Jumat, 3 Oktober 2025

Ratas Karhutla Digelar Di Riau, Ketua Komisi IX DPR: Saya Harap Jangan Sehari, Kalau Bisa 3 Hari

Seperti yang disampaikan Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf yang mendesak agar pemerintah mengambil langkah tegas dalam mengatasi peristiwa tersebut

Penulis: Fitri Wulandari
Tribunnews.com/Fitri Wulandari
Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf saat ditemui usai menghadiri diskusi yang digelar di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (16/9/2019) 

Akan tetapi pihaknya, kata Jati, pihaknya tidak bisa mempublikasikan nama-nama perusahaan tersebut.

"Itu kan informasi yang dikecualikan. Karena belum keputusan pengadilan, masih penyelidikan. Kalau dibuka, nanti kabur semua," tuturnya.

Sementara terkait rencana pemerintah mengirim surat protes ke Duta Besar Malaysia karena menuding Indonesia sebagai penyebab tunggal munculnya asap di negara itu, belum ada tindak lanjut.

"Belum, masih dipersiapkan dan lihat perkembangan. Kalau dari mereka protes, ya kita jawab."

Menurut Jati, asap karhutla tidak hanya berasal dari Indonesia tapi juga Malaysia, kendati diakuinya tidak sebesar Indonesia.

"Tapi di negara mereka ada titik api dan kebakaran di Semenanjung Malaya juga Serawak ada hotspot terpantau."

Malaysia sebelumnya menyebut terkena dampak asap dengan kualitas udara di sejumlah negara bagian termasuk Kuala Lumpur menjadi tidak sehat selama beberapa hari terakhir.

Sedangkan di Singapura, perlombaan Formula 1 terancam batal.

Badan Lingkungan Hidup Singapura (NEA) menyatakan, Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di Singapura semakin memburuk, dan sudah mencapai angka 112 atau kategori tidak sehat di beberapa daerah pada Sabtu malam.

Pemerintah tak usah malu minta bantuan

Seorang anak tengah mendapatkan oksiden di Rumah Singgah Pemulihan Kesehatan Bagi Masyarakat Akibat Karhutla di Poliklinik Korem 031/WB, Minggu (15/9/2019). Rumah singgah yang didirikan oleh Kodim 0301/Pekanbaru tersebut akan beroperasi hingga batas waktu yang tidak ditentukan selama kabut asap masih ada. Sejumlah posko kesehatan gratis untuk korban kabut asap di Kota Pekanbaru dan daerah-daerah lainnya kini sudah mulai banyak didirikan untuk menjaga kesehatan masyarakat ditengah kepungan kabut asap. TRIBUN PEKANBARU/THEO RIZKY
Seorang anak tengah mendapatkan oksiden di Rumah Singgah Pemulihan Kesehatan Bagi Masyarakat Akibat Karhutla di Poliklinik Korem 031/WB, Minggu (15/9/2019). Rumah singgah yang didirikan oleh Kodim 0301/Pekanbaru tersebut akan beroperasi hingga batas waktu yang tidak ditentukan selama kabut asap masih ada. Sejumlah posko kesehatan gratis untuk korban kabut asap di Kota Pekanbaru dan daerah-daerah lainnya kini sudah mulai banyak didirikan untuk menjaga kesehatan masyarakat ditengah kepungan kabut asap. TRIBUN PEKANBARU/THEO RIZKY (TRIBUN PEKANBARU/THEO RIZKY)

Petugas gabungan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pekanbaru, Kodim 0301 Pekanbaru dan Masyarakat Peduli Api (MPA) berusaha memadamkan kebakaran lahan gambut di Pekanbaru, Riau, Sabtu (7/9/2019).

Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Henri Subagiyo, menyarankan agar pemerintah berhenti berpolemik tentang kabut asap antarnegara.

Sebab hal itu hanya akan memperburuk citra Indonesia di mata internasional.

"Kita harusnya ambil tanggung jawab dan kalau mau tegas, ya tegas. Misalnya ada lima perusahaan Malaysia dan Singapura, oke lah diumumkan ke publik, tapi pemerintah punya tanggung jawab untuk mengawasi dan kalau melanggar jatuhkan sanksi," jelas Henri.

"Jadi jangan digeser ke isu antarnegara. Karena perusahaan-perusahaan itu beroperasi di Indonesia atas izin pemerintah juga kan," sambungnya.

Justru, kata dia, karena kondisi dampak asap kebakaran hutan dan lahan ini sudah "sangat parah", Henri menyarankan pemerintah untuk tak malu meminta bantuan negara lain.

"Ini sudah isu kemanusiaan dan ini menurut saya sih pemerintah bisa mengkalkulasi itu dan kalau butuh (bantuan) nggak usah malu-malu. Jangan sampai terulang lagi lah tragedi tahun 2015," tukasnya.

"Beberapa hari ini sudah parah banget. Ini soal keselamatan orang, dampak terhadap manusia sudah jelas gitu kok."

Henri juga menilai, meluasnya kebakaran hutan dan lahan tahun ini terjadi kembali karena lemahnya pengawasan pemerintah pusat dan daerah terhadap para pemilik konsesi.

"Kalau saya lihat, yang nggak kelihatan itu isu soal penataan atau pengawasan terhadap izin. Bagaimana review atau audit izin jadi penting. Itu yang selama ini nggak terlihat kentara."

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved