Selasa, 30 September 2025

Virus Corona

Prof Syarifuddin Tippe: Tanggulangi Virus Corona Harus Gunakan Strategi Pertahanan Semesta

Ancaman virus Covid-19 lebih tepat jika dianggap sebagai ancaman pertahanan non-militer.

Penulis: Choirul Arifin
WARTA KOTA/WARTA KOTA/Nur Ichsan
Kendaraan ambulance hilir mudik memasuki Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta membawa pasien Covid-19, Kamis (26/3/2020). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Prof. Dr. Syarifuddin Tippe berpendapat, untuk menanggulangi wabah virus corona yang saat ini korban dan penyebarannya makin meluas, sudah saatnya pemerintah menerapkan strategi pertahanan semesta.

Yakni strategi penanganan virus corona yang diterapkan total, terpadu, terarah dan berkelanjutan mengacu pad blueprint Strategi Pertahanan Semesta (Undang-Undang RI Nomor 3, Tahun 2002).

Dia mengatakan, sejatinya strategi ini dapat direalisasikan untuk memberi penguatan kepada dua keputusan strategis pemerintah RI.

Staf Pengajar Ilmu Manajemen Strategis pada Program Studi Ilmu Manajemen Pascasarjana UNJ ini mengatakan, dua keputusan strategis tersebut adalah:

Pertama, pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 pada 14 Maret 2020, yang diketuai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Baca: Bocoran Percakapan Menhan Prabowo dengan Ajudannya, Lockdown Opsi Terbaik!

Kedua: terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun, tanggal 22 Maret 2020, tentang Refocusing Kegiatan, Relokasi Anggaran serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19.

Baca: Rincian 28 Kereta Jarak Jauh yang Dibatalkan Perjalanannya Mulai 1 April

Prof. Dr. Syarifuddin Tippe menyatakan, untuk mencegah berlangsungnya ancaman Covid-19 secara berkepanjangan, Syarifuddin Tippe memberikan catatan analisis sebagai masukan untuk penguatan keputusan stratejik yang sudah dilakukan pemerintah.

Baca: Cegah Corona Masuk Sumbar, Bus PO MPM Berhenti Beroperasi, Uang Tiket Dikembalikan

Pertama, konten tentang alasan Jokowi yang enggan untuk menggunakan istilah krisis, dengan alasan untuk mencegah kepanikan masyarakat.

Baca: Di Kota Padang, Bule Dicegah Masuk Pasar Tradisional demi Waspadai Pandemi Corona

Pada tataran nasional, dia mengatakan alasan Jokowi tersebut dapat dibenarkan. Namun  dari kacamata internasional, tentu saja pihak WHO secara komprehensif, lebih melihat pada keterbukaan negara-negara lain dalam penanganan Covid-19 di wilayah negara masing-masing.

Hal demikian memicu kesenjangan informasi, antara kepentingan nasional dan internasional tentang keterbukaan.

"Kesenjangan tersebut dijadikan peluang oleh sekelompok aktor / node yang kemudian membentuk jaringan hoax ataupun jaringan “kepentingan” yang mengeksposnya sebagai kesalahan pemerintah RI," ujarnya.

Jaringan hoax tersebut pada dasarnya memanfaatkan ke’awam’an masyarakat yang mudah percaya sehingga mudah terprovokasi.

Kedua, keputusan strategis yang ditetapkan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo disebut sebagai “Bencana non-alam”. "Dari segi etimologis, non-alam sama dengan “buatan”, yang kemudian dapat diartikan bencana buatan," ujarnya.

"Pertanyaannya, siapa yang membuat Covid-19, apakah dibuat secara individual, institusional atau organisasional atau bahkan negara? Jawaban dari pertanyaan tersebut, boleh jadi benar secara common sense menurut persepsi tertentu, misalnya dari sudut pandang intelijen," ungkapnya lagi.

Dia mengatakan, secara akademis, tidak tersedia cukup data dan fakta untuk mempertanggungjawabkan sebuah pernyataan bahwa Covid-19 adalah bencana buatan. “Dengan demikian, perlu ditinjau ulang, istilah bencana non-alam.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved