Harun Masiku Buron KPK
Kenapa Buronan-buronan Indonesia Pilih Sembunyi di Singapura?
Selain dikenal sebagai negara pelesiran dan surga belanja di Asia, Singapura dikenal juga menjadi tempat langganan kabur buronan Indonesia.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selain dikenal sebagai negara pelesiran dan surga belanja di Asia, Singapura dikenal juga menjadi tempat langganan kabur buronan Indonesia.
Sejumlah buronan koruptor pernah menjadikan negara itu sebagai tempat persembunyian.
Sudah lama, pemerintah Republik Indonesia mengupayakan pengesahan perjanjian ekstradisi dengan Negeri Singa itu.
Namun sampai hari ini, perjanjian ekstradisi kedua negara belum juga terealisasi.
Baca: Abraham Samad Komentari soal KPK Gagal Geledah Kantor PDIP: RUU Nyata Lemahkan Pemberantasan Korupsi
Ekstradisi merupakan sebuah proses formal di mana seorang tersangka kriminal ditahan suatu pemerintah diserahkan kepada pemerintahan lain untuk menjalani persidangan.
Atau, dengan kata lain kedua negara dapat saling membantu memberantas kejahatan, di mana salah satu negara mencari pelaku kejahatan di antara kedua negara itu.
Di dalam negeri sendiri, ketentuan mengenai ekstradisi diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1979.
Indonesia tercatat telah mengadakan perjanjian ekstradisi dengan enam negara, yakni Malaysia, Filipina, Thailand, Australia, Hong Kong, serta Korea Selatan.
Baca: Update Harun Masiku Jadi Buronan KPK: Sudah Berada di Luar Negeri Dua Hari sebelum OTT
Sementara dengan Singapura belum diratifikasi.
Hal tersebut, disampaikan Plt Juru Bicara Kemlu Teuku Faizasyah pada Senin (13/1/2020).
"Indonesia sudah pernah menyelesaikan perjanjian ekstradisi dengan Singapura. Namun belum diselesaikan proses ratifikasinya oleh DPR."
"Dari situ memang proses internal domestik kita belum selesai. Jadi kita dari sisi itu kita belum bisa memberlakukan ektradisi karena belum diratifikasi," kata Teuku Faizasyah saat dihubungi Tribun.
Menurut dia, mengadakan perjanjian ekstradisi bukan perkara mudah bagi kedua negara.
Banyak kendala dan masalah yang ditemui.
Baca: Update Harun Masiku Jadi Buronan KPK: Sudah Berada di Luar Negeri Dua Hari sebelum OTT
Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura sendiri dimulai proses diplomasinya sejak tahun 1973.
Pada 2007 baru terlaksana, tetapi belum diratifikasi sampai hari ini.
"Proses internal kita belum selesai karena waktu itu, di era jaman Presiden SBY periode pertama (tahun 2007). Banyak perbedaan pendapat didalam negeri sehingga belum bisa diratifikasi," ungkap dia.
Kasus teranyar menyeret buronan KPK, Harun Masiku.
Politikus PDIP tersebut tercatat pergi ke Singapura sejak 6 Januari 2020.
Harun Masiku merupakan tersangka kasus suap terkait proses pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI terpilih dari Fraksi PDIP periode 2019-2024.
Minta bantuan interpol
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bakal memburu caleg PDIP Harun Masiku yang telah menyandang status tersangka kasus dugaan suap terkait penetapan PAW anggota DPR.
Ditjen Imigrasi menyebut Harun Masiku telah meninggalkan Indonesia dan terbang ke Singapura melalui Bandara Soekarno-Hatta pada 6 Januari 2020.
Dengan demikian, Harun Masiku telah berada di Singapura dua hari sebelum Lembaga Antikorupsi melancarkan operasi tangkap tangan (OTT) dan menangkap Komisioner KPU Wahyu Setiawan serta tujuh orang lainnya pada Rabu (8/1/2020) lalu.
Baca: Kejaksaan Agung Selidiki 55.000 Transaksi Terkait Kasus Jiwasraya
Dalam upaya mengejar Harun Masiku yang melarikan diri ke Singapura, KPK bakal berkoordinasi dengan Polri untuk meminta bantuan Interpol.
"Kami akan segera berkoordinasi dengan Polri untuk meminta bantuan NCB Interpol," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat dikonfirmasi, Senin (13/1/2020).
Baca: Update Harun Masiku Jadi Buronan KPK: Sudah Berada di Luar Negeri Dua Hari sebelum OTT
Ghufron meyakini, pihaknya bersama kepolisian dan Interpol dapat membekuk Harun Masiku.
"Saya kira untuk penjahat koruptor tidak akan sulit ditemukan," kata Ghufron.
Belum ada catatan kembali ke Indonesia
Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM menyebut belum ada catatan mantan calon anggota legislatif dari PDI Perjuangan Harun Masiku kembali ke Tanah Air.
"Hingga hari ini belum ada data kembali ke Indonesia," ujar Kepala Bagian Humas dan Umum Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham Arvin Gumilang kepada Tribunnews.com, Senin (13/1/2020).
Data terakhir yang dimiliki Ditjen Imigrasi adalah ketika itu Harun Masiku tercatat meninggalkan Indonesia ke Singapura.
Baca: Djarot Enggan Beberkan Pertimbangan PDIP Inginkan Harun Masiku Duduk di DPR Ketimbang Riezky Aprilia
Harun Masiku tercatat meninggalkan Indonesia, Senin (6/1/2020) ke Singapura.
Harun Masiku menuju Singapura melalui Bandara Soekarno-Hatta.
"Tercatat keluar Indonesia tanggal 6 Januari 2020 menuju Singapura," jelas Arvin.
Baca: Dibayangi Kasus Suap Wahyu Setiawan, Ini Langkah KPU Hadapi Pilkada 2020
Arvin Gumilang tidak bisa memastikan keberadaan Harun Masiku saat ini, apakah masih berada di Singapura atau tidak.
"Belum tahu, tapi saat keluar tujuannya ke Singapura. Pergerakan setelahnya kita tidak bisa pantau," ucapnya.
Menurut Arvin, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga belum mengirimkan surat permintaan pencegahan terhadap Harun Masiku dan pihak lainnya yang terlibat dalam kasus dugaan suap pengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR dari Fraksi PDIP Nazarudin Kiemas.
Baca: KPU Sudah Berikan Surat Pengunduran Wahyu Setiawan ke Jokowi
"Kalau permintaan secara administrasi untuk pencegahannya belum kami terima," ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyatakan keberadaan caleg PDIP memang sedang di luar negeri.
"Dengan imigrasi kita sudah koordinasi. Info yang kami terima malah memang sejak sebelum adanya tangkap tangan, yang bersangkutan sedang di luar negeri," kata Ghufron.
KPK telah menetapkan Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebagai tersangka.
Tiga tersangka lainnya adalah Agustiani Tio Fridelina (eks anggota Bawaslu/caleg PDIP) selaku orang kepercayaan Wahyu; dan dua orang yakni kader PDIP, Harun Masiku dan Saeful, selaku penyuap.
Baca: Enggan Bocorkan Alasan PDIP Ajukan Harun Masiku, Basarah: Pertimbangan itu Jadi Rahasia Kami
Wahyu Setiawan diduga menerima suap dari Saeful dan Harun Masiku.
Diduga, suap diberikan agar Harun bisa ditetapkan menjadi anggota DPR melalui mekanisme penggantian antar waktu (PAW).
Harun merupakan caleg PDIP dari dapil Sumsel I yang menempati posisi 6 dalam Pileg 2019 lalu.
Namun, berbekal putusan gugatan MA, Harun meminta KPU menetapkan dirinya.
Diduga, suap untuk memperlancar hal tersebut.
Wahyu diduga meminta uang Rp 900 juta terkait hal tersebut.
Ia diduga sudah menerima Rp600 juta yang diberikan dalam dua tahap.
Uang diberikan melalui Agustiani Tio Fridelina, caleg PDIP yang juga merupakan orang kepercayaan Wahyu.
Kasus ini terungkap melalui operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 8 Januari 2020.
Wahyu, Agustiani, Saeful, dan Harun sudah dijerat sebagai tersangka.
Khusus Harun, ia tak ikut ditangkap KPK.
Ia pun diminta segera menyerahkan diri.