Kamis, 2 Oktober 2025

Eksklusif Tribunnews

Banyak Ranjau di Deputi IV Kemenpora

Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Gatot S Dewa Broto sangat menyayangkan kasus korupsi terjadi di tubuh kementeriannya.

Penulis: Abdul Majid
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) Gatot S Dewa Broto usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/9/2019). Gatot diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Miftahul Ulum dalam kasus dugaan suap dana hibah dari pemerintah terhadap KONI melalui Kemenpora. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

KASUS suap dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) menyeret tersangka baru.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi sebagai tersangka.

Imam diduga menerima uang sebanyak Rp 26,5 miliar sebagai commitment fee atas pengurusan proposal dana hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora pada tahun anggaran 2018.

Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Gatot S Dewa Broto sangat menyayangkan kasus ini terjadi di tubuh kementeriannya.

Gatot menceritakan bagaimana praktik seperti itu bisa terjadi di Kemenpora.

Sebelum menjadi Sesmenpora, Gatot pernah menjabat sebagai deputi IV Kemenpora, pos di mana kasus dana hibah itu terjadi.

Pada Senin (24/9/2019) malam di Kementerian Pemuda dan Olahraga, Jakarta, Gatot S Dewa Broto menceritakan kepada wartawan Tribun Network Abdul Majid secara eksklusif soal praktik-praktik suap dana hibah di posisi deputi IV Kemenpora.

Gatot juga bercerita pengalamannya menghindari godaan dana hibah tersebut.

Tribun: Sebelum menjadi Sesmenpora, Anda pernah menjabat sebagai deputi IV Kemenpora. Berarti Anda tahu tentang dana hibah itu?

Gatot: Ya, ranjau-ranjaunya saya tahu. Makanya, waktu Pak Mulyana menggantikan saya, saya sudah mengingatkan ke Pak Mulyana untuk berhati-hati karena di sana banyak ranjaunya.

Baca: Wisatawan Mulai Resah Berkunjung ke Bali

Saya bisa melewati ranjau itu dengan kesungguhan.

Poin yang saya sampaikan waktu itu, masalah KONI sudah complicated dan saya bilang ini hanya masalah waktu.

Kalau tidak hati-hati itu akan jadi persoalan serius.

Jujur, bukan rahasia lagi waktu itu saya cinta kepada KONI. Ketika saya dilantik oleh Pak Menteri (Deputi IV Kemenpora, red), yang saya kunjungi pertama kali itu bukan PSSI, bukan KOI, walaupun saya dekat dengan Pak Erick (Thohir, red).

Paling awal saya mengunjungi Pak Tono (mantan ketua KONI Tono Suratman, red) dan jajarannya.

Itu sebagai bentuk rasa cinta kami kepada KONI, tapi setelah itu tidak mau terlalu dekat dengan KONI karena, terus terang, yang pernah duduk di sini (Kemenpora, red) hubungannya terlalu dekat.

Ibaratnya di sini jadi kantor kedua KONI. Begitu saya di deputi IV, saya bilang "No way!".

Bahkan ketika jadi Sesmen saya tidak memberikan akses. Ini sebagai bagian alarm saya sudah jalan.

Tribun: Apa yang dimaksud dengan dana hibah itu? Kenapa hal itu bisa terjadi?

Gatot: Ini harus dibedakan terlebih dulu. Dana hibah yang kemarin ke KONI itu sebenarnya tidak boleh terjadi karena itu mengacu pada Perpres 95 Tahun 2017.

Baca: Kelanjutan Kasus Zaenal Abidin, Pemuda NTB Tewas Dianiaya saat Ditilang, 9 Polisi Jadi Tersangka

Perpres itu tentang peningkatan prestasi olahraga nasional.

Perpres itu muncul atas pertimbangan jelang SEA Games 2017 suasana begitu gaduh. Honor terlambat, try out bermasalah, kemudian peralatan bermasalah.

Presiden membayangkan...Saya coba mengonstruksikan pemikiran presiden.

Kalau begini caranya, mungkin nanti Asian Games bakal kerepotan.

Tiba-tiba muncul Perpres 95 itu, ditandatangani tanggal 19 Oktober, mulai berlaku 20 Oktober 2017.

Satlak Prima dihapus. Ada layer birokrasi yang dihilangkan.

Jadi, uang itu langsung ke cabor (cabang olahraga, red) dan itu diatur di Pasal 21.

Kemudian KONI tidak dapat uang. KONI disebut di Pasal 5, tapi di situ KONI disebut membantu menteri.

Tidak ada anak kalimat, anak pasal yang mengatakan ketentuan lebih lanjut tentang pembiayaan atau anggaran terhadap KONI akan diatur lebih lanjut.

Maka itu, bagi cabor nikmat banget, kan. Nah, kejadian hibah yang jadi OTT sebenarnya tidak boleh terjadi.

Perpres 95 melarang dan itu terjadi di injury time bulan Desember.

Tribun: Ke depan, bantuan seperti apa yang akan dilakukan Kemenporan untuk membantu KONI?

Sesmenpora Gatot Sulistiantoro Dewa Broto usai diperiksa KPK terkait suap dana hibah KONI melalui Kemenpora, Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (24/9/2019)
Sesmenpora Gatot Sulistiantoro Dewa Broto usai diperiksa KPK terkait suap dana hibah KONI melalui Kemenpora, Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (24/9/2019) (Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama)

Poinnya, tahun ini tidak ada seperti itu (dana hibah, red) karena itu pelanggaran.

Kedua adalah bukan berarti KONI tidak bisa dibantu pemerintah.

Kami ada anggaran untuk membantu KONI, tapi jangan menggunakan fasilitas dari Perpres 95.

Perpres itu murni uang cabor dan NPC.

Bisa menggunakan yang lain, namun yang jadi masalah ada peraturan menteri keuangan yang menyebut aturan tentang pemberian bantuan kepada KONI itu terlebih dulu dipastikan LPJ tahun sebelumnya, harus 100 persen clear.

KONI memang sudah menyelesaikan LPJ-nya, tapi belum 100 persen, terutama di 2017 dan 2018. Akibatnya, kami kena offside.

Baca: Mahasiswa: Salah Kami Apa Pak, Ditembaki?

Kalau 2019 ini kasih ke mereka tidak pakai Perpres 95, fasilitas Kemenpora saja.

Tribun: Apakah dari pihak KONI pernah berkomunikasi langsung terkait banyak pegawai mereka yang gajinya belum terbayar?

Gatot: Pak Marciano (Ketua Umum KONI Pusat Marciano Norman, red) ingin mendapatkan uang yang disita KPK untuk dibayarkan ke pegawainya, tapi saya sampaikan itu tidak bisa karena anggaran yang sudah digunakan tahun lalu tidak bisa digunakan tahun berikutnya.

Begitu 31 Desember, di kantor manapun, dikunci, tinggal anggaran baru. Baru Pak Marciano mengerti.

Kemudian ada wacana juga ingin menggunakan anggaran LPDUK. Saya bilang tidak semudah itu karena sudah ada kamarnya masing-masing.

Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) Gatot S Dewa Broto usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/9/2019). Gatot diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Miftahul Ulum dalam kasus dugaan suap dana hibah dari pemerintah terhadap KONI melalui Kemenpora. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) Gatot S Dewa Broto usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/9/2019). Gatot diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Miftahul Ulum dalam kasus dugaan suap dana hibah dari pemerintah terhadap KONI melalui Kemenpora. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Karena harus ada izin menteri keuangan, keluar persetujuan. Uang memang ada di sana, tapi tidak bisa digunakan langsung.

Ketiga, KONI belum menyelesaikan LPJ secara sempurna. Sesuai peraturan menteri keuangan harus 100 persen, jadi tidak bisa juga (Kemenpora memberikan bantuan, red).

Minggu ketiga bulan Agustus, Plt Sekjen KPK datang ke sini, bersama tim di sini.

Intinya minta portrait yang utuh soal KONI. Saya jelaskan hal yang sama seperti ke BPK. KPK agak terkejut.

Poinnya, untuk dana hibah itu sebenarnya tetap bisa, tapi harus dilihat terlebih dulu.

Baca: Cut Meyriska dan Roger Danuarta Buka Rahasia Dapur

Kalau menggunakan Perpres 95 tidak bisa kecuali direvisi. Misalnya di Pasal 21 disebutkan bisa untuk KONI, cabor dan NPC. Namun demikian, sekarang cabor sudah enjoy.

Bisa saja hibah ke KONI diberikan dalam bentuk fasilitas kegiatan yang lain, tappi LPJ yang kemarin-kemarin diselesaikan dulu.

Kami trauma. Jangan jadikan kantor ini korban berkali-kali. Saya sebagai kepala kantor tidak ikhlas.

Tribun: Anda sebagai kepala kantor Kemenpora tahu seluk-beluk aliran dana. Menurut Anda, bagaimana cara agar penyelewengan dana tidak kembali terjadi?

Sebetulnya selama ini sudah bagus. Kami sering mengundang BPK untuk pendampingan, untuk edukasi, konsultasi.

Makanya, ketika saya dengar kejadian OTT itu, tim BPK yang selama ini menjadi mitra kami dipanggil oleh kepala BPKP.

Ibaratnya kalian sudah rajin melakukan pendampingan kepada Kemenpora, tapi masih bisa jebol.

Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi memberi penghormatan kepada masyarakat di depan kantor Kemenpora sebelum meninggalkan kantor Kemenpora,  Jakarta Pusat, Kamis (19/9/2019). Imam Nahrawi mengundurkan diri dari kursi Menpora karena ditetapkan menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus suap dana hibah KONI. TRIBUNNEWS.COM/IQBAL FIRDAUS
Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi memberi penghormatan kepada masyarakat di depan kantor Kemenpora sebelum meninggalkan kantor Kemenpora, Jakarta Pusat, Kamis (19/9/2019). Imam Nahrawi mengundurkan diri dari kursi Menpora karena ditetapkan menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus suap dana hibah KONI. TRIBUNNEWS.COM/IQBAL FIRDAUS (TRIBUN/IQBAL FIRDAUS)

Saya diceritakan oleh seorang anggota tim itu. TP4P juga sudah melakukan pendampingan kepada kami.

Poinnya itu yang kembali ke individunya masing-masing. Mau seribu kali pakta integritas, kalau individunya tidak berkomitmen, ya percuma.

Tribun: Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Imam Nahrawi mengundurkan diri sebagai Menpora. Pekerjaan rumah penting apa yang disampaikan Imam kepada Anda?

Gatot: Hanya satu PR. Waktu itu beliau perpisahan dengan kami hari Kamis.

Beliau menyampaikan kepada semua pegawai siapapun yang ditunjuk oleh Pak Presiden harus betul-betul disambut secara baik dan tugas-tugasnya dibantu. Itu sudah kami implementasikan.

Pak Hanif (Dhakiri, red) juga butuh tahu postur Kemenpora seperti apa. Seperti apa SDM-nya, berapa jumlahnya, berapa anggaran tahun ini, tahun depan berapa dan masalah-masalahnya apa saja.

Kemudian terkait dengan masalah bonus Inasgoc dan Inasgoc belum tuntas, kami juga akan selesaikan.

Bagaimana cara bantu PSSI untuk bidding, kemudian tentang masalah-masalah hukum yang sedang berlangsung. Kami akan paparkan ketika Pak Hanif sudah di sini.

Hari Jumat lalu kami sudah berkomunikasi, tapi dalam konteks mengucapkan selamat atas terpilihnya Pak Hanif sebagai Plt.

Kami akan membantu sepenuhnya di durasi waktu yang pendek dan kami juga sampaikan beberapa hal yang krusial yang mungkin Pak Hanif perlu tanda tangani.

Seperti Inpres untuk FIBA Basket 2023, kemudian Inpres PON Papua. Kemudian untuk hal-hal yang di era Pak Hanif ada juga kemungkinan pada 23 Oktober PSSI akan bidding tuan rumah Piala Dunia U-20.

Kalau kita menang, pasti akan ada dukungan dari pemerintah, untuk apa yang harus dilakukan kalau Indonesia terpilih menjadi tuan rumah.

Tribun: Sejauh mana Anda kenal Hanif Dhakiri?

Gatot: Saya tahu Beliau cukup lama, tapi mengenal beliau itu ketika sudah jadi menteri. Lebih intens lagi ketika Pak Imam naik Haji tanggal 5-19 Agustus 2019.

Selama Pak Imam naik Haji, menteri interimnya itu Pak Hanif. Kemudian saya komunikasi langsung dengan Pak Hanif karena di tanggal-tanggal itu kan krusial.

Ada HUT RI, ada pengukuhan Paskibraka, HUT Pramuka. Kami komunikasi, kami laporkan dan respons Pak Hanif saat itu cepat. Hubungan itu intens. Sejauh ini saya tidak terlalu asing terhadap gaya kepemimpinannya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved