Sikapi Wacana Penambahan Pimpinan MPR Jadi 10 Orang, Formappi: Lebih Baik Bersifat Ad-Hoc Saja
Formappi menilai, revisi UU MD3 ini adalah bentuk tidak konsisten dan hanya berorientasi perebutan kekuasaan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Legislasi DPR RI telah menyiapkan draf revisi Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPR (MD3) untuk menambah jumlah pimpinan MPR periode 2019-2024.
Draf yang telah disiapkan tersebut yakni pimpinan MPR menjadi 10 yakni 9 perwakilan fraksi serta 1 dari unsur DPD.
Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai, revisi UU MD3 ini adalah bentuk tidak konsisten dan hanya berorientasi perebutan kekuasaan.
"Kesemrawutan berpikir, tidak konsisten, dan hanya berorientasi perebutan kekuasaan. Hal itu tampak pada UU MD3 yang sekarang berlaku dimana di sebelumnya pasalnya menetukan bahwa jumlah pimpinan MPR 8 orang, sementara di pasal yang lain hanya 5 orang," ujar pengamat dari Formappi, Made Leo kepada Tribunnews.com, Minggu (1/9/2019).
Baca: Permintaan Adik Pelaku Pembunuhan Satu Keluarga di Banyumas: Harus Dipenjara Seumur Hidup
Baca: Bola Panas Calon Pimpinan KPK Kini Berada di Tangan Jokowi
Baca: Ifan Seventeen Ungkap Hal Mistis Saat Manggung, Ria Ricis: Masa Setan Nonton Konser, Itu Setan Apa?
Baca: Pemeran Video Panas Banjarmasin Viral Mengaku Nama Baiknya Dicemarkan, Sebut untuk Koleksi Pribadi
Kini menurutnya, DPR RI malah ingin merevisi undang-undang untuk menambah jumlah pimpinan MPR menjadi 10 orang.
Dia tegaskan, perubahan jumlah pimpinan MPR itupun didasari kepentingan pragmatis yakni untuk sekedar mengakomodir partai politik yang tidak mendapat jatah kursi.
"Jumlah pimpinan yang 8 dan 5 orang saja gak jelas kinerjanya. Kini mau ditambah lagi? No way!" tegas dia.
Menurut dia, penambahan pimpinan MPR RI menjadi 10 orang adalah pemborosan uang negara saja.
"Karena pimpinan itu gaji, tunjangan dan protokolernya menghabiskan banyak anggaran," tegasnya.
Dia pun mengusulkan, sebaiknya ke depan justru pimpinan MPR itu tidak bersifat tetap tetapi ad-hoc saja.
Baca: 13 Artis Melaju ke DPR RI, Mulan Jameela dan Olla Ramlan Gagal, Rano Karno Jawara Suara
"Jika MPR mau sidang itu hanya merupakan joint season dan dipimpin secara bergantian oleh pimpinan DPR dan DPD," jelasnya.
Jika ketuanya dari unsur DPR maka wakilnya dari unsur DPD.
Demikian sebaliknya, jika ketuanya dari unsur DPD maka wakilnya dari unsur DPR.
"Dengan demikian tidak ada lagi rebutan posisi pimpinan MPR sekaligus menghemat anggaran," katanya.
Koalisi Jokowi
Koalisi pendukung presiden terpilih, Joko Widodo (Jokowi) membuka peluang mendukung wacana pimpinan MPR menjadi 10 orang.
Sekjen PPP, Arsul Sani mengungkapkan, pada pertemuan para sekjen pendukung Jokowi-Ma'ruf, terbuka kemungkinan mendukung wacana tersebut.
Namun, ia mengatakan, akan terlebih dahulu membicarakan dengan internal koalisi.
"Dari pertemuan para Sekjen dua malam yang lalu membuka, jadi Koalisi Indonesia Kerja sepanjang hasil pertemuan kemarin itu mengatakan kita bicara dengan teman-teman yang ada di koalisi kira-kira aspriasinya seperti apa," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/8/2019).
Baca: Gerindra: Tak Masalah Jika Pimpinan MPR Menjadi 10 Orang
Baca: PAN Usul Pimpinan MPR 10, OSO: 100 Juga Boleh
Selain dengan internal koalisi, Arsul mengatakan akan menyerap aspirasi dengan partai pendukung Prabowo-Sandi di Pilpres 2019 lalu.
Sebab, yang pertama kali mewacanakan usulan tersebut merupakan politikus PAN, Saleh Daulay.
"Kenapa kami bersikap seperti itu, karena yang melemparkan pertama kan dari Pak Saleh Daulay, PAN. Kami respons coba dalam olah seperti apa, nah sejauh ini memang apa kami sebagian dari kami misalnya tentunya berbicara dengan teman-teman PAN, jnginnya seperti apa memang dengan Gerindra juga," jelasnya.
Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal DPP PAN Saleh Partaoanan Daulay mengusulkan agar kursi Pimpinan MPR RI berjumlah 10, terdiri dari sembilan yang berasal dari fraksi dan satu orang mewakili kelompok DPD RI.
“Awal periode ini kan pimpinan MPR 5 orang. Setelah beberapa saat, dirubah menjadi 8 orang. Tentu sangat baik jika pimpinan yang akan datang disempurnakan menjadi 10 orang dengan rincian 9 mewakili fraksi-fraksi dan 1 mewakili kelompok DPD. Soal siapa ketuanya, bisa dimusyawarahkan untuk mencapai mufakat.” kata Saleh di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, (12/8/2019).
Menurut Saleh , MPR harus dijadikan sebagai lembaga politik kebangsaan di mana semua fraksi dan kelompok menyatu. Sehingga di MPR tidak ada kelompok koalisi dan oposisi.
"Karena yang ditekankan di MPR adalah NKRI,"katanya.
Ia menambahkan MPR sangat berbeda dengan DPR dan DPD. MPR tidak ditekankan seperti DPR yang memiliki fungsi fungsi politik seperti pengawasan, penganggaran, dan legislasi.
'MPR tentu melampaui itu. MPR rumah bagi semua, termasuk tempat pengaduan masyarakat luas berkenaan dengan politik kebangsaan”, katanya.
Musyawarah mufakat menurut Saleh merupakan perwujudan demokrasi Pancasila. Hal itulah menurutnya yang perlu diaktulisasikan lagi saat ini, dengan rekonsiliasi kebangsaan seperti yang diinginkan semua pihak. Rekonsiliasi tersebut dapat ditandai dengan tidak adanya sekat-sekat di MPR RI.
"Kalau respon ini bisa diterima, berarti tidak perlu lagi ramai-ramai memperebutkan kursi pimpinan MPR. Paling menentukan ketuanya saja yang perlu dimusyawarahkan dan semua terakomodir," pungkasnya.