Rusuh di Papua
Kabar Terkini Kasus Kerusuhan di Papua, Tri Susanti Diperiksa hingga Curhatan Masyarakat Papua
Berikut kabar terkini kasus kerusuhan di Papua setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) perintahkan Kapolri untuk tindak tegas pelaku rasisme.
Berikut kabar terkini kasus kerusuhan di Papua setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) perintahkan Kapolri untuk tindak tegas pelaku rasisme.
TRIBUNNEWS.COM - Pasca-kerusuhan yang terjadi di Papua, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk menindak tegas pelaku diskriminasi ras dan etnis yang terjadi beberapa hari ini.
Presiden Jokowi menegaskan, para pelaku diskriminasi ras dan etnis terhadap warga Papua harus ditindak secara hukum.
"Saya juga telah memerintahkan kepada Kapolri untuk menindak secara hukum tindakan diskriminasi ras dan etnis yang rasis secara tegas. Ini tolong digarisbawahi," ujar Jokowi, dikutip dari setpres.setneg.go.id.
Baca: INFO TERKINI PAPUA, Perintah Tegas Jokowi Tangkap Pelaku Rasis, Curhat Warga Papua & Klarifikasi FPI
Baca: Kirim Miras ke Asrama Mahasiswa Papua di Bandung, Kapolsek Sukajadi Dinonaktifkan
Hingga kini, kata Jokowi, drinya terus memantau situasi kemanan di Papua dan Papua Barat.

Menurut Jokowi, situasi di Tanah Papua kini sudah normal kembali.
"Saya terus mengikuti perkembangan yang ada di Tanah Papua dan alhamdulillah situasi sudah berjalan normal kembali. Permintaan maaf sudah dilakukan dan ini menunjukkan kebesaran hati kita bersama untuk saling menghormati, untuk saling menghargai sebagai saudara sebangsa dan setanah air," kata Jokowi.
Selain itu, Jokowi juga menyebut jika dirinya akan segera bertemu dengan para tokoh di Papua dan Papua Barat.
"Baik tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama, untuk datang ke Istana berbicara masalah percepatan kesejahteraan di Tanah Papua," ungkap Jokowi.
Berikut kabar terkini kasus kerusuhan di Papua, dirangkum Tribunnews.com dari berbagai sumber:
1. Tri Susanti Diperiksa

Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera mengatakan, pihaknya telah memeriksa enam anggota organisasi kemasyarakatan (ormas), terkait dugaan adanya tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.
Dikutip dari Kompas.com, enam orang yang diperiksa salah satunya adalah korlap aksi yang bernama Tri Susanti.
"(Tri Susanti) sudah diperiksa (sebelumnya), hari ini kita periksa kembali," ucap Frans Barung Mangera kepada Kompas.com, Jumat (23/8/2019).
Namun, dari hasil pemeriksaan tersebut, Polda Jatim belum menjelaskan hasil penyelidikan dan sampai saat ini belum ada yang ditetapkan menjadi tersangka.
Frans Barung Mangera juga mengatakan, pihaknya masih terus melakukan penyelidikan terhadap oknum yang diduga melontarkan kata-kata berbau rasisme kepada mahasiswa Papua di asrama Jalan Kalasan, Surabaya, Jawa Timur.
Baca: Polda Papua Barat Tetapkan Tiga Tersangka Pembobol ATM dan Pembakar Bendera di Manokwari
Baca: Ini 5 Point Tuntutan Gerakan Suluh Kebangsaan Untuk Merajut Kembali Papua
Dirinya mengatakan bahwa pihaknya serius mengusut kasus rasisme yang menimpa mahasiswa Papua di Surabaya.
"Kami sangat serius karena itu (rasisme) adalah kejahatan kemanusiaan yang luar biasa, maka kita tindaklanjuti secepatnya," kata Barung.
Pengungkapan kasus tersebut, menurut Barung, perlu dikedepankan demi kestabilan keamanan pasca-kerusuhan yang terjadi di Papua dan Papua Barat, yang dipicu perlakuan diskriminatif dan tidak adil terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.
"Polda Jawa Timur akan senantiasa siap untuk menjalankan intruksi Presiden Republik Indonesia," ujar Barung.
2. Lukas Enembe Sebut Papua Belum Di-Indonesiakan

Gubernur Papua, Lukas Enembe mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap masyarakat di luar Papua.
Hal itu diungkapkan Lukas Enembe saat menjadi narasumber di acara Mata Najwa di Trans7.
Ungkapan Lukas Enembe tersebut bermula saat Najwa Shihab meminta sang Gubernur untuk berkomentar soal permintaan maaf yang dilontarkan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa.
"Pak Gubernur ada komentar mengenai permintaan maaf Ibu Khofifah dan pernyataan Presiden Jokowi yang mengatakan 'emosi boleh tetapi lebih baik saling memaafkan', apa lagi yang seharusnya bisa dilakukan?" tanya Najwa Shihab dilansir TribunJakarta.com pada Kamis (22/8/2019).
Baca: Klaim Tak Maksud Menekan Karena Kirim Ribuan Aparat ke Papua, Moeldoko: Ingin Memberikan Rasa Tenang
Baca: Tokoh Papua Minta TNI-Polri Tindak Oknum Aparat yang Lakukan Persekusi Mahasiswa Papua
Gubernur Papua lantas menuturkan, perbuatan mengenai rasisme sebenarnya dibenci oleh seluruh dunia.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa masyarakat Indonesia selama 74 tahun merdeka namun sikap terhadap masyarakat Papua belum berubah.
Perlakuan masyarakat di luar Papua itu, menurut Gubernur Papua sama seperti apa yang terjadi di masa lalu.
"Ini sama seperti era kolonial. Apa bedanya?" ungkap Lukas Enembe.
"Jadi karena kerap kali terjadi, ini pemicunya membuat yang lain terungkap?" tanya Najwa Shihab.
"Ini pemicu utamanya yang terjadi di Papua. Jadi saya pikir sudah 74 tahun merdeka, NKRI kita jaga, Bhineka Tunggal Ika dijaga. Dari Sambang - Merauke juga harus dijaga," jelas Lukas Enembe.
Baca: Lihat Kondisi Papua Saat Ini, Sinta Nuriyah Teringat Pesan Gus Dur
Baca: Mahasiswa Papua Silaturahmi dengan Forkopimda Jakarta di Polda Metro Jaya
Bahkan, Lukas Enembe menyatakan, penduduk di Papua sebenarnya merupakan multietnis.
Kendati demikian, Lukas Enembe menilai masyarakat Papua belum di-Indonesiakan secara baik.
"74 tahun merdeka, orang Papua masih juga belum di-Indonesiakan secara baik," ucap Lukas Enembe.
3. Curahan Hati Masyarakat Papua

Menkopolhukam Wiranto, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, dan Kapolri Jenderl Tito Karnavian bertemu dengan masyarakat Papua di Manokwari, Papua Barat.
Pertemuan berlangsung di Swiss-Belhotel, Manokwari, Kamis (22/8/2019).
Dalam pertemuan tersebut, seorang tokoh masyarakat di Manokwari, Papua Barat meluapkan kesedihannya.
Pria bernama George C Auparay ini awalnya diberi kesempatan untuk bertanya dan diskusi usai Menkopolhukam Wiranto berbicara.
George langsung meluapkan kesedihan dan emosinya mengingat tindakan penghinaan yang diterima warga Papua.
"Kami ini sudah sepakat bahwa kita semua satu bangsa, tapi mengapa kami diperlakukan begini. Kalau begini kami menyesal berada di negara model begini, dimana kami tak diakui sebagai bangsa, sebagai anak bangsa Indonesia," kata George.
Menurutnya, permintaan maaf tidaklah cukup untuk mengobati rasa sakit yang dirasakan masyarakat Papua.
Menurutnya harus ada tindakan nyata agar kejadian tak berulang.
Baca: Situasi Terbaru Papua: Curahan Hati Warga, Klarifikasi FPI hingga Pengakuan Tri Susanti
Baca: Romo Magnis: Dialog Konstruktif Penting Untuk Mengakhiri Rasisme di Papua
"Kami sedih, susah menatap masa depan kami dengan perlakuan begini. Minta maaf adalah hal biasa, Natal, Idulfitri bisa kita lakukan, tapi soal penghinaan suatu suku bangsa ini sangat luar biasa, kami tidak terima," tegasnya.
"Kemarin saya sempat tulis dua gubernur menghadap presiden minta Papua keluar NKRI. Maksudnya apa, agar ini tidak terulang lagi, hari ini minta maaf, besok terulang lagi. Kalau perlu buat kepres atau UU, kalau ada yang berkata rasis ke orang Papua, kami keluar dari NKRI," kata dia dengan nada tegas.
Mendengar curahan hati George, Wiranto langsung meluruskan bahwa penghinaan yang diterima warga Papua dilakukan oknum tertentu.
"Kita paham emosi itu, tapi kami juga ingin meluruskan bahwa cercaan dan hinaan bukaan dari pemerintah, itu dari oknum. Tidak hanya Papua yang dihina, kami pun, bahkan presiden kita bertahun-tahun dicerca. Jaman kebebasan seeperti ini orang ngomomg senaknya, tapi sekali lagi itu oknum," tegas Wiranto.
Wiranto juga mengungkapkan, pemerintah Indonesia tak pernah menganaktirikan Papua, bahkan Papua dianggap sebagai kesayangan pemerintah.
"Kalau pemerintah, kita bersyukur bahwa ada kebijakan presiden yang ingin memacu pembangunan di Papua dan Papua Barat agar berakselerasi supaya bisa seimbang dengan provinsi lain. ABPN yang digelontorkan ke Papua itu beberapa kali lipat dibanding yang ke provinsi lain, itu betul. Pemerintah sayang ke Papua dan masyarakatanya, jika tidak, tak mungkin presiden sering kunjungan ke sini dan gelontorkan dana besar," ujarnya.
Baca: Bertemu Wali Kota Malang, Bupati Puncak Papua Sampaikan Pesan Damai untuk Indonesia
Baca: Moeldoko Sebut Penambahan Pasukan TNI-Polri ke Papua Untuk Ciptakan Rasa Aman
Wiranto berharap, masyarakat Papua tidak menganggap penghinaan yang dilakukan oknum, sebagai penghinaan dari suku bangsa lain di Indonesia.
"Mari kita pisahkan oknum kurang ajar itu, tentu nanti akan ada tindakan hukum, tapi jangan kemudian digeneralisir bahwa ini adalah tindakan pemerintah ke Papua. Harapannya nanti jangan ada lagi saling mencerca dan menghina," pesan Wiranto.
(Tribunnews.com/Whiesa/Daryono/TribunTimur/Kompas.com)