Virus Corona
Legislator PAN Kritik Bansos yang Sempat Tersendat Karena Tunggu Tas Berlabel 'Bantuan Presiden'
"Persoalan tas itu menurut saya tidak penting. Lagi pula, mengapa mesti harus ada tulisan bantuan dari presidennya?" katanya
Anggota Komisi IX DPR RI Kritik Bansos yang Sempat Tersendat Karena Tunggu Tas Berlabel 'Bantuan Presiden'
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengkritik pemberian bantuan sosial (bansos) yang sempat tersendat karena harus menunggu tas berlabel 'Bantuan Presiden'.
"Pemberian bantuan sosial semestinya tidak boleh tersendat karena persoalan non-esensial seperti itu. Masyarakat saat ini benar-benar sangat membutuhkan bantuan," ujar Saleh, kepada wartawan, Kamis (30/4/2020).
Baca: Viral Video 2 Pasien Positif Covid-19 di NTB: Satunya Ngeyel Tidak Sakit, Lainnya Kabur dari RS
Saleh juga mengingatkan bahwa pemerintah telah menetapkan ini sebagai bencana dan darurat nasional.
Apalagi bencana ini berimplikasi luas bagi ekonomi dan kehidupan masyarakat.
Karena itu, kata politikus Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut, sudah semestinya pemerintah mempercepat penyaluran bantuan sosial yang ada.
Bahkan, masyarakat sendiri sebetulnya dinilai tidak mempermasalahkan tas pembungkus yang menjadi polemik.
Saleh mengatakan yang masyarakat tunggu adalah bagaimana agar kebutuhan hidup mereka tercukupi.
"Persoalan tas itu menurut saya tidak penting. Lagi pula, mengapa mesti harus ada tulisan bantuan dari presidennya? Bukankah itu memakai uang negara? Artinya itu bukan bantuan personal, tetapi bantuan negara yang didanai dari dana apbn milik rakyat," jelasnya.
Saleh mengaku tak yakin penulisan label 'Bantuan Presiden' tersebut adalah pencitraan dari Presiden Joko Widodo.
Pasalnya, menurut Saleh hal itu tentu tidak penting lagi karena sekarang Jokowi sudah masuk periode kedua.
"Ini mungkin menterinya saja yang ingin mendapat poin dari presiden. Kalau ada tulisan presiden, kan bisa dilaporin seperti itu. Harapannya, ya presiden senang," tandasnya.
Diketahui, Menteri Sosial Juliari Batubara mengatakan penyaluran bansos berupa paket sembako untuk warga terdampak virus corona sempat tersendat.
Baca: Update Kamis 30 April: RSD Wisma Atlet Kemayoran Rawat 739 Pasien Positif Covid-19
Hal itu dikarenakan tas pembungkus yang digunakan mengemas paket sembako belum tersedia karena pemasok bahan mengalami kesulitan import bahan baku.
Tas untuk mengemas paket sembako itu bewarna merah putih dan bertuliskan 'Bantuan Presiden RI Bersama Lawan Covid-19'. Di tas itu juga terdapat logo Presiden Republik Indonesia dan Kementerian Sosial serta cara-cara agar terhindar dari virus corona.
Pejabat Negara Diimbau Tak Cari Panggung

Pejabat negara diminta lebih bijak menyikapi penanganan wabah virus korona (covid-19).
Mereka tidak boleh memanfaatkan bantuan sosial (bansos) yang diberikan pemerintah untuk mencari panggung dan memanfaatkan bantuan ini untuk kepentingan politik dan pribadi.
"Tidak boleh memanfaatkan keadaan," kata anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus kepada Tribun, Kamis (30/4/2020).
Hal itu disampaikan Guspardi Gaus merespons tindakan Bupati Klaten, Jawa Tengah, Sri Mulyani.
Baca: Pria Ini Lempar Istrinya dari Lantai 7 Karena Stres dengan Lockdown Covid-19
Baca: Waspada Cuaca Ekstrem Hingga Awal Mei
Baca: Ibu Tien Soeharto dalam Kenangan, Sempat Ajak Jalan-jalan Cucu Sebelum Meninggal Dunia
Baca: SLRT dan Puskesos Siap Layani Pengaduan Bansos
Sri Mulyani mendapatkan banyak respons negatif dari banyak pihak karena menempelkan stiker bergambar dirinya pada bantuan yang diberikan dari Kementerian Sosial (Kemensos).
Guspradi menegaskan tindakan seperti ini dianggap tidak bermoral.
Sri Mulyani dianggap memanfaatkan situasi untuk keuntungan pribadi.
"Apa mungkin dia akan maju kembali pada pilkada (pemilihan kepala daerah) nanti? Yang bersangkutan sebagai incumbent dan punya kepentingan politik seolah-olah membantu sebagai pribadi," ucap politikus PAN itu.
Anggota DPR asal Sumatera Barat ini menegaskan bantuan yang bersumber dari negara, baik itu APBN maupun APBD tidak boleh beratribut identitas pribadi seorang pejabat.
Hal ini berbeda bila bantuan yang diberikan berasal dari kantong pribadi. Untuk itu, pejabat negara diminta berhati-hati.
Guspardi meminta aparat penegak hukum untuk memantau penyaluran bantuan agar tidak dimanfaatkan oknum tertentu untuk kepentingan pribadi.
"Jika perlu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus turun tangan, Ini kan bagian dari korupsi, memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi," pungkas anggota Baleg DPR RI itu.