Tagihan Imam Nahrawi Gelar Acara dan Pelesiran ke Pulau Seribu Capai Rp 244 Juta
Fasilitas kunjungan dinas Imam Nahrawi ke Kepulauan Seribu itu menelan biaya hingga ratusan juta rupiah.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yuyun Sulistyawati, istri Miftahul Ulum, mengungkap mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi kerap menyelenggarakan acara dan pelesiran ke Kepulauan Seribu.
Fasilitas kunjungan dinas Imam Nahrawi ke Kepulauan Seribu itu menelan biaya hingga ratusan juta rupiah.
Hal ini terungkap di tagihan kartu kredit sebesar Rp 244.285.682 atas nama Miftahul Ulum, asisten pribadi Imam Nahrawi.
Yuyun memberikan keterangan untuk Imam Nahrawi, terdakwa kasus suap pemberian dana hibah KONI, yang sidangnya digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (21/2/2020).
Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) atas nama Yuyun Sulistyawati.
Baca: Terungkap, Eks Menpora Imam Nahrawi Minta Honor Satlak Prima di Lapangan Bulutangkis
"Ada satu bundel dokumen kertas kuning penggunaan kartu kredit Ulum totalnya Rp 244.285.682. Ini tagihan kartu kredit Bank Mandiri atas nama Miftahul Ulum, lembar laporan fasilitasi kunjungan dinas Menpora, nota Pelangi Island dan invoice Seribu Marine. Dapat saya jelaskan, bahwa benar lembar tagihan kartu kredit sebagaimana dokumen tersebut merupakan lembar tagihan kartu kredit milik suami saya," katanya.
Tagihan itu tercantum di laporan fasilitas kunjungan dinas Imam Nahrawi ke Kepulauan Seribu. Sementara itu, dokumen itu dibuat staf protokoler Imam Nahrawi.
Yuyun merupakan mantan asisten pribadi dari istri Imam Nahrawi, Shobibah Rohmah. Dia mengaku pernah diajak suaminya menggunakan Kapal Sea Leader Marine ke Kepulauan Seribu pada Februari 2016.
Kunjungan pada saat itu, Yuyun mendampingi Shobibah Rohmah, istri Imam Nahrawi.
"Pernah, (terakhir,-red) Desember waktu OTT," tuturnya.
Pada saat dikonfirmasi soal tagihan kartu kredit, Yuyun tak mengetahui ada tagihan sebesar itu dari kartu kredit suaminya.
"Mohon maaf, saya tidak tahu," ujarnya.
Baca: Imam Nahrawi Didakwa Terima Suap Rp 11,5 Miliar
Untuk diketahui, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi menerima hadiah berupa uang seluruhnya sejumlah Rp 11,5 Miliar.
Uang puluhan miliar itu diberikan Ending Fuad Hamidy, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan Johnny E Awuy, Bendahara Umum KONI untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan Bantuan Dana Hibah yang diajukan oleh KONI Pusat kepada Kemenpora Tahun Kegiatan 2018.
Imam Nahrawi didakwa bersama-sama dengan Miftahul Ulum, selaku Asisten Pribadi MENPORA RI (Penuntutan dilakukan secara terpisah), pada kurun waktu antara bulan Januari 2018 sampai dengan bulan Juni 2018.
Penerimaan suap itu terkait Proposal Bantuan Dana Hibah Kepada Kemenpora RI dalam Rangka Pelaksanaan Tugas Pengawasan dan Pendampingan Program Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional Pada Multi Event 18th Asian Games 2018 dan 3rd ASIAN PARA GAMES 2018.
Dan terkait Proposal Dukungan KONI Pusat Dalam Rangka Pengawasan dan Pendampingan Seleksi Calon Atlet dan Pelatih Atlet Berprestasi Tahun Kegiatan 2018.
Perbuatan Terdakwa merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Baca: Imam Nahrawi Bakal Nyanyi Soal Pemberian Dana Hibah KONI di Sidang Tipikor
Selain itu, Imam Nahrawi didakwa menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp 8,6 Miliar. Pemberian gratifikasi itu didapat dari sejumlah pihak.
Diantaranya terdapat gratifikasi sejumlah Rp 2 Miliar sebagai pembayaran jasa desain Konsultan Arsitek Kantor Budipradono Architecs. Uang itu bersumber dari Lina Nurhasanah, Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (PRIMA) Kemenpora RI periode tahun 2015 sampai dengan 2016.
Selain itu, di surat dakwaan dibeberkan pemberian gratifikasi Rp 300 Juta dari Ending Fuad Hamidy, Sekretaris Jenderal KONI Pusat, uang sejumlah Rp 4.9 Miliar sebagai uang tambahan operasional Menpora RI.
Lalu, uang sejumlah Rp 1 Miliar dari Edward Taufan Pandjaitan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Program Satlak PRIMA Kemenpora RI Tahun Anggaran 2016 sampai dengan 2017 yang bersumber dari uang anggaran Satlak PRIMA dan uang sejumlah Rp 400 Juta dari Supriyono,BPP Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) periode tahun 2017 sampai dengan tahun 2018 yang berasal dari pinjaman KONI Pusat.
Perbuatan Terdakwa tersebut merupakan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12B ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.