Kabinet Jokowi
ICW Kritik Jokowi karena Dianggap Kurang Perhatikan Rekam Jejak Menteri Kabinet Indonesia Maju
Pemilihan menteri dalam Kabinet Indonesia Maju bikinan pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin dikritik Indonesia Corruption Watch (ICW).
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemilihan menteri dalam Kabinet Indonesia Maju bikinan pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin dikritik Indonesia Corruption Watch (ICW).
Koordinator Korupsi Politik ICW Donal Fariz, menilai Presiden Jokowi kurang memperhatikan rekam jejak calon menterinya.
"Ini risiko pengisian jabatan strategis tanpa filter yang kuat," ujar Donal Fariz kepada wartawan, Kamis (24/10/2019).
Donal mengatakan seharusnya Jokowi melibatkan lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Direktorat Jenderal Pajak, dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam menelusuri rekam jejak menteri.
Baca: Pujian Puan kepada Menko PMK Muhajir: Beliau Paling Rajin Datang Rapat
Baca: Gubernur NTT Minta Menkominfo Johnny Gerard Plate Blokir Facebook di Indonesia
Baca: Merasa Tak Bersalah, Eks Panitera Pengganti Perkara Saiful Jamil Ajukan Peninjauan Kembali
Sebagaimana diketahui, pelibatan lembaga itu sebetulnya dilakukan Jokowi saat awal pembentukan Kabinet Kerja pada 2014.
Tidak dilibatkannya lembaga-lembaga itu menyebabkan sejumlah menteri yang pernah diperiksa di KPK akhirnya terpilih.
Orang yang pernah diperiksa KPK memang belum tentu terlibat dalam kasus korupsi.
Karena itu, menurut ICW, pelibatan KPK dinilai penting untuk menghilangkan keraguan publik terhadap menteri.
"Pemerintah memulai start yang buruk dalam membentuk kabinet ini," ujar Donal.
Diwartakan sebelumnya, Presiden Jokowi telah melantik 34 menteri untuk kabinet Indonesia Maju.
Sejumlah nama mendapat sorotan karena pernah diperiksa KPK, di antaranya Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dan Menteri Desa Abdul Halim Iskandar.
Nama Zainudin pernah muncul dalam kasus suap sengketa Pemilihan Kepala Daerah Jawa Timur di Mahkamah Konstitusi.
Ketua MK Akil Mochtar diduga pernah meminta uang Rp10 miliar ke Zainudin untuk mengurus sengketa Pilkada.
Zainudin menyatakan percakapan itu hanya gurauan belaka.