Jumat, 3 Oktober 2025

ICW: Salah Ketik di Draf RUU KPK Bukti Pembahasan Tidak Cermat

ICW menganggap hal ini sekaligus menjadi bukti bahwa UU KPK versi revisi bermasalah sejak awal dibahas.

TRIBUN/IQBAL FIRDAUS
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) memandang kesalahan pengetikan alias typo yang terjadi dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) sebagai bukti proses pembahasan yang dilakukan secara tidak cermat.

ICW menganggap hal ini sekaligus menjadi bukti bahwa UU KPK versi revisi bermasalah sejak awal dibahas.

“Terbukti dari proses formil tidak masuk Prolegnas Prioritas 2019 dan pengesahan tidak memenuhi kuorum anggota DPR RI, substansi bermasalah, KPK tidak pernah dilibatkan dan abai dalam penulisan,” ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana ketika dikonfirmasi wartawan, Senin (7/10/2019).

Kesalahan pengetikan dalam draf revisi tersebut salah satunya terjadi pada Pasal 29.

Aturan tersebut menyatakan syarat usia pimpinan KPK minimal 50 tahun yang tertulis dalam angka.

Baca: Bali United Siap Arungi Laga Panjang di Luar Bali kata Stefano Cugurra

Baca: 12 Orang Jadi Tersangka Kasus Grup WA Pelajar STM/SMK, Polri: Tak Ada yang Ditahan

Baca: Tengok Diary Kecil Kehamilan Irish Bella, Tendangan Pertama dan Ammar Zoni Ajak Bicara Buah Hati

Akan tetapi, dalam kalimat penjelasan yang ditulis dengan format dalam kurung, justru tertulis ‘empat puluh’.

Kesalahan ketik tersebut berdampak pada salah seorang pimpinan KPK terpilih jilid V Nurul Ghufron yang berusia 45 tahun.

Keabsahan terpilihnya Nurul Ghufron menjadi pertanyaan banyak pihak lantaran menabrak regulasi yang diatur dalam UU KPK versi revisi.

Kurnia berpendapat, kesalahan pengetikan ini menimbulkan multitafsir.

Ia menilai alasan memperkuat KPK melalui revisi UU yang kerap digaungkan pemerintah dan DPR hanya sebuah narasi belaka.

“Lagi-lagi kejadian ini kembali membuktikan bahwa DPR dan pemerintah memang tidak pernah serius untuk mengimplementasikan narasi penguatan KPK yang selama ini kerap diucapkan,” ujar dia.

Sehingga, Kurnia pun mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk membatalkan revisi UU KPK.

Ia juga mengingatkan Presiden Jokowi sebagai kepala negara untuk menyelamatkan KPK dari ancaman pelemahan melalui perubahan regulasi dan terpilihnya pimpinan baru yang diduga bermasalah.

“Presiden harusnya peka dengan berbagai rentetan kejadian yang selama ini menimpa KPK. Mulai dari lima Pimpinan KPK baru yang diduga mempunyai banyak persoalan serta regulasi yang dapat mengancam keberadaan KPK,” kata Kurnia.

Sementara Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz beranggapan, penerbitan Perppu perlu dilakukan lantaran terdapat banyak pasal yang keliru dalam revisi UU KPK.

Melalui perppu, dinilainya dapat mengoreksi pasal-pasal yang dinilai bermasalah tersebut.

“Banyaknya pasal yang keliru secara asas dan konsep harusnya dikoreksi salah satunya melalui Perppu,” ujar Donal.

Di sisi lain, Juru Bicara KPK Febri Diansyah ogah berandai-andai jika nantinya Presiden Jokowi batal menerbitkan Perppu terkait revisi UU KPK.

“Terkait Perppu saya kira itu bukan jawaban KPK. Karena sebagaimana kita baca dari pemberitaan akhir-akhir ini, pengajuan surat perppu itu muncul dari teman-teman mahasiswa dan masyarakat yang berharap ada proses koreksi terhadap RUU yang telah dibahas dan disahkan dalam waktu cepat tersebut,” ujar Febri.

Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengatakan pemerintah mengembalikan UU KPK hasil revisi ke DPR.

Alasannya terdapat sejumlah bagian yang salah ketik.

Pemerintah meminta klarifikasi mengenai bagian-bagian yang salah ketik itu.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved