Virus Corona
Pakar Hukum: Sudah Waktunya Pelanggar PSBB Diberi Sanksi Tegas
“Memang sudah waktunya, karena Jakarta sebagai epicentrum penyebaran wabah Covid-19," katanya
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemberlakuan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), terutama di Jakarta, di masa pandemi virus corona atau Covid-19 masih belum optimal.
Hal itu diamini Jaksa Agung, ST Burhanuddin.
Baca: Meoldoko: Seolah-olah yang Disampaikan Menteri soal Mudik Membingungkan
Menurutnya, pendekatan yang persuasif terhadap para pelanggar PSBB justru bisa menurunkan wibawa aparat penegak hukum itu sendiri.
Sehingga, Jaksa Agung menginginkan adanya pendekatan hukum yang lebih 'galak', atau represif.
Menanggapi pernyataan Jaksa Agung tersebut, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji menilai sudah saatnya para pelanggar diberi tindakan yang represif.
“Memang sudah waktunya, karena Jakarta sebagai epicentrum penyebaran wabah Covid-19, penegakan hukum (gakum) lebih dilakukan secara strict dan tegas, artinya bagi pelanggaran PSSB perlu konsistensi penindakan tegas secara hukum,” ujar Indriyanto, Senin (11/5/2020).
Menurut Indriyanto, PSBB yang merupakan salah satu cara yang moderat untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 yang sangat masif.
Namun menurutnya, tingkat kepatuhan masyarakat selama PSBB belum dapat dikatakan mendukung protokol Pemerintah yang sudah ditetapkan.
Karenanya, satu-satunya upaya akhir yang harus dilakukan Pemerintah untuk mendisiplinkan masyarakat yang masih melanggar adalah dengan peningkatan penegakan hukum secara tegas dan konsisten.
“Perangkat hukum sudah tersedia bagi siapapun pelanggaran PSBB, yaitu sanksi pidana penjara dan denda yang diatur pada UU Nomor 6 Tahun 2018 maupun KUHP,” terang eks komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini.
Baca: Pemerintah Longgarkan Warga Usia di Bawah 45 Tahun Beraktivitas saat Darurat Virus Corona
Indrianto menambahkan, dengan pendekatan persuasif, pelaksana atau petugas di lapangan hanya memberikan peringatan-peringatan agar patuh pada protokol Covid-19 saja.
“Sedangkan tindakan penegakan hukum (gakum) bagi pelanggar PSBB seperti dikatakan diatas, adalah last resort yang sudah waktunya diimplementasikan berupa pidana penjara ataupun denda.” kata Indriyanto.
Sudah 1.113 Polisi Halau Pemudik Selama 3 Hari

Polda Metro Jaya mencatatkan telah mengagalkan 1.113 penumpang yang hendak mudik ke kampung halaman dengan menggunakan travel ilegal selama tiga hari terakhir.
Seluruhnya ditindak untuk diminta pulang kembali ke arah Jakarta.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Sambodo Purnomo Yogo mengatakan penumpang tersebut berasal dari 202 kendaraan travel gelap yang ditindak oleh kepolisian. Jika ditotal, mereka semua membawa 1.113 penumpang untuk mudik.
"Setelah diakumulasi jumlah penumpang pemudik yang berhasil kita gagalkan untuk mudik dari 202 kendaraan itu 1113 penumpang," kata Sambodo di Markas Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (11/5/2020).
Baca: Jawaban Soal Turning Point dalam Cuplikan Film Pendek, Belajar dari Rumah TVRI SMA Senin 11 Mei 2020
Baca: Aubameyang Ternyata Pernah Berjanji Akan Bermain Bersama Real Madrid
Baca: Kisah Pemulung Ngaku Hanya Dapat Rp 1.500 per Hari Ternyata Miliki Rumah 2 Lantai, Tetangga Meradang
Baca: Pemerintah Jepang Pertimbangkan Beri Subsidi Rp 14 Juta Bagi Para Pelajar
Dia mengatakan tujuan penumpang yang hendak mudik tersebut terbilang beragam. Namun paling banyak, pemudik mengarah ke Jawa Barat, Jawa Timur hingga Jawa Tengah.
"Dari seluruh yang tertangkap ini, hampir seluruh kota di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat menjadi tujuan mereka. Ada yang Brebes, Pemalang, Pekalongan, Tuban, Situbondo, Surabaya, Jogja, Malang, Cirebon dan lain-lain," ungkapnya.
Atas dasar itu, Sambodo menegaskan penindakan ini menjadi bukti bahwa polisi tidak main-main melarang warga untuk mudik ke kampung halaman. Ia meminta masyarakat mentaati anjuran pemerintah terkait larangan mudik.
"Penindakan ini menegaskan bahwa larangan mudik pemerintah. Jadi kalau ada keraguan dari masyarakat, sekali lagi sudah jelas bahwa kami tegaskan mudik tetap dilarang," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Polda Metro Jaya mengamankan sebanyak 202 kendaraan travel gelap yang nekat beroperasi membawa pemudik ke kampung halaman. Jumlah tersebut merupakan akumulasi dari penindakan hanya selama tiga hari terakhir saja.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Sambodo Purnomo Yogo mengatakan kendaraan tersebut merupakan kendaraan travel gelap yang ditindak sejak 8 Mei 2020 hingga 11 Mei 2020.
Semuanya merupakan kendaraan yang tidak memiliki izin trayek atau kendaraan plat hitam.
"Dalam waktu 3 hari itu, kita mengamankan 202 unit terdiri dari bus 11 unit, minibus 112, mobil pribadi 78 dan 1 buah kendaraan truk yang digunakan untuk mengangkut penumpang," kata Sambodo di Polda Metro Jaya, Senin (11/5/2020).
Sambodo mengatakan kendaraan itu diamankan saat melintas di pos pemantauan polisi di jalan tol, jalur arteri non tol hingga jalur tikus. Namun yang paling banyak, kendaraan tersebut terjaring razia di jalur tikus.
"Paling banyak kita tangkap di jalur tikus. Kalau masyarakat menanyakan bagaimana pengawasan. Jadi ini sebagian besar kita amankan di jalur tikus. Karena kita sudah mapping pergerakan mereka dan kita amankan di jalur tersebut," ungkapnya.
Adapun mayoritas tujuan mereka mengarah ke Jawa Barat, Jawa Timur hingga ke Jawa Tengah.
Sambodo mengatakan, pengemudi ditindak sesuai dengan pasal 308 UU Nomor 22 Tahun 2009, tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Dalam beleid pasal tersebut, disebutkan setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor umum yang tidak memiliki izin mengangkut orang tidak dalam trayek, maka dipidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp500.000.
"Tetapi kita lihat dari case by case, kalau pengemudi tidak memiliki SIM kita tambahin tidak punya SIM. Kalau tidak punya STNK kita juga tambahkan pelanggaran STNK dan ini akumulatif tergantung jenis kendaraan. Tetapi kalau STNK dan SIM nya punya, itu hanya pasal 308," pungkasnya.