Kabinet Jokowi
Perjalanan Panjang Prabowo Subianto Masuk Kabinet: 11 Tahun Oposisi dan 3 Kali Gagal di Pilpres
Keputusan Gerindra untuk masuk dalam pemerintahan disampaikan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto setelah memenuhi panggilan Presiden Joko Widodo.
TRIBUN-VIDEO.COM - Prabowo Subianto resmi didapuk menjadi salah satu menteri dalam Kabinet Jokowi Jilid II.
"Hari ini resmi diminta dan kami siap membantu. Saya beliau izinkan menyampaikan bahwa saya diminta membantu beliau di bidang pertahanan," kata Prabowo Subianto, usai bertemu Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (21/10/2019).
Ya, inilah akhir dari perjalanan panjang Prabowo Subianto dan Partai Gerindra untuk selalu berada di luar kekuasaan dan menjadi oposisi.
Selama 11 tahun menjadi oposisi, Partai Gerindra akhirnya resmi mengumumkan berubah haluan masuk ke dalam pemerintahan (koalisi).
Keputusan Gerindra untuk masuk dalam pemerintahan disampaikan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto setelah memenuhi panggilan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Senin (21/10/2019) sore.
Menurut Prabowo, dirinya diminta oleh Jokowi menjadi menteri di bidang pertahanan.
"Saya baru saja menghadap bapak Presiden yang baru kemarin dilantik."
"Saya bersama Edhy Prabowo kami diminta untuk memperkuat kabinet beliau dan saya sudah sampaikan keputusan kami dari Partai Gerindra apabila diminta kami siap membantu."
Prabowo menyatakan bakal bekerja sekeras mungkin untuk mencapai target yang telah ditetapkan.
Selain dirinya, Prabowo memastikan Edhy Prabowo yang datang bersamanya juga bakal menjabat menteri di Kabinet Jilid II Jokowi.
Namun, posisi apa yang bakal dijabat Edhy akan disampaikan langsung oleh Jokowi saat pengumuman Kabinet pada Rabu nanti.
Bergabungnya Gerindra ke pemerintahan melalui jalan panjang.
Gerindra tercatat tiga kali kalah dalam Pilpres.
Berikut rangkumannya:
1. Berdiri Tahun 2008
Partai Gerindra berdiri pada 6 Februari 2008.
Mengutip laman resmi Partai Gerindra, perumusan Partai Gerindra dimulai Desember pada 2007 oleh sejumlah orang yang membahas anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) partai.
Mereka yakni Fadli Zon, Ahmad Muzani, M. Asrian Mirza, Amran Nasution, Halida Hatta, Tanya Alwi, Haris Bobihoe, Sufmi Dasco Ahmad, Muchdi Pr, Widjono Hardjanto dan Prof Suhardi.
2. Mesra dengan PDIP dan Menjadi Oposisi di 2009
Setahun setelah berdiri, Gerindra mesra dengan PDIP yang menjadi oposisi.
Gerindra dan PDIP kemudian mengusung Megawati-Prabowo dalam Pilpres 2009.
Keduanya bertarung dalam Pilpres melawan calon incumbent Susuilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berpasangan dengan Boediono.
Pilpres 2009 itu diikuti tiga pasnagan Capres yakni Megawati-Prabowo, SBY-Boediono dan Wiranto-Jusuf Kalla.
Sayangnya, dalam Pilpres 2019 itu, Megawati-Prabowo kalah lantaran hanya meraih 26,79 persen suara.
PDIP dan Gerindra sama-sama menjadi oposisi dengan tidak masuk dalam pemerintahan.
3. Berseberangan dengan PDIP dan Menjadi Oposisi 2014
Di Tahun 2014, Gerindra kembali menjadi oposisi.
Hal ini setelah Gerindra gagal memenangkan pasangannya, Prabowo-Hatta Rajasa dalam Pilpres 2014.
Prabowo-Hatta kalah atas Jokowi-Jusuf Kalla yang diusung PDIP bersama sejumlah partai lainnya.