Sabtu, 4 Oktober 2025

Pemerkosa Anak asal Mojokerto Takut Dikebiri: Lebih Baik Saya Dihukum Mati

"Saya keberatan dengan hukuman suntik kebiri mati. Saya menolak karena efek kebiri berlaku sampai seumur hidup."

SURYA.co.id/Danendra Kusuma/Febrianto
M Aris saat menjalani pemeriksaan polisi (Kiri). Kanan: M Aris saat menjalani pidana di kepolisian 

Klaim Kerasukan Setan

Dari perjalanan persidangan kasus di pengadilan, pelecehan seksual terhadap anak-anak dilakukan Muhammad Aris sejak 2015 lalu. Ada sembilan anak di bawah umur yang tersebar di wilayah Mojokerto menjadi korbannya. Modusnya, sepulang kerja menjadi tukang las dia mencari mangsa, kemudian membujuk korbannya dengan iming-iming dan membawanya ke tempatnya sepi untuk melancarkan niat asusilanya.

Aksi bejatnya terbongkar setelah aksinya terekam kamera CCTV salah satu perumahan di Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto, pada 25 Oktober 2018. Sehari kemudian dia diringkus polisi.

Saat ditemui di lapas, Aris mengaku kerap melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak di tempat sepi. Namun, dia melakukan perbuatan itu dengan spontan, bukan direncanakan.

"Saya melakukan perbuatan tersebut secara spontan. Saya bingung, mungkin karena kerasukan setan," imbuhnya.

Ia mengaku hanya melakukan pelecehan seksual sebanyak dua kali. Perbuatan itu dilakukannya setelah film dewasa atau berkonten pornografi. Namun, ia tidak langsung mencari anak usai menonton film porno tersebut.

"Yang melaporkan saya di pihak berwajib cuma satu  saja. Saya mengaku 11 anak usai ditanya oleh Polresta Mojokerto. Saya sebenarnya tidak tertarik dengan anak anak. Susah mengajaknya, ada yang saya bujuk tapi ditolak," ucapnya.

"Saya iming-imingi anak-anak dengan kasih jajan. Saya tidak menganiaya anak-anak atau memaksa saat melakukan perbuatan," imbuhnya.

Aris mengaku penghasilannya sebagai tukang las hanya Rp 280 ribu sepekan. Penghasilan yang minim dijadikannya alasan untuk tidak melampiaskan nafsunya kepada wanita dewasa.

Diisolasi

Muhammad Aris selaku narapidana kasus predator anak di bawah mendapat pengawasan khusus dari pihak Lapas Klas II B Mojokerto. Hal itu dikarenakan jenis kasus yang dilakukannya.

Pihak lapas menempatkannya di sebuah sel khusus untuk mencegah amukan dari para narapidana lainnnya. "Kami memisahkan terdakwa dengan narapidana lainnya di sel isolasi dengan pengawasan dari petugas kami. Karena terdakwa merupakan kasus khusus. Dikhawatirkan ada warga binaan yang kecewa. Sehingga menimbulkan rasa emosional," ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Lapas kelas II B kota Mojokerto, Tendi Kustendi.

Menurut Tendi, Aris tinggal bersama 12 narapidana lainnya di ruang isolasi tersebut dan mendapat pengawasan dari petugas lapas. Aris akan berada di sel khusus tersebut sampai menunjukkan perubahan perilaku dan tidak membahayakan bagi narapidana di sekitarnya.

"Selama ini, terdakwa ikut ngaji, siraman rohani, juga beribadah, jadi tidak ada indikasi kelainan jiwa" ujarnya.

Kalau perlakuan, kami samakan dengan warga binaan yang lain. Seperti makan, mandi dan ibadah," imbuhnya.

Halaman
1234
Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved