Minggu, 5 Oktober 2025

Kabinet Jokowi

Ketakutan PPP Atas Bergabungnya Gerindra, Demokrat dan PAN ke Koalisi Jokowi

Sekjen PPP Arsul Sani mengingatkan Gerindra, Demokrat dan PAN tak bersikap seperti oposisi, jika masuk koalisi pemerintah.

Editor: Johnson Simanjuntak
Kementan
Pengamat Politik Hendri Satrio. 

Ia pun menilai, sebaiknya satu dari tiga partai itu lebih baik di luar pemerintahan.

Karena kekuatan oposisi terlalu sedikit bila hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang di luar pemerintahan.

Ia pun mengutip hasil riset lima tahun terakhir, bahwa ada sekitar 25 - 30 persen masyarakat yang tidak puas dengan kinerja jokowi.

Itu berarti, imbuh dia, ada 30 persenan potensi oposisi di masyarakat yang perlu diwadahi parpol oposisi di DPR.

"Bila hanya satu partai di luar pemerintahan, itu tidak cukup. Dan itu potensial membuat oposisi di masyarakat berhadapan terus secara langsung dgn pemerintah. Dan itu kurang baik bagi demokrasi," jelasnya.

Jika Gerindra-Demokrat-PAN Gabung Koalisi, PPP Ingatkan Jangan Bersikap Oposisi

Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani tak mempermasalahkan jika Partai Gerindra, Demokrat dan PAN masuk koalisi pemerintah.

Namun, ia mengingatkan ketiga partai tersebut agar tak bersikap seperti oposisi jika nantinya bergabung dalam barisan partai pendukung pemerintahan.

Karena Gerindra, Demokrat dan PAN adalah partai yang tidak mengusung Jokowi-Ma'ruf di Pilpres 2019 lalu.

"Kenapa harus dipermasalahkan? PPP itu cuma memberikan underline saja bahwa kalau masuk dalam pemerintahan jangan berlaku sebagai oposisi, itu saja. Jangan kursinya mau, tapi begitu yang enggak enak, enggak mau, seolah-olah bukan bagian dari koalisi, itu saja," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/10/2019).

Lebih lanjut, ia menilai jika PPP mendapatkan jabatan menteri, itu sebagai penghargaan karena mengusung Jokowi-Ma'ruf.

Namun, penyusunan komposisi menteri merupakan ha prerogatif presiden.

"Tugas parpol itu sebetulnya selesai ketika melakukan pengusungan, selebihnya itu kan hal-hal yang sifatnya politis saja bahwa dalam politik mengusung itu kemudian ada reward-nya, itu iya," ujar Arsul.

"Tapi kemudian kan tidak bisa menurut saya reward itu termasuk membatasi hak seorang presiden yang diberi hak prerogatif itu untuk kemudian ikut menentukan, 'yang ini diambil, yang itu jangan', jangan. Ya itu kita kembalikan saja ke beliau (Jokowi)," ujarnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved