Moeldoko: Masalah Ketersediaan Lahan Jadi Tantangan Sektor Pertanian
Ketua Umum HKTI, Moeldoko, mengatakan bahwa salah satu tantangan besar pertanian saat ini adalah menyangkut masalah ketersediaan lahan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum HKTI, Moeldoko, mengatakan bahwa salah satu tantangan besar pertanian saat ini adalah menyangkut masalah ketersediaan lahan.
Menurut Moeldoko, secara makro sektor pertanian adalah penyumbang GDP terbesar di kawasan Asia dan menjadi bagian strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan Asia.
Namun, seiring dengan perkembangan industri dan perubahan iklim, lahan pertanian di kawasan Asia terus menyusut.
Baca: BREAKING NEWS: 2 Laga Liga Champions Ditunda: Manchester City vs Real Madrid dan Juventus vs Lyon
Baca: Kapal Pesiar MV Columbus Dijadwalkan Singgah di Semarang, Dinkes Akan Periksa Ketat Jika Berlabuh
Dalam Rural Development and Food Security Forum 2019 yang digelar Asian Development Bank (ADB) di Manila, Filipina, Oktober 2019, mengungkapkan lahan pertanian menyusut hingga 44%. Kondisi ini mengancam produksi pangan Asia.
Padahal ADB menyebut sebanyak 822 juta orang di muka bumi masih berada dalam kondisi tidak aman pangan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 517 juta orang (62,89%) berada di kawasan Asia dan Pasifik.
Mengutip data BPS, Moeldoko menyebutkan bahwa di Indonesia sendiri penyusutan lahan terjadi secara signifikan setiap tahunnya. Menurutnya, hampir 120 ribu hektar lahan berubah fungsi setiap tahunnya.
Khusus Indonesia, selain penyusutan lahan kita memiliki lima persoalan pertanian lainnya. Pertama adalah pemilikan lahan petani yang rata-rata hanya 0,2 hektar dan kondisi tanah yang sudah rusak. Kedua, aspek permodalan. Ketiga, lemahnya manajemen petani. Keempat, minimnya penguasaan teknologi dan inovasi. Dan, kelima adalah penanganan pasca panen.
Pada kesempatan itu, Moeldoko menyinggung tentang kebiasaan umumnya petani yang sering latah dalam menanam. Mereka sering latah menanam tanaman yang sedang tinggi harganya di pasaran.
Ini justru sering merugikan petani pada jangka panjang. “Hal ini berkaitan juga dengan lain masih lemahnya kita mengelola permintaan dan penawaran harga komoditas, sehingga pada saat-saat tertentu harga yang sedang panen selalu turun karena kelebihan pasokan,” kata dia dalam keterangannya, Kamis (12/3).
Masalah lain adalah tingkat produksi kita belum optimal. Namun semua tantangan tersebut bukan berarti menjadi justifikasi berkurangnya produksi. Dengan inovasi dan teknologi kita harus mampu melipatgandakan produksi pangan dan pertanian nasional.
Produktivitas pertanian nasional penting ditingkatkan untuk menjaga ketahanan dan kemandirian pangan, sehingga kita memiliki kedaulatan pangan yang kuat dan tidak perlu lagi mengimpor. Bahkan sebaliknya mampu menjadi pengekspor guna menambah devisa negara dari hasil produk pertanian.
Moeldoko menyebutkan bahwa Pembukaan Asian Agriculture and Food Forum (ASAFF) 2020 berlangsung di Istana Negara, Jakarta, 12 Maret 2020 oleh Presiden Joko Widodo menjadi forum pertemuan stakeholders pertanian untuk membahas isu-isu strategis pertanian di kawasan Asia dan membangun kerjasama Government to Govverment (G2G) dan Business to Business (B2B) dalam kebijakan pertanian, budidaya pertanian, teknologi pertanian, dan bisnis sektor pertanian, dalam arti luas pertanian, perikanan, peternakan.
Melalui forum ASAFF, Indonesia juga ingin mengembalikan kejayaan rempah nasional dan buah-buah tropikal Nusantara. Sejak dulu Indonesia dikenal dengan kekayaan rempahnya di dunia, namun potensi rempah tersebut belum dikembangkan secara strategis menjadi salah satu kekuatan ekonomi pertanian nasional yang dapat merajai pasar dunia, khususnya Asia.
Komitmen tersebut tertuang dalam Nota Kesepahaman antara HKTI dan International Business Association (IBA) tentang Kemitraan Strategis Bidang Pertanian Sektor Pangan, Hortikultura, Teknologi dan Pendidikan.
"Langkah taktis tersebut dilaksanakan sebagai bagian dari strategi HKTI menembus pasar internasional bagi promosi dan pemasaran hasil pertanian Indonesia di mancanegara," kata Muldoko.