Minggu, 5 Oktober 2025

Virus Corona

Polri Pelototi Jagat Maya, Bidik Penyebar Hoaks dan Penghina Penguasa

Warga jagat maya (netizen) harus ekstra hati-hati dalam mengumbar ekspresinya di media sosial.

Tribunnews.com/Igman Ibrahim
Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Warga jagat maya (netizen) harus ekstra hati-hati dalam mengumbar ekspresinya di media sosial.

Markas Besar Kepolisian RI (Mabes Polri) akan memperketat pemantauan kegiatan masyarakat di jejaring online selama masa penanganan wabah virus Corona. Ada tiga konten yang bakal disoroti oleh Polri.

Hal tersebut tertuang dalam Surat Telegram (TR) ST/1100/IV/HUK.7.1./2020 yang ditandatangani oleh Kabareskrim Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Telegram ditandatangani pada Sabtu (4/4).

"Iya, benar (TR tersebut, Red)," kata Keala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Argo Yuwono kepada media, Minggu (5/4/2020).

Baca: Sederet Fakta Siswi SD Dicabuli Siswa SMA Saat Dini Hari, Keluarga Panik Korban Tak Ada di Kamar

Baca: Organda: Virus Corona Bikin Omset Pengusaha Bus Terjun Bebas

Baca: 29 Napi Rutan Kelas IIB Negara, Jembrana, Bali Dirumahkan

Dalam TR tersebut dijelaskan, pihak Polri akan menggelar patroli siber. Adapun dua hal pertama yang akan diawasi ketat di tengah Corona adalah berita bohong atau hoaks terkait virus corona dan penghinaan terhadap presiden dan pejabat pemerintah.

"Penghinaan kepada penguasa/presiden dan pejabat pemerintah sebagaimana dimaksud pasal 207 KUHP," jelas isi TR tersebut.

Yang paling terakhir, polisi akan mengawasi ketat praktik penipuan penjualan alat kesehatan melalui platform daring. Mulai dari masker, alat pelindung diri, antiseptik, obat-obatan dan disinfektan sebagaimana dimaksud Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) UU ITE.

Atas dasar itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan penyedia jasa internet untuk menggelar patroli. Ia juga mengharapkan seluruh jajaran untuk melaksanakan imbauan tersebut.

"Laksanakan patroli siber untuk monitoring perkembangan situasi serta opini di ruang siber dengan sasaran penyebaran hoax terkait Covid-19, hoax terkait kebijakan pemerintah dalam mengantisipasi penyebaran virus Corona dan penghinaan terhadap penguasa/presiden dan pejabat pemerintah dan praktik penipuan penjualan online alat kesehatan. Laksanakan penegakan hukum secara tegas," tulis TR tersebut.

Awasi Kafe dan Warung Kopi

Sementara di Jakarta, Polda akan mengawasi warung kopi hingga kafe yang sering jadi tempat kerumuman warga.

Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, pihaknya akan memulai menggelar kegiatan patroli rutin setiap malam agar warga mematuhi peraturan tentang kekarantinaan kesehatan.

Patroli akan mulai dilakukan setiap jam delapan malam serentak di wilayah hukum Polda Metro Jaya.

"Setiap malam jam 8 apel di Polda Metro Jaya," kata Yusri kepada Tribunnews.com, Minggu (5/4/).

Ia mengatakan, patroli akan difokuskan ke tempat yang dianggap masih kerap melakukan kegiatan keramaian.  Di antaranya, warung kopi hingga kafe yang biasa menjadi tempat berkumpulnya warga.

"Tempat yang masih adanya orang sering berkumpul. Warung, cafe untuk ngopi dan sebagainya," katanya. 

Warga yang enggan mematuhi peraturan tentang kekarantinaan kesehatan, kata Yusri, diancam hukuman penjara 1 tahun.

Dia mengatakan, peraturan itu juga termasuk masyarakat yang enggan mematuhi tentang pelarangan keramaian. "Ancamannya 1 tahun (penjara, Red)," kata Yusri kemarin.

Yusri menambahkan, aturan tersebut termaktub dalam pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 yang mengatur sanksi bagi mereka yang tidak taat terhadap karantina wilayah. Selain diancam penjara, pelaku juga bisa didenda maksimal Rp 100 juta.

Namun demikian, ia mengatakan, pelaku yang melanggar tidak akan dilakukan penahanan. "Tidak ditahan, ancamannya kan di bawah 5 tahun," pungkasnya.

Dikritik LBH

LBH Jakarta mengkritik tindakan Kepolisian Polda Metro Jaya yang melakukan penangkapan terhadap 18 warga yang diduga tidak mematuhi imbauan tentang pembatasan sosial berskala besar pada Jumat (2/4//2020) malam.

Dalam penangkapan itu, polisi mengacu pada pasal 93 UU nomor 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan dan/atau Pasal 218 KUHP.

Pengacara publik LBH Jakarta Rasyid Ridha mengatakan, penangkapan tersebut adalah tindakan sewenang-wenang dan tidak berdasar hukum. Pasalnya, penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dengan PSBB sampai hari ini belum berlaku.

"Oleh karenanya Kepolisian belum memiliki kewenangan menerapkan sanksi pidana dengan merujuk ketentuan Pasal 93 tersebut," kata Rasyid kepada awak media, Minggu (5/4).

Sedangkan, penerapan Pasal 218 KUHP harus merujuk kepada orang yang berkerumun untuk tujuan mengacau (volksoploop). Sebaliknya, aturan tersebut bukan untuk orang berkerumun yang tentram dan damai. 

"Jadi sebetulnya, sampai detik ini tidak ada kebijakan yang berubah dari pemerintah untuk tangani Covid-19 selain sebatas himbauan atau maklumat Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk melakukan sosial (pysical) distancing.

Harus dipahami bahwa himbauan atau maklumat tidak memiliki kekuatan hukum yang bisa menjadi dasar sanksi pemidanaan," kata Rasyid.

Menurutnya, tindakan kepolisian yang melakukan tindakan hukum pidana terhadap masyarakat adalah tindakan yang tidak berdasar.

Terhadap masyarakat yang dirugikan akibat tindakan sewenang wenang kepolisian sebagaimana hal di atas berhak menempuh upaya hukum. 

LBH juga mendesak kepada pemerintah maupun jajaran aparat penegak hukum untuk berhati-hati dan tidak menggunakan pasal karet pidana kekarantinaan kesehatan yang berpotensi mengkriminalisasi warga di tengah-tengah situasi wabah pandemi COVID-19. 

"Hal ini dikarenakan aturan pasal pidana tersebut dari segi rumusan norma hukumnya bermasalah, bersifat karet, dan berpotensi sewenang-wenang," ujarnya. (igman/tribunnetwork/cep)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved