Sabtu, 4 Oktober 2025

Jokowi Beri Grasi pada Terpidana Korupsi Alih Fungsi Lahan di Riau, Jubir KPK: Kami Cukup Kaget

KPK kecewa dengan pemberian grasi oleh Jokowi kepada Annas Maamun. Menurut jubir KPK, korupsi di sektor kehutanan sudah merugikan lingkungan.

Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Wulan Kurnia Putri
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Terpidana korupsi alih fungsi lahan di Provinsi Riau, Annas Maamun, mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN 

TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi grasi kepada terpidana korupsi alih fungsi lahan di Provinsi Riau, Annas Maamun.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun kecewa saat menerima informasi soal pemberian grasi oleh presiden Jokowi tersebut. 

Dikutip Tribunnews.com dari Kompas TV, Juru bicara KPK, Febri Diansyah menyebut pihaknya kaget dengan informasi yang diterima, namun secara kelembagaan KPK akan tetep menghargai keputusan presiden.

"Kami cukup kaget tetapi bagaimana pun juga secara kelembagaan KPK menghargai kewenangan presiden," ungkap Febri, seperti yang ditayangkan Kompas TV, Selasa (26/11/2019).

Juru Bicara KPK itu berharap pemberian grasi tak berdampak pada kasus suap alih fungsi lahan hutan yang hingga kini masih ditangani KPK.

Pasalnya, menurut Febri, Annas Maamun diproses untuk tiga perkara.

Dua perkara di antaranya yaitu terkait dengan korupsi di sektor kehutanan.

"Kami cukup kaget mendengar informasi tersebut karena saudara Annas Maamun ini diproses untuk sejumlah perkara." 

"Untuk perkara itu saja ada tiga dakwaan kumulatif yang diajukan, dua di antaranya terkait dengan korupsi di sektor kehutanan," jelasnya. 

Febri menyebutkan, kasus Annas Maamun merupakan kasus korupsi yang berada di dua sektor sekaligus.

"Pertama kasus suap itu sendiri, kedua sektor kehutanan," terangnya.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah
Juru Bicara KPK Febri Diansyah (KOMPAS.COM/Ardito Ramadhan D)

Menurut Febri, resiko dan kerugian dari tindak pidana korupsi di sektor kehutananan ini tidak sekadar berpengaruh pada kerugian negara maupun pihak-pihak tertentu saja.

Tindak pidana korupsi di sektor kehutanan juga merugikan lingkungan.

"Kalau kita mempelajari banyak kasus korupsi di sektor kehutanan, sebenarnya resiko dan kerugiannya bukan sekadar pada kerugian negara, pihak-pihak tertentu, tapi ada resiko kerugian terhadap lingkungan itu sendiri," jelas Febri.

Karena itu, Febri mengaku pihaknya merasa kaget dengan adanya grasi tersebut.

Dilansir dari Kompas TV, mantan Gubernur Riau Annas Maamun, terjerat kasus korupsi alih fungsi lahan di provinsi Riau senilai 5 miliar rupiah.

Annas Maamun divonis hukuman enam tahun penjara dan didenda Rp 200 juta di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung pada tahun 2015.

Dirinya sempat mengajukan banding di Mahkamah Agung (MA) namun ditolak.

Hukumannya, yang semula enam tahun, diperberat menjadi tujuh tahun.

Dengan adanya grasi, Anas Maamun akan menghirup udara bebas pada Oktober 2020.

Annas Maamun Tetap Diwajibkan Membayar Denda

Dikutip dari Kompas.com, Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, Ade Kusmanto mengatakan, grasi tersebut ditetapkan pada 25 Oktober 2019.

"Bahwa memang benar, terpidana H Annas Maamun mendapat grasi dari Presiden berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 23/G Tahun 2019 tentang Pemberian Grasi, tanggal ditetapkan tanggal 25 Oktober 2019," kata Ade dalam siaran pers, Selasa (26/11/2019).

Menurut penjelasan Ade, Annas Maamun mendapat grasi berupa pemotongan masa hukuman selama satu tahun.

Artinya, Annas hanya akan menjalani enam tahun masa hukuman kendati divonis tujuh tahun dalam upaya kasasinya.

Ade menuturkan, Annas Maamun tetap diwajibkan membayar hukuman denda senilai Rp 200 juta yang telah dijatuhkan padanya.

Dengan adanya grasi tersebut, Annas Maamun akan segera keluar dari Lapas Sukamiskin Bandung pada Oktober 2020. 

"Menurut data pada sistem database Pemasyarakatan, bebas awal 3 Oktober 2021, setelah mendapat grasi pengurangan hukuman selama 1 (satu) tahun diperhitungkan akan bebas 3 Oktober 2020, dan denda telah dibayar tanggal 11 Juli 2016," ujar Ade.

Jokowi Diminta Jelaskan Alasan Pemberian Grasi

Sementara itu, dikutip dari Kompas.com, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko menyebutkan, pemberian grasi oleh Presiden Jokowi pada Annas Maamun tak ada manfaatnya.

"Memberikan grasi kepada terpidana korupsi itu tidak memberikan manfaat apa pun kepada upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," ujar Dadang saat dihubungi Kompas.com, Selasa (26/11/2019).

Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia, Dadang Trisasongko
Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia, Dadang Trisasongko (Tribunnews.com/Amriyono)

Menurutnya, pemberian grasi kepada terpidana korupsi justru akan melemahkan semangat pemberantasan korupsi di Indonesia.

Selain itu, Dadang mengatakan, Jokowi harus memberi penjelasan secara terbuka mengenai alasannya memberikan grasi pada Annas.

"Sebaiknya hal demikian disampaikan secara terbuka alasan-alasan pemberian grasi tersebut," kata dia.

Hingga saat ini, Dadang menuturkan, pihaknya belum menerima informasi dari Jokowi terkait alasan pemberian grasi kepada mantan Gubernur Riau tersebut.

Namun, Dadang mengakui bahwa grasi tetap merupakan kewenangan presiden.

"Menurut saya, pemberian grasi kepada terpidana itu memang hak presiden yang konstitusional," ucapnya. 

(Tribunnews.com/Widyadewi Metta) (Kompas.com/Ardito Ramadhan/Achmad Nasrudin Yahya)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved