Kamis, 2 Oktober 2025

Pemerintah Didesak Tangkap Pelaku yang Otaki Terjadinya Karhutla Riau

Dede Yusuf mendesak aparat gabungan TNI-Polri segera melakukan penindakan secara tegas terhadap para oknum pelaku pengrusakan hutan dan lahan

Penulis: Fitri Wulandari
Tribunnews.com/Fitri Wulandari
Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf saat ditemui usai menghadiri diskusi yang digelar di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (16/9/2019) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf mendesak agar aparat segera menangkap para pelaku pembakaran hutan dan lahan yang terjadi saat ini di provinsi Riau.

Dede Yusuf merasa prihatin karena kebakaran hutan dan lahan (karhutla) ini membahayakan kesehatan masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut.

Baca: Anies Baswedan Sebut akan Gunakan Teknologi dari ITB Tanggulangi Polusi Limbah Cilincing

Menurutnya, mereka bisa terserang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) jika bencana itu tidak segera diatasi.

Berdasarkaninformasi yang dia peroleh, ada kemungkinan karhutla yang terjadi saat ini merupakan tindakan yang disengaja, bukan murni karena bencana alam.

"Saya baca di media juga, menurut informasi yang beredar, karhutla ini kan terjadi karena memang dibakar jadi bukan karena kebakaran, berarti kan ada pelakunya," ujar Dede Yusuf usai menghadiri diskusi yang digelar di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (16/9/2019).

Sehingga, Dede Yusuf mendesak aparat gabungan TNI-Polri segera melakukan penindakan secara tegas terhadap para oknum pelaku pengrusakan hutan dan lahan.

"Pelakunya sudah pasti jelas siapa-siapa, silakan dong dari pihak keamanan melakukan penindakan," kata Dede Yusuf.

Lebih lanjut Dede Yusuf menegaskan, jika pelakunya berasal dari elemen masyarakat namun mereka dibayar untuk melakukan hal itu, maka pemerintah harus mengejar 'otak' yang memerintahkan tindakan tersebut.

"Jika ternyata (pelakunya) masyarakat karena dibayar karena diperintahkan, yang memerintahkan harus segera ditangkap," tegas Dede Yusuf.

Baca: Karhutla: Kabut Asap Semakin Parah, BNPB Mengaku Kewalahan, Pemerintah Tak Usah Malu Minta Bantuan

Perlu diketahui, dampak asap tersebut sudah sampai ke Kalimantan dan diduga juga melewati batas negara hingga ke Malaysia.

Saat ini para menteri serta pimpinan lembaga terkait pun telah berangkat menuju Riau, untuk melakukan Rapat Terbatas mengenai Karhutla yang akan dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Pemerintah tak usah malu minta bantuan

Seorang anak tengah mendapatkan oksiden di Rumah Singgah Pemulihan Kesehatan Bagi Masyarakat Akibat Karhutla di Poliklinik Korem 031/WB, Minggu (15/9/2019). Rumah singgah yang didirikan oleh Kodim 0301/Pekanbaru tersebut akan beroperasi hingga batas waktu yang tidak ditentukan selama kabut asap masih ada. Sejumlah posko kesehatan gratis untuk korban kabut asap di Kota Pekanbaru dan daerah-daerah lainnya kini sudah mulai banyak didirikan untuk menjaga kesehatan masyarakat ditengah kepungan kabut asap. TRIBUN PEKANBARU/THEO RIZKY
Seorang anak tengah mendapatkan oksiden di Rumah Singgah Pemulihan Kesehatan Bagi Masyarakat Akibat Karhutla di Poliklinik Korem 031/WB, Minggu (15/9/2019). Rumah singgah yang didirikan oleh Kodim 0301/Pekanbaru tersebut akan beroperasi hingga batas waktu yang tidak ditentukan selama kabut asap masih ada. Sejumlah posko kesehatan gratis untuk korban kabut asap di Kota Pekanbaru dan daerah-daerah lainnya kini sudah mulai banyak didirikan untuk menjaga kesehatan masyarakat ditengah kepungan kabut asap. TRIBUN PEKANBARU/THEO RIZKY (TRIBUN PEKANBARU/THEO RIZKY)

Petugas gabungan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pekanbaru, Kodim 0301 Pekanbaru dan Masyarakat Peduli Api (MPA) berusaha memadamkan kebakaran lahan gambut di Pekanbaru, Riau, Sabtu (7/9/2019).

Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Henri Subagiyo, menyarankan agar pemerintah berhenti berpolemik tentang kabut asap antarnegara.

Sebab hal itu hanya akan memperburuk citra Indonesia di mata internasional.

"Kita harusnya ambil tanggung jawab dan kalau mau tegas, ya tegas. Misalnya ada lima perusahaan Malaysia dan Singapura, oke lah diumumkan ke publik, tapi pemerintah punya tanggung jawab untuk mengawasi dan kalau melanggar jatuhkan sanksi," jelas Henri.

"Jadi jangan digeser ke isu antarnegara. Karena perusahaan-perusahaan itu beroperasi di Indonesia atas izin pemerintah juga kan," sambungnya.

Justru, kata dia, karena kondisi dampak asap kebakaran hutan dan lahan ini sudah "sangat parah", Henri menyarankan pemerintah untuk tak malu meminta bantuan negara lain.

"Ini sudah isu kemanusiaan dan ini menurut saya sih pemerintah bisa mengkalkulasi itu dan kalau butuh (bantuan) nggak usah malu-malu. Jangan sampai terulang lagi lah tragedi tahun 2015," tukasnya.

"Beberapa hari ini sudah parah banget. Ini soal keselamatan orang, dampak terhadap manusia sudah jelas gitu kok."

Henri juga menilai, meluasnya kebakaran hutan dan lahan tahun ini terjadi kembali karena lemahnya pengawasan pemerintah pusat dan daerah terhadap para pemilik konsesi.

"Kalau saya lihat, yang nggak kelihatan itu isu soal penataan atau pengawasan terhadap izin. Bagaimana review atau audit izin jadi penting. Itu yang selama ini nggak terlihat kentara."

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved