Rabu, 1 Oktober 2025

Ini Rincian Dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang Emirsyah Satar

Upaya itu dilakukan dengan cara menyembunyikan atau menyamarkan hasil tindak pidana korupsi berkaitan dengan jabatan terdakwa sebaga

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar usai menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/12/2019). Jaksa Penuntut Umum KPK mendakwa yang bersangkutan menerima suap dari mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedarjo terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Emirsyah Satar, mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia melakukan tindak pidana pencucian uang.

Upaya itu dilakukan dengan cara menyembunyikan atau menyamarkan hasil tindak pidana korupsi berkaitan dengan jabatan terdakwa sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia dalam pengadaan pesawat dan mesin berserta perawatannya.

Pengadaan pesawat dan mesin berserta perawatannya dari pabrikan yaitu Airbus SA, Roll Royce Plc dan Avions de transport régional (ATR) melalui intermediary Connought International Pte Ltd dan PT. Ardhyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedarjo serta dari Bombadier Canada melalui Hollingsworld Management International Ltd Hongkong yang didirikan Soetikno Soedarjo.

"Sebagai orang yang melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan berupa perbuatan yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi, Wawan Yunarwanto, saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (30/12/2019).

Baca: Sisi Asih Layangkan Somasi Kepada Farhannisa Suri yang Bongkar Isi Percakapannya dengan Seorang Pria

Baca: Mantan Dirut Garuda Emirsyah Satar Didakwa Terima Suap Rp 46,3 Miliar

Baca: Isi Chatnya Disebar Oleh Finalis Puteri Indonesia, Reaksi Sisi Asih Meradang, Lagian Sudah Mantan!

Sehingga untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usulnya, JPU pada KPK mengungkapkan harta kekayaan tersebut ditempatkan atau di transfer, dialihkan, dibelanjakan atau dibayarkan atas nama pihak lain.

Serangkaian upaya itu berupa mentransfer uang menggunakan rekening atas nama Woodlake International Limited (selanjutnya disebut Woodlake International) di Union Bank Of Switzerland (UOB) ke rekening Mia Badilla Suhodo di HSBC untuk kemudian di transfer ke rekening atas nama Sandrina Abubakar di Bank Central Asia, dan Eghadana Rasyid Satar di Commonwealth Bank of Australia.

Membayarkan (pelunasan) uang hasil tindak pidana untuk pelunasan hutang kredit di PT Bank United Overseas Bank ( UOB) Indonesia berdasarkan Akta Perjanjian Kredit Nomor 174.

Membayarkan yaitu menggunakan sejumlah rekening di beberapa bank untuk pembayaran biaya renovasi rumah di jalan Pinang Merah II Blok SK Persil nomor 7 dan Persil no 8.

Membayarkan Pembelian apartemen Unit 307 di 05 Kilda Road, Melbourne Australia.

Menempatkan rumah di jalan Rubi Blok G No.46, Jakarta Selatan untuk jaminan memperoleh kredit dari PT. Bank UOB Indonesia sebesar USD.840.000 sebagaimana Akta Perjanjian Kredit Nomor 174 antara PT UOB Indonesia dan Terdakwa.

Menitipkan sebesar USD.1,458.dalam rekening Woodlake International di UBS nomor rekening 153029 ke rekening milik Soetikno Sudardjo di Standard Chartered Bank nomor 0374000735.

Mengalihkan kepemilikan satu unit apartemen yang terletak di 48 Marine Parade Road #09-09 Silversea, Singapore 449306 kepada Innospace Invesment Holding.

"Yang diketahui atau patut dapat diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi
dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal–usul harta kekayaan yaitu terdakwa mengetahui atau patut dapat menduga harta kekayaannya tersebut merupakan hasil tindak pidana korupsi berkaitan dengan jabatan Terdakwa selaku Direktur Utama PT. Garuda Indonesia," kata JPU pada KPK.

Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menggelar sidang perdana kasus suap pengadaan proyek di PT Garuda Indonesia yang menjerat terdakwa Emirsyah Satar, Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia.

Emirsyah Satar, didakwa menerima suap pengadaan proyek di PT Garuda Indonesia dari pihak Rolls-Royce Plc, Airbus, Avions de Transport Régional (ATR) melalui PT Ardyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedarjo, dan Bombardier Kanada.

JPU pada KPK menjelaskan suap diberikan karena Emirsyah memilih pesawat dari tiga pabrikan dan mesin pesawat dari Rolls Royce untuk Garuda Indonesia dalam kurun 2009-2014, yaitu:

Total Care Program (TCP) mesin Rolls Royce (RR) Trent 700, pengadaan pesawat Airbus A330-300/200, pengadaan pesawat Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia, pesawat Bombardier CRJ1.000, dan pengadaan pesawat ATR 72-600

Emirsyah diduga menerima suap mencapai Rp 46,3 miliar dengan mata uang berbeda. Adapun, rincian mata uang tersebut, yakni Rp 5.859.794.797, USD 884.200 atau setara Rp 12.321.327.000 (1 USD= Rp 13.935), EUR 1.020.975 atau setara Rp 15.910.363.912 (1 EUR= Rp 15.583), dan SGD 1.189.208 atau setara Rp 12.260.496.638 (1 SGD= Rp 10.309).

Perbuatan tindak pidana itu dilakukan
bersama-sama Hadinata Soedigno dan Agus Wahjudo. Mereka telah mengntervensi pengadaan di PT Garuda Indonesia, yaitu pengadaan pesawat.

Mereka merupakan anak buah Emirsyah saat menjabat sebagai direktur utama pada tahun 2009. Pada saat itu, Agus Wahjudo menjabat Executive Project Manager, sedangkan Hadinoto menjabat Direktur Teknik Executive Vice President Engineering.

Atas perbuatan itu, Emirsyah disebut melanggar Pasal 12 huruf b atau 11 Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved