya. Saya bisa memprediksi sidang ujungnya seperti apa, apabila kondisi kejanggalan dibiarkan situasi tetap seperti sekarang. Sidang hanya sebagai legalisasi memberikan sanksi kepada seseorang yang saya tidak tahu itu pelaku atau tidak. Saya menduga tidak. Menutupi perkara sebenarnya," tambahnya.